• Buku
  • BUKU BANDUNG #71: Ancika Pacarnya Dilan, dari Novel ke Layar Lebar

BUKU BANDUNG #71: Ancika Pacarnya Dilan, dari Novel ke Layar Lebar

Ancika memanah hati Dilan di masa kuliah. Di sini Dilan adalah mahasiswa yang aktivis, tidak lagi barbar sebagai geng motor.

Novel Ancika karya Pidi Baiq (Pastel Books, September - 2021). (Foto: Raihan Malik/BandungBergerak.id)

Penulis Raihan Malik4 Februari 2024


BandungBergerak.id - Pidi Baiq dikenal sebagai sosok serba bisa. Dia menulis novel, buku nonfiksi, dosen, ilustrator, komikus, musisi , dan pencipta lagu. Dan bagi saya Ayah Pidi merupakan pena yang menuangkan tinta ke seluruh tulisan. Salah sat novelnya berjudul Ancika: Dia yang Bersamaku Tahun 1995. Novel 344 halaman ini merupakan installment ke-4 dari universe Dilan yang telah diangkat dalam film layar lebar.

“Dia memang punya masa lalu, tetapi saya punya Dilan,” kata Ancika.

Tokoh Ancika Mehrunisa Rabu atau Amer atau Cika atau si Teteh ini sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi para penggemar Dilan. Karakter ini sudah pernah muncul di novel-novel Dilan sebelumnya, bahkan di film Milea: Suara Dari Dilan (extended version), Ancika sempat mucul walaupun hanya sebagai cameo dan diperankan oleh Steffi Zamora.

Pidi Baiq yang biasa disapa Ayah menulis Ancika dengan gaya yang tidak jauh berbeda dengan novel-novel sebelumnya. Tapi dari sisi kepenulisan, pria kelahiran Bandung 52 tahun silam ini upgrade banget dibandingkan dengan tiga novel sebelumnya. Dan tokoh utama kita ini teteh Ancika merupakan anak SMA, nggak bedalah ya dengan 3 novel sebelumnya yang juga merupaan anak SMA, Milea dan Dilan.

Ancika merupakan tokoh yang memiliki karakter kuat kemudian memiliki idealisme yang tinggi dan sangat berkomitmen, bagi kalian yang mengidolakan Dilan karena gombalan-gombalannya maka siap-siap untuk agak kecewa karena di novel kali ini Dilan gak banyak bergombal ria, gak banyak bikin baper, walaupun sebenarnya ada beberapa adegan yang ngebaperin banget sih, tapi yang pasti nggak seperti di 3 novel sebelumnya. Mungkin karena tokoh Dilan di sini sudah bukan anak SMA lagi, sudah kuliah, sudah bekerja, sudah dewasa, sehingga cara pemikirannya pun ya ga kayak anak SMA.

Jadi di sini saya merasa Dilan lebih bisa berpikir jernih walaupun di beberapa kondisi tertentu dia masih kebawa tuh jiwa panglima tempurnya, jiwa geng motornya; dan yang menarik adalah bahwa Dilan ini ternyata mempunyai pengaruh yang cukup besar di Bandung pada saat itu. Dilan ini merupakan sosok yang begitu dihormati, begitu disanjung walaupun memang cerita-cerita negatif semasa dia masih aktif di geng motor ini masih banyak digunjingkan yang membuat teteh Ancika bimbang.

Di novel ini Pidi Baiq lebih banyak telling, lebih banyak mengungkapkan apa yang ada didalam pikiran seorang Ancika. Meski berisi 344 halaman, novel ini bisa banget kalian baca dalam waktu sehari.  Saya, karena dengan beberapa kesibukan, baru bisa menyelesaikan membaca novel ini tiga hari tanpa merasa kehilangan momen.

Ciri khas Dilan di sini masih sangat kental dengan cara berpikirnya yang nyeleneh, lelucon-lelucon khasnya, dan kecerdasannya. Peran Dilan tidak terlalu banyak porsinya karena ini merupakan novel yang menceritakan Ancika sebagai point of view (pov) sehingga penggalian cerita lebih banyak dari sisi Ancika.

