Orang-orang Muda sebagai Pembuka Gerbang Toleransi dan Inklusi Sosial
Pesan persaudaraan dalam perbedaan disuarakan Sekodi Bandung dan Sajajar Festival Garut. Orang-orang muda adalah kunci.
Penulis Iman Herdiana30 November 2023
BandungBergerak.id - Indonesia menghadapi ledakan jumlah penduduk yang disebut-sebut bonus demografi di mana jumlah orang-orang muda akan lebih banyak dibandingkan sekarang. Sekarang pun jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas (15-39 tahun) di Indonesia mendominasi, yakni 88.174.880 jiwa (BPS, 2022).
Pemerintah Indonesia selalu menekankan pentingnya kelompok muda dalam produktivitas penggerak ekonomi. Namun, kelompok muda juga dapat menjadi barometer pentingnya mengangkat hubungan toleransi dan inklusi sosial dengan ide-ide mereka yang menguggah dan segar.
Isu toleransi dan inklusi sosial memiliki kaitan erat dengan politik. Di ranah politik inilah kebijakan digodok dan diterapkan di masyarakat. Oleh karena itu, orang-orang muda juga memiliki potensi besar memasuki politik.
Koordinator regional Sekolah Damai Indonesia (Sekodi) Bandung Fanny Syariful Alam mengatakan, teman-teman muda yang berpolitik seharusnya dapat membuka gerbang inklusi sosial untuk bekerja sama dengan aktor di pemerintahan dan membantu mendorong kelompok masyarakat marginal menjadi lebih diperhatikan dan dapat diajak bekerja sama dalam pengambilan keputusan.
“Ini yang akan menampilkan tata kelola pemerintahan yang inklusif sehingga penghormatan dan toleransi di semua unsur pemerintahan akan menjadi panutan bagi masyarakat,” kata Fanny, dikutip dari siaran pers Sekolah Damai Indonesia (Sekodi) Bandung, Kamis, 30 November 2023.
Sekodi Bandung sendiri bagian dari komunitas pendidikan perdamaian alternatif untuk pemberdayaan dan peningkatan kapasitas pengetahuan teman-teman muda yang ingin mengangkat pentingnya aksi nyata untuk dapat bergerak lebih jauh dari sekadar bertoleransi, namun juga dapat menerima perbedaan dan keberagaman di sekitar sehingga dapat bekerja sama. Salah satu tujuan Sekodi Bandung adalah menumbuhkan penghormatan dan toleransi dengan pelibatan inklusi sosial di dalamnya.
Melihat isu toleransi antaragama, antar kelompok masyarakat yang akhirnya membatasi kelompok masyarakat yang dianggap marjinal atau berbeda, maka Sekodi Bandung berinisiatif mengadakan acara bertajuk “Street Campaign: Tolerance Yes, Social Inclusion Yes” yang akan diadakan pada hari Minggu, 03 Desember 2023, berlokasi di sekitar area Car Free Day (CFD) Dago, mulai pukul 07.00 – 10.00 WIB.
Acara ini akan turut dimeriahkan oleh penampilan khusus dari Wanggi Hoed, seorang seniman yang menyuarakan perjuangan dan pergulatan budaya melalui pantomim. Kampanye ini akan mendekatkan teman-teman muda dalam menceritakan pengalaman mereka terkait toleransi dan inklusi sosial karena keberagaman yang kita miliki sebagai entitas warga negara.
Salah seorang penanggung jawab acara, Choirunisa Wanda yang juga mahasiswi UIN Sunan Gunung Jati Bandung mengatakan, banyaknya kelompok minoritas yang mengalami diskriminasi, penguncilan, dan dipandang sebelah mata, serta kurangnya literasi karena banyak masyarakat menyerap informasi tanpa memeriksanya kembali.
“Hal ini berimbas pula pada ketidakpahaman terhadap prinsip-prinsip toleransi dan inklusi,” kata Choirunisa.
Sementara itu, Nadya Andriani, salah satu inisiator acara memandang, hubungan antara toleransi dan inklusi sosial dapat membangun kedamaian dan persatuan, memastikan tidak adanya diskriminasi terhadap kelompok minoritas mana pun, peningkatan kesadaran akan keberagaman, mengurangi konflik sosial dan ketegangan.
“Inklusi sosial juga memastikan seluruh kepentingan masyarakat dapat disuarakan secara lantang karena adanya keterlibatan bersama,” katanya.
Baca Juga: Kampung Adat Cireundeu Bertahan dalam Perubahan Zaman
Ranperpres PKUB tidak Berpihak pada Kerukunan Umat Beragama
Media Massa Diingatkan agar Menghindari Politisasi Agama dengan Menerapkan Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman
Pesan Damai dari Garut
Pesan perdamaian, toleransi, dan inklusi sosial juga datang dari Garut melalui pameran foto dan nonton bareng film Ngawitan Ngariksa Jagat bersama masyarakat Adat Akur Sunda Wiwitan di Kampung Pasir, Desa Cintakarya, Kecamatan Samarang, Selasa, 28 November 2023. Acara ini digelar oleh Solidaritas Jaringan Antar umat Beragama dan Kepercayaan (Sajajar) dengan nama Sajajar Festival.
Film Ngawitan Ngariksa Jagat adalah film dokumenter yang disutradarai oleh Sahrul Imam, film ini menampilkan potret para penghayat Adat Karuhun Urang (Akur) Sunda Wiwitan yang ada di Kabupaten Garut.
Film dokumenter yang baru selesai digarap dengan memakan waktu produksi selama dua bulan ini menampilkan kehidupan masyarakat Akur Sunda Wiwitan dari dekat. Diceritakan aktivitas warga adat terutama mengenai prinsip hidup berdampingan dengan alam.
Sutradara film dokumenter “Ngawitan Ngariksa Jagat” Sahrul Imam menyampaikan, film dokumenter garapan perdananya berdurasi 19 menit ini memuat isu lingkungan. Sebab, kehidupan sehari-hari masyarakat Akur Sunda Wiwitan tidak terlepas dengan alam, terutama dikenal kuat menjaga tradisi dan ajaran dari leluhur serta menerapakan prinsip cinta tanah air sejak usia dini.
"Film ini hadir dengan dilatarbelakangi kegelisahan atas masifnya kerusakan lingkungan yang menyebabkan sejumlah bencana alam di Garut. Kemudian kami melihat ada sekelompok masyarakat adat Akur Sunda Wiwitan yang mampu mengamalkan nilai-nilai spiritualitas dan kesehariannya untuk senantiasa menjaga alam," ungkap Sahrul Imam, Rabu, 29 November 2023, dikutip dari siaran pers yang diterima bandungbergerak.id.
Sahrul menjelaskan, di satu sisi kita melihat bahwa masyarakat Akur Sunda Wiwitan ini termasuk kelompok rentan terkena tindakan diskriminasi dan stereotip negatif, akan tetapi mereka justru bisa menjadi contoh yang baik dari permasalahan yang ada di daerahnya, terutama berkaitan dengan menjaga alam.
"Keberadaan masyarakat Akur Sunda Wiwitan ini kerap kali tidak dilihat, bahkan masih distempel berbagai stereotip dan informasi negatif. Melalui media foto dan film dokumenter kami ingin berupaya mengkonstruksi sebuah realita tentang kehidupan masyarakat yang sebenernya terutama dalam menjaga alam,” kata Sahrul.
Koordinator Sajajar Usama Ahmad Rijal mengatakan, Kabupaten Garut merupakan daerah rawan bencana dan tingkat intoleransinya lumayan tinggi. Melalui film tersebut, ia mengajak agar semua pihak bisa mengkampanyekan toleransi dan menjaga lingkungan.
"Film merupakan media kampanye positif yang efektif, dan tentunya film ini diharapkan bukan hanya sekadar tontonan tapi juga tuntutan," kata Rizal.
Rizal menjelaskan, di tengah musim politik, agama kerap dipolitisasi. Atas dasar itu, diperlukan langkah serius untuk memastikan narasi damai yang mengandung muatan toleransi beragama jelang pemilu 2024.
"Melalui kegiatan Sajajar Festival dan film tersebut kami ingin mengajak publik agar bersama-sama melawan dan terus meningkatkan kewaspadaan terhadap intoleransi di tengah musim politik ini," ujarnya.
Sesepuh Warga Adat Akur Sunda Wiwitan Abah Endan menyampaikan, pihaknya sangat merasa bersyukur dan bahagia karena kehidupan warga adat Akur Sunda Wiwitan bisa dibuatkan pameran foto dan film dokumenter sebagai bagian dari melestarikan kebudayaan Sunda.
“Selaku sesepuh dan mewakili seluruh warga masyarakat mengucapkan banyak rasa terima kasih, kami sangat merasa bahagia dan bersyukur kehidupan masyarakat adat diangkat menjadi film dokumenter serta ada acara nonton bareng warga,” jelas Endan.
Kegiatan Sajajar Festival dengan tema “Menjalin Kebersamaan dalam Keberagaman” ini dimeriahkan pameran foto karya Sahrul Imam, dihadiri peserta dari komunitas lintas iman, organisasi kepemudaan, akademisi, dan mahasiswa untuk ikut terlibat menjalin persaudaraan dalam keberagaman.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca lebih lanjut tulisan Iman Herdiana atau artikel-artikel tentang Keberagaman