Gelombang Unjuk Rasa Buruh di Gedung Sate Menuntut Kenaikan Upah 15 Persen sesuai Rekomendasi Kabupaten dan Kota
Aksi turun ke jalan yang dilakukan para buruh dari berbagai serikat pekerja di Jawa Barat akan terus berlangsung sampai tuntutan dipenuhi.
Penulis Emi La Palau28 November 2023
BandungBergerak.id - Ratusan buruh dari berbagai aliansi di Jawa Barat kembali mengepung Gubernur Jawa Barat Gedung Sate, Selasa, 28 November 2023. Aksi ini untuk mengawal putusan Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin agar akan menyetujui kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2024 sesuai dengan rekomendasi Bupati maupun Wali Kota di Jawa Barat.
Rata-rata rekomendasi kenaikan UMK dari kabupaten/kota berkisar 12 hingga 14 persen. Salah satunya Kabupaten Bekasi yang direkomendasikan naik sebesar 13,99 persen.
Surmi, buruh dari Kabupaten Bekasi dalam orasinya dalam orasinya menyatakan bahwa upah merupakan urat nadi kehidupan buruh. Maka dari itu ia menuntut Pj Gubernur Jawa Barat untuk mensahkan kenaikan upah sesuai rekomendasi dari bupati dan wali kota.
“Kita tidak menuntut apa apa, kita menuntut upah, upah urat nadi. Upah adalah kesejahteraan, untuk apa kita kerja kalau upah kita dikebiri,” teriak Surmi melalui pengeras suara.
Menurutnya pemerintah telah mengkebiri hak-hak kaum buruh melalui berbagai peraturan. Undang-undang Cipta Kerja (Omnibus Law) salah satunya. Dan kini, upah buruh mau kembali disunat menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 tahun 2023.
Sebagai buruh, Surmi merasakan ketidakadailan pengupahan ini. Sementara harga-harga kebutuhan pokok dinaikkan. Hal ini membuat buruh kian terjepit dan menderita.
“Apa kita harus diam? Lawan! Bagaimana kita tidak menuntut urat nadi kita, karena itu untuk kesejahteraan kita dan keluarga kita,” ungkapnya.
Pantauan Bandungbergerak.id di lokasi, hingga pukul 14.31 WIB buruh masih terus bersemangat menunggu keputusan dewan pengupahan untuk memutuskan UMK tahun 2024. Mereka berorasi diselingi berjoget bersama sambil melambaikan alat peraga aksi berupa bendera aliansi buruh masing-masing.
Buruh juga menuntut bertemu Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin. Sampai pukul 14.36 WIB, tidak ada tanda-tanda gubernur mau menemui buruh. Pukul 14.40 WIB massa aksi mulai memanas, pagar pembatas mulai digoyang.
“Siap melawan? Lawan,” sorak buruh.
“Angkat tangan kirinya, lawan!”
Buruh meminta aparat kepolisian yang mengawal buruh untuk menyampaikan agar Pj Gubernur mau menemui para pimpinan buruh. Jika tidak, buruh mengancam kondisi akan semakin tidak kondusif.
Hingga pukul 16.10 WIB, buruh masih terus bertahan meski diguyur hujan.
Baca Juga: Buruh Tolak PP 51 Tahun 2023 Tentang Pengupahan, Kenaikan Upah Tak Mencukupi Kebutuhan Buruh
Dilema Buruh-buruh Muda dalam Deru Pembangunan Majalengka
Buruh Jawa Barat Menuntut Kenaikan UMK 2024 sebesar 15 Persen
Tuntutan Buruh
Ketua Aliansi Buruh Jawa Barat Ajat Sudrajat mengungkapkan bahwa demonstrasi hari ini merupakan rangkaian aksi yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk hari ini, pihak buruh mengawal rapat dewan pengupahan provinsi yang sedang berlangsung sejak kemarin hingga hari ini.
Dalam rapat dewan pengupahan provinsi, pemerintah merekapitulasi rekomendasi kabupaten kota dalam merumuskan dan melakukan kajian terkait besaran upah minimum kabupaten kota tahun 2024 yang akan disampaikan kepada gubernur.
“Kalau dia (dewan pengupahan) selesai tengah malam, ya, kita sampai tengah malam kita tungguin untuk hari ini,” ungkap Ajat Sudrajat.
UMK di Kabupaten Kota di Jawa Barat rencananya akan ditetapkan 29 atau 30 November 2023. Jumlah massa aksi diperkirakan akan semakin besar mulai dari Karawang, Purwakarta, Sukabumi, Cianjur, Subang, Cirebon, dan lain-lain.
Ajat menjelaskan tuntutan utama aksi buruh ini menolak pengupahan menggunakan formula PP Nomor 51 tentang Pengupahan dan menolak UU Cipta Kerja.
Tuntutan lainnya, gubernur harus menetapkan upah minimum sesuai rekomendasi kabupaten kota. “Misalkan Kabupaten Bandung 17 persen, Cimahi dengan 14 persen. Nah itu ditetapkan oleh gubernur, nah untuk yang nilainya PP 51 mohon juga dirubah,” paparnya.
Buruh Perempuan yang Di-PHK
Di tengah memperjuangkan kenaikan upah, UU Cipta Kerja terus menelan korban. Kali ini menimpa Novi, buruh dari Kota Bandung. Ia mengalami pemutuhan hubungan kerja (PHK) dengan regulasi UU Cipta Kerja.
Menurut Novi, betapa peraturan membuat ia dan para buruh menderita. Meski telah di-PHK ia memilih turun ke jalan untuk terus mengawal UMK bersama ratusan buruh lainnya. Sebagai warga Bandung, ia mengaku memiliki kewajiban moral untuk berdiri di mobil komando menyampaikan aspirasi.
“Saya merasakan, salah satu korban UU Cipta Kerja khususnya Omnibus Law tentang PHK. Tiga tahun perjuangan kami tetap melawan dan melawan, secara hukum, kami terus melakukan perlawanan,” ungkap Novi.
“Hari ini kita berjuang untuk UMK. Secara pribadi mungkin saya pribadi sudah tidak memiliki UMK bukan berarti harus berhenti berjuang, ada anak cucu keluarga yang harus berjuang (bersama),” lanjut Novi.
Ia menyoroti jika ada pemerintah dan pejabat yang menyebut kondisi buruh sudah sejahtera berarti mereka tak memiliki empati terhadap kondisi buruh saat ini. Tiap tahun, buruh memperjuangkan kenaikan upah. Namun yang didapat bukannya kenaikan malah hanya penyesuaian.
Novi menuturtkan, sistem pengupahan saat ini jauh dari membaik. Harga-harga sembako melambung tinggi. Karenanya ia berharap Pj Gubernur Jawa Barat menyetujui rekomendasi kenaikan upah oleh bupati dan wali kota.
Keputusan kenaikan upah buruh harus dihitung berdasarkan kebutuhan keluarga buruh, bukan buruh lajang. Sistem pengupahan selama ini selalu menghitung berdasarkan kebutuhan hidup buruh lajang.
“Memang di sini lajang semua? Kehidupan upah layak untuk lajang, sementara di sini saya yakin sudah punya istri, punya anak, mereka juga harus hidup,” katanya.
*Kawan-kawan yang baik, mari membaca lebih lanjut tulisan-tulisan lain dari Emi La Palau, atau artikel-artikel tentang Tuntutan Buruh