Di novel ini ga akan banyak quote-quote seperti di novel-novel Dilan sebelumnya, tapi memang ada beberapa kalimat atau beberapa quote yang kuat banget yang bisa menjadi ciri khas dari novel Ancika ini. Saya paling terkesan pada surat Dilan untuk Ancika. Dan satu lagi yang menjadi ciri khas dan tidak mudah dilupakan dari novel Ancika ini adalah pesan terakhir Bunda untuk Dilan:

“Dilan berhak atas sejarah hidupnya. Cika juga sama begitu. Dilan punya waktunya sendiri bersama orang-orang di dalam hidupnya, baik sekarang maupun di masa lalu, sebagai sesuatu yang mungkin harus Dilan lalui” (hal: 288).

“Kebersamaanmu dengan Cika sekarang, tidak perlu dianggap sebagai uji kecocokan untuk memilih mana yang terbaik di antara Cika dan Lia, atau dengan siapa punlah di dunia ini” (hal: 289).

Ada banyak tokoh-tokoh baru dalam novel ini yang merupakan orang-orang terdekat Ancika seperti Indri Artati, Bagas, Ipul, Iksan, kang Yadit, mang Anwar, Mamah, Papah, Abah, Emak, dan banyak lagi. Ada juga beberapa tokoh yang diceritakan di 3 novel sebelumnya yang merupakan orang-orang terdekat Dilan

Pidi Baiq piawai dalam membentuk karakter dan tokoh-tokoh. Buat kalian yang bukan keturunan Jawa Barat atau tidak mengerti bahasa Sunda ada beberapa hal yang mungkin tidak dijelaskan secara lebih rinci lagi, ada beberapa istilah Sunda yang mungkin kalian bisa googling agar sedikit paham “oh maksudnya begini”.

Saya yakin akan keluar novel berikutnya dari sudut pandang Dilan dan itu harus, karena di novel ini juga sempat di notice bahwa Dilan mengalami beberapa perubahan pemikiran khususnya dalam hal politik. Hal ini sangat harus dijelaskan. Tak cukup di situ, ada kejutan satu lagi ketika kalian selesai membaca buku ini, saya berani jamin kalian mulai bisa memprediksi siapa sebenernya Dilan itu.

Film Ancika hasil adaptasi dari novel Ancika karya Pidi Baiq. (Tangkapan Layar)
Film Ancika hasil adaptasi dari novel Ancika karya Pidi Baiq. (Tangkapan Layar)

Alih Wahana Menjadi Film

Novel Ancika kemudian difilmkan. Roman remaja ini cukup ringan dan menghibur. Dilan yang sekarang sudah menjadi mahasiswa, harus kembali memulai hidup baru termasuk membuka hatinya untuk perempuan lain. Kisah cinta yang rumit dimulai ketika Dilan bertemu seorang anak SMA bernama Ancika, gadis cuek, dingin, dan tomboy yang akhirnya membawa hubungan mereka lebih jauh dan mereka kemudian lebih dekat dan berpacaran.

Konfliknya kurang lebih sama kayak di film DILAN 1990, ada karakter penghalang kisah romansa antara Dilan dan Ancika yaitu Kang Yadit yang berusaha mendekati Ancika, ada juga subplot tentang Dilan yang sekarang kuliah di ITB sudah nggak gabung geng motor lagi, tapi jadi aktivis kampus; ada juga temen sekelasnya Ancika, Indri yang sayangnya kemunculannya tuh agak repetitif.

Dari alur ceritanya nggak ada yang beda dengan versi Dilan sebelumnya, malah menurut saya di film Ancika ini alur ceritanya terlalu cepat kayak pengin buru-buru nunjukin aja kalau ending-nya yang harus sama Dilan itu ya Ancika. Di beberapa bagian perlu saya akui bahwa versi terbaru ini terkesan lebih baik, lebih fresh, dan tentu saja lebih dewasa.

Di sini juga karakter Dilan terasa kurang kuat karena memang spotlight di film ini adalah Ancika, sesuai dengan judul filmnya. Namun sosok Dilan ini sih yang menurut saya yang sulit banget diterima masih kebayang bayang sosok Dilan versi Iqbaal Ramadhan. Tapi terlepas dari itu semua, Arbani cukup berhasil menjadi Dilan versi dewasa yang lebih calm down, nggak barbar kayak di Dilan versi Iqbaal gitu ya walaupun masih tetap seram hobinya masih mempersekusi orang.

Meskipun sulit, Dilan dengan karakternya yang lucu, santai, tapi