• Berita
  • Refleksi 43 Tahun Walhi Jabar, Jawa Barat Dikepung Kerusakan Lingkungan

Refleksi 43 Tahun Walhi Jabar, Jawa Barat Dikepung Kerusakan Lingkungan

Walhi Jawa Barat menyoroti pembangunan di Jawa Barat yang menguntungkan investor sekaligus merugikan lingkungan dan masyarakat.

Warga desa merekam video menggunakan telepon selular saat lokomotif mendorong Kereta Cepat Jakarta Bandung di stasiun depo Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung, 14 November 2022. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul24 Oktober 2023


BandungBergerak.idWahana Lingkungan Hidup (Walhi) genap berusia 43 tahun. Selama puluhan tahun sejak kelahiran Walhi, tantangan di bidang penyelamatan lingkungan cenderung meningkat. Hal ini diperparah dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang lebih mengutamakan investasi dan mengesampingkan lingkungan.

Dalam dokumen Refleksi dan Konsolidasi 43 Tahun Gerakan Walhi Jawa Barat, setidaknya ada 6 persoalan krusial di bidang lingkungan di Jawa Barat; mulai dari lahirnya Undang-undang Cipta Kerja, kegagalan reforma agraria, hutan dan lahan kritis, proyek strategis nasional (PSN) yang menyengsarakan rakyat, kegagalan Citarum Harum, dan persoalan persampahan di Cekungan Bandung.

Walhi yang lahir 15 Oktober hampir setengah abad lalu memandang sejak pertama kali dirumuskan, UU Cipta Kerja dengan metode omnibus law tidak menjadikan aspirasi rakyat sebagai acuan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Hadirnya regulasi ini hanya untuk memudahkan iklim investasi di Indonesia.

“Lebih mudah dalam hal administrasi dan lebih menguntungkan bagi investor dalam skema ketenagakerjaan,” tulis Walhi Jabar, dikutip dari dokumen Refleksi dan Konsolidasi 43 Tahun Gerakan Walhi Jabar.

UU Cipta Kerja ini pun telah melalui perjalanan panjang yang berliku dan kontroversial. Sejak disusun cepat selama tiga bulan lalu disahkan, regulasi ini ditolak oleh mayoritas masyarakat. Mahkamah Konstitusi (MK) juga menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional. Tapi pemerintah lalu menerbitkan Perppu turunan UU Cipta Kerja yang lalu disahkan menjadi UU.

UU ini lalu digugat oleh sejumlah organisasi buruh. MK kemudian menolak gugatan tersebut. Dengan keputusan MK itu, Walhi menilai pemerintah tidak peduli akan dampak dan mengesampingkan asas kemanfaatan dalam pembentukan undang-undang, mengabaikan partisipasi masyarakat dan keadilan bagi masyarakat.

“Walhi memandang pemerintah telah banyak berpihak pada investor atau pengusaha daripada mempertimbangkan rakyat yang memberikan mandat kepada pemerintah untuk mengurus negara dan mereka saat ini gagal dalam mewujudkan cita-cita Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi tertinggi,” demikian dokumen Walhi Jabar.

Kegagalan Reforma Agraria dan Penyusutan Hutan Lindung

Persoalan lainnya adalah kegagalan reforma agraria. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan konflik agraria tertinggi di Indonesia. Sepanjang tahun 2019 telah terjadi tiga konflik agraria di Jawa Barat dengan wilayah konflik kurang lebih 1.045,9117 hektare. Luasan wilayah tersebut berdampak terhadap 1.351 petani penggarap yang akan tergusur lahannya.

Pada tahun 2021 tercatat 17 konflik agraria, lalu meningkat menjadi 25 kasus pada tahun 2022. Menurut catatan akhir tahun Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) 2023, sebanyak 25 konflik agraria ini terbagi pada beberapa sektor, di antaranya tujuh kasus sektor kebun, lima kasus infrastruktur, sembilan kasus di sektor properti, dua kasus sektor pertanian, satu kasus sektor wilayah hutan, dan satu kasus lainnya pada sektor fasilitas militer.

Walhi Jabar menilai bahwa pemerintah Jabar masih sangat rentan dan tidak ramah bagi para pejuang reforma agraria, baik petani maupun aktivis pejuang agraria. Persoalan konflik agraria semakin parah dengan beberapa lokasi di Jabar ditetapkan sebagai PSN, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan sektor energi.

“Bukti nyata bahwa negara belum mau dalam memberikan hak-hak tanah kepada rakyat, selain dari tanah yang banyak dikuasai pihak-pihak tertentu dan juga didukung dengan banyak terjadinya kriminalisasi terhadap pejuang agraria, upaya pembatasan hak-hak kepada petani, aktivis agraria dan lembaga yang fokus mengawal perjuangan reforma agraria,” tulis Walhi.

Selain konflik agraria, di Jabar juga terjadi penyusutan area hutan lindung. Pada tahun 2016-2019, sekitar 46.000 hektare hutan lindung beralih fungsi. Hutan lindung merupakan kawasan konservasi bagi hewan maupun tumbuhan endemik Jawa Barat. Sayangnya, menyusut hutan lindung tidak berbanding lurus dengan peningkatan lahan kritis.

Pada tahun 2016, lahan kritis di Jabar sekitar 342.523,62 hektare. Pada tahun 2019 lahan kritis meningkat menjadi 907.683,67 hektare. Hal ini tidak sebanding dengan rehabilitas lahan kritis yang tercatat pada tahun 2016 hanya seluas 52.756,21 hektare.

Walhi menuntut pemerintah agar melakukan perbaikan terhadap lingkungan hidup dan memperluas rehabilitasi lahan kritis.

Baca Juga: Sidang Gugatan Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A, Lingkungan Tercemar dan Mata Pencaharian Petambak Garam Hilang
Menerapkan Konsep Arsitektur Tropis di Lingkungan Khatulistiwa
Pemerhati Lingkungan Mencium Pembiaran Aliran Limbah Cair TPA Sarimukti ke Sungai Citarum

Petugas kebersihan mengankut sampah di TPS Tegallega, Bandung, Kamis, 12 Oktober 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Petugas kebersihan mengankut sampah di TPS Tegallega, Bandung, Kamis, 12 Oktober 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Atas Nama PSN

Pembangunan infrastruktur Proyek Strategis Nasional juga menyisakan banyak persoalan. Di Jawa Barat ada banyak sektor yang terdampak pembangunan PSN dan akan beralih fungsi lahan, ruang kehidupan rakyat yang akan tergusur dan kondisi lingkungan hidup akan terganggu.

PSN diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia (Permenko) Nomor 7 tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.

Ada 31 PSN di Jawa Barat yang terbagi ke dalam delapam sektor: sektor Jalan dan Jembatan, sektor Pelabuhan, sektor Kereta, sektor Bendungan dan Irigasi, sektor Air Bersih dan Sanitasi, sektor Tunggul Pantai, sektor Energi dan sektor Pendidikan.

Direktur Eksekutif Walhi Jabar Wahyudin menyebutkan, peraturan presiden yang menyangkut dengan pengembangan PSN diproyeksikan, diprioritaskan, dan dibuat oleh pemerintah hanya untuk mengakomodir sekolompok orang.

Peraturan itu sama sekali tidak menjawab kebutuhan dan kepentingan rakyat dan lingkungan saat ini. Diketahui, Jawa Barat berencana membangun pusat pertumbuhan ekonomi baru, yaitu Rebana dan Jabar Selatan.

“Perpres terkait pengembangan Rebana dan Jawa Barat bagian Selatan ini akan mengancam tentunya sumber-sumber kehidupan serta merampas ruang hidup masyarakat,” ungkap Iwank, panggilan akrabnya, pada Konsolidasi dan Refleksi Gerakan 43 Tahun Gerakan Lingkungan Hidup Walhi, di Gedung Pengembangan Kebudayaan, Rabu, 18 Oktober 2023.

Iwank menyebut perencanaan pengembangan kawasan perkotaan industri itu tidak sesuai dengan konteks kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Ia juga menilai pembangunan PSN di sektor energi “dipaksakan dibangun”, sebab suplai energi di Jawa Bali yang sudah melebihi kapasitas.

“Transportasi yang begitu canggih juga tidak merepresentatifkan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan transportasi melalui pengadan bandara, pelabuhan, jalan tol tidak juga berdasarkan kebutuhan masyarakat. Sangat jelas sekali bentang alam Jawa Barat ini bakal diintervensi oleh PSN yang di nama enam perpres ini memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kerusakan di Jawa Barat,” lanjut Iwank.

Walhi juga mengkritik pembangunan kereta cepat yang tidak memperhatikan tanggung jawab kepada lingkungan. Pembangunan kereta cepat didasari kajian analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang tidak berkualitas dan banyak permasalahan saat pembebasan lahan yang tidak memperhatikan hak warga.

Hal terserbut menjadi salah satu bukti bahwa PSN yang dipaksakan akan banyak mengesampingkan dampak dan keadilan bagi lingkungan hidup dan juga hak-hak rakyat dan cenderung akan selalu dipaksakan bukan untuk kepentingan rakyat.

Walhi melihat, 31 PSN yang direncanakan untuk Jawa Barat akan merubah kawasan bentang alam dan mempersulit masyarakat akan tanah, lahan, pangan, air, udara, dan mata pencaharian.

Citarum Harum dan Darurat Sampah

Persoalan lainnya adalah Citarum Harum, termasuk program strategis nasional yang akan berakhir tahun 2025. Citarum Harum merupakan program penanggulangan pencemaran dan kerusakan daerah aliran Sungai (DAS) Citarum. Salah satu titik penting dari program ini adalah penanganan limbah dan pemulihan ekosistem DAS Citarum.

Program dengan skema pencegahan pencemaran dan kerusakan ekosistem DAS Citarum itu, dinilai belum mampu memulihkan Citarum, sungai yang mendapat predikat terkotor di dunia. Walhi menyebut masih banyak perusahaan-perusahaan yang membuang limbah ke DAS Citarum.

Walhi menegaskan program Citarum Harum cenderung hanya menghamburkan pendanaan. Jika program ini berlanjut, dinilai hanya akan menambah utang dan beban negara. Sebab program ini mendapatkan bantuan luar negeri.

Persoalan terakhir yang menjadi catatan refleksi Walhi adalah persampahan di Cekungan Bandung (Bandung Raya). Sebelum terbakar, TPA Sarimukti sudah dinyatakan dalam kondisi melebihi kapasitas dan hanya mampu bertahan hingga Desember 2023.

“Terbakarnya TPA Sarimukti merupakan salah satu indikasi bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat masih belum mampu mengoperasikan TPA yang aman. Sampai saat ini sistem pengelolaan sampah di Jawa Barat sendiri masih menggunakan sistem angkut dan buang, tanpa adanya proses pemilahan sehingga sampah yang dibuang ke TPA masih tercampur antara sampah organik, anorganik, residu, dan B3 rumah tangga,” demikian dokumen Walhi.

Belum lagi persoalan buruknya penanganan air lindi di TPA Sarimukti yang berwarna hitam. Parahnya, air lindi ini mencemari sungai di sekitar TPA Sarimukti dan akan menurunkan kualitas sungai.

“Maka tidak heran perubahan iklim saat ini sudah nampak jelas dirasakan oleh kita dan kita tidak bisa mewariskan kepada anak cucu, kepada generasi selanjutnya dengan kondisi lingkungan yang sangat memprihatinkan,” ungkap Iwank.

Iwank menyebut, persoalan lingkungan saat ini membutuhkan upaya kolaboratif dari seluruh elemen masyarakat. Masyarakat perlu memberikan catatan kritis dan bentuk kepedulian menyelamatkan bumi. Organisasi masyarakat dan masyarakat harus berkolaborasi dan mampu memberikan kritik serta konsep yang ditawarkan kepada pemerintah untuk membereskan persoalan lingkungan.

Wildan Arya Gumilar, Dewan Daerah Walhi menyebut, banyak sekali persoalan lingkungan di Jabar yang perlu diperbaiki dan dibenahi. Salah satunya, persoalan penggusuran lahan yang menjadi catatan khusus untuk Jabar yang kerap terjadi beberapa tahun ke belakang.

Persoalan lainnya adalah banyak gagasan dan kebijakan baru yang lahir tapi tidak berpihak kepada masyarakat.

“Perlu merumuskan ulang bagaimana meraih kembali hak-hak dasar yang harus diperoleh. Harus bisa mengubah cara pandang itu dan bisa berkolaborasi. Kita sama-sama membangun gerakan ini sebagai gerakan yang bisa mendorong arah perubahan untuk seluruh Indonesia,” ungkap Wildan.

*Kawan-kawan bisa membaca reportase-reportase lain dari Awla Rajul, atau tulisan-tulisan lain tentang Lingkungan

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//