Kolaborasi Kampus dengan Kampung Rajut Binong Jati
Kampung Rajut Binong Jati, Bandung, sudah dikenal sebagai pusat rajutan jauh sebelum Pemkot Bandung menetapkan sebagai Kampung Wisata.
Penulis Iman Herdiana8 September 2023
BandungBergerak.id - Tim dosen Program Studi Administrasi Bisnis Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) berkolaborasi dengan Kampung Wisata Rajut Binong Jati, Bandung. Melalui program rekacipta Matching Fund 2022, pengelola Kampung Wisata Rajut Binong Jati mendapatkan pemahaman tentang pengembangan kampung wisata yang lebih profesional dan pengembangan program pembangunan pariwisata berkelanjutan berbasis CHSE (Cleanliness, Health, Safety, dan Environment).
Ketua Tim Ketua Tim Dosen Prodi Administrasi Bisnis Daniel Hermawan mengatakan, beberapa kegiatan utama dalam rekacipta Matching Fund 2022 ini antara lain capacity building, kunjungan praktik di desa wisata, publikasi hasil penelitian, penyusunan bahan ajar, dan diseminasi program. Program ini diharapkan terjadi pembangunan yang saling mendukung, terutama bagi Unpar, dunia usaha, dan industri yang diwakili oleh Mitra mereka, yaitu Kampung Rajut Besar.
“Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Matching Fun 2022 atas dukungannya, serta mengharapkan kesuksesan bagi semua pihak yang terlibat dalam program ini,” ucap Daniel Hermawan, dikutip Jumat (8/9/2023) dari laman Unpar.
Baca Juga: Di Mimbar Selasar, Menggugat Kuasa Negara atas Tubuh
September Hitam di Bandung, Negara masih Mengabaikan Pelanggaran HAM
Beyond Anti Corruption Membeberkan Bukti-bukti Dugaan Manipulasi Tender Konten Masjid Al Jabbar yang Dilaporkan ke Kejagung RI
Sejarah Kampung Rajut Binong Jati
Kampung Rajut Binong Jati sudah dikenal sebagai kampung rajut sebelum dibuatnya Kampung Wisata oleh Pemerintah Kota Bandung. Kampung Rajut terletak di daerah Binong Jati Bandung, industri rajutan di sini sudah ada sejak tahun 1965.
Rian Andriani, Oda I.B. Hariyanto, Erlangga Brahmanto, Rina Dwi Handayani, Willma Fauzia dalam Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 1 No. 2 Agustus 2018, menurutkan kampung rajut ini berawal dari pabrik rajut salah satu pengusaha di kampung rajut, kemudian berkembang pesat karena semakin banyaknya permintaan produksi baik dari dalam maupun luar negeri.
“Dari situlah masyarakat sekitar mulai dipekerjakan dan semakin lama mereka mampu berdiri sendiri dan mendirikan usaha masing-masing hingga berkembang sampai saat ini, sehingga kampung rajut Binong Jati terkenal dengan pemukiman kerajinan rajutan,” tulis Rian Andriani dkk. dalam jurnal bertajuk “Strategi Promosi UMKM Kampung Rajut Binong Jati Sebagai Kawasan Wisata Belanja” AKPAR BSI Bandung.
Industri rajutan telah menjadi sumber pendapatan masyarakat Binong Jati secara turun-temurun. Temuan Rian Andriani dkk menyebutkan, usaha rajut di Binong Jati pertama kali dipraktikan pada 1960-an oleh beberapa orang warga Binong Jati yang pernah bekerja di perusahaan pabrik rajutan milik pengusaha Tionghoa di Kota Bandung.
Berbekal keterampilan yang dimilikinya, mereka mulai membuka usaha serupa di wilayah tempat tinggal mereka yaitu di Binong Jati. Pada mulanya usaha ini hanya ditekuni oleh beberapa orang saja hingga akhirnya mulai berkembang hingga saat ini dan memberikan dampak bagi perekonomian masyarakat yang semula hanya tergantung pada sektor pertanian.
“Hampir semua hasil produksi rajutan telah di pesan oleh konsumen yang kemudian akan dijual kembali di pasar seperti contohnya Tanah Abang Jakarta,” tulis Rian dkk.
Di kampung rajut Binong Jati terdapat ratusan tenaga kerja yang bertugas merajut benang-benang hingga membentuk pakaian jadi. Semua kegiatan produksi dilakukan di rumah-rumah warga (home industry). Rian mencatat, pada saat penelitian berlangsung di Binong Jati terdapat sekurang-kurangnya 400 home industry yang masih aktif dan setiap rumah mempekerjakan tenaga kerja.
Macam-macam produk rajutan yang diproduksi diantaranya seperti sweater, jaket, cardigan, syal, baju hangat dan lain-lain. Produk yang dijual hanya bisa membeli secara grosir dengan minimal pembelian satu lusin. Namun, beberapa pengusaha ada yang membuka toko sendiri untuk melayani pembeli satuan.
Seiring perkembangan zaman, Kampung Rajut Binong Jati memerlukan upaya untuk tetap eksis. Kebutuhan mereka bukan sekadar mengembangkan mesin rajut yang baik, tetapi juga promosi baik untuk wisatawan lokal maupun luar negeri dengan media offline maupun online.