• Berita
  • Membincangkan Sejarah Penghancuran Buku di Toko Buku Bandung

Membincangkan Sejarah Penghancuran Buku di Toko Buku Bandung

Buku tak hanya sebagai media pencerahan. Tidak sedikit penguasa negara ketakutan terhadap buku sehingga harus melarangnya.

Peserta diskusi buku Fernando Baez pada acara Reboan ke-35 Klab Buku Laswi, di Toko Buku Bandung, Rabu, 25 Oktober 2023. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah26 Oktober 2023


BandungBergerak.id — Buku sebagai bagian dari peradaban manusia yang merangkum pengetahuan, menjaga ingatan, bahkan membeberkan fakta tentang penghancuran buku itu sendiri oleh negara. Bentuk-bentuk penghancuran buku ini berupa sensor hingga pelarangan.

Hal ihwal penghancuran buku ini dijelaskan begitu gamblang oleh Fernando Baez pada bukunya yang berjudul “Penghancuran Buku dari Masa ke Masa” (Marjin Kiri, 2021), yang didiskusikan dalam acara Reboan ke-35 oleh Klab Buku Laswi, di Toko Buku Bandung, Rabu, 25 Oktober 2023.

Diskusi tersebut dipantik oleh Laila Nursaliha, peresensi dan penggiat buku asal Cicalengka. Laila menjelaskan, penghancuran buku yang dikaji oleh Baez terbagi menjadi dua; ada dengan cara disengaja atau bahkan karena faktor alami.

"Sebab-sebab penghancuran itu ada dua, ada secara fisik seperti kebakaran dan faktor alami lainnya. Ada juga secara nonfisik seperti karena kekuasaan rezim, indikasi politik," kata aktivis Lingkar Literasi Cicalengka ini.

Baez menjelaskan kronologi penghancuran buku-buku di dunia dari zaman kuno hingga modern. Pelarangan buku di Indonesia dibeberkan oleh Baez meskipun tak begitu panjang lebar.

Laila juga menceritakan, bagaimana para penulis fiksi yang menceritakan penghancuran buku. "Penghancuran buku ini juga dijadikan cerita oleh pengarang fiksi, dijelaskan oleh Baez di sini itu Kafka," ucap Laila.

Selain Kafka, Baez mengungkap beberapa pengarang fiksi yang menjadikan penghancuran buku sebagai inspirasi di antaranya dilakukan penulis fiksi Ursula Le Guin yang menceritakan dalam karya Voices (2006).

Tokoh protagonist dalam Voices merupakan seorang gadis muda yang belajar membaca di perpustakaan rahasia yang selamat dari perusakan oleh penakluk negaranya, yang tidak takut apa pun selain buku.

Pelarangan Buku di Bandung

Sekalipun kajian mengenai pelarangan dan penghancuran buku tak begitu panjang lebar dijelaskan oleh Fernando Baez pada bukunya, namun di diskusi Reboan itu penulis dan pemilik Lawangbuku Deni Rachman menuturkan pengalaman bagaimana pelarangan buku di Indonesia.

Menurut Deni, pelarangan buku pernah terjadi baik di zaman Orde Lama yang berbau imperialisme oleh Sukarno, zaman Orde Baru, sampai di pelarangan diskusi buku Marxisme yang dilarang oleh ormas di Bandung.

"Di Bandung dulu, zaman Orde Baru, buku-buku Di Bawah Revolusi (DBR) Sukarno kalau yang punya disembunyikan ke atap. Kalau yang takut itu ada dibuang ke sungai. Semua orang itu seperti ketakutan mempunyai DBR," tutur Deni.

Tak hanya pelarangan, pascareformasi pun terjadi sweeping buku-buku kajian kritis kiri.

"Di tahun 2006, di diskusi marxis di Ultimus jalan Lengkong Besar yang menghadirkan pembicara dari Kanada menyebabkan beberapa orang ditangkap dan ditahan, dan buku-buku di-sweeping," tutur Deni.

Di kemudian hari, kata Deni, sweeping buku kajian kritis kiri tidak lagi dengan cara kekerasan namun dengan cara memborong dan membeli buku-buku. Hal tesebut dialami oleh Penerbit Ultimus di salah satu bazar buku di Bandung.

"Waktu dan mungkin juga sekarang gak semena-mena menyita dan men-sweeping," jelas Deni.

Baca Juga: Daftar Buku Terbitan Bandung yang Dilarang Orde Baru
Larangan Pementasan Monolog Tan Malaka di IFI Bandung
Pasar Palasari: Razia Buku Kiri, Kebakaran, dan Mimpi Revitalisasi

Klub Buku Laswi, Membicarakan Buku dari Perspektif Pembaca

Deni Rachman, pemilik Toko Buku Bandung, setiap hari Rabu memfasilitasi Klub Buku Laswi untuk berdiskusi.

Pegiat buku dan pengelola Klub Buku Laswi Taufik Ramadhan Barli menceritakan terbentuknya Klub Buku Laswi.

“Kang Deni meminta saya untuk membuat klub buku. Saya yang pernah membuat komunitas Bilbo forum untuk membuat komunitas baru yaitu Klub Buku Laswi," tutur Barli.

Terbentuknya Klub Buku Laswi, lanjut Barli, sebagai apresiasi terhadap buku-buku yang tersedia di Toko Buku Bandung. Selain menyediakan buku-buku lawas, Toko Buku Bandung juga menyajikan buku-buku yang diterbitkan Pustaka Jaya dan karya-karya Ajip Rosidi.

"Ajip Rosidi, karena kita berkegiatan juga di sekitar kompleks Perpustakaan Ajip Rosidi. Tapi pada perkembangan beberapa pemantik juga bisa dari luar tak hanya membahas Pustaka Jaya atau Ajip Rosidi," ujar Barli.

Diskusi buku Reboan ini terus berjalan setiap pekannya. "Diskusi pertama buku Laswi terjadi pada Rabu 1 Februari 2023 dan Alhamdulillah semenjak Rabu pertama hingga tak ada satu pekan pun terlewat kecuali tanggal merah," jelas Barli.

Reboan yang diadakan oleh Klub Buku Laswi ini juga sangat terbuka untuk umum, pembaca bisa hadir dan menjadi pemantik diskusi.

"Reboan akan terus berlangsung, reboan Klub Laswi menghadirkan perspektif pembaca. Maka selalu yang dijadikan pemantik itu dari pembaca itu sendiri,"ungkap Barli.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artikel tentang buku

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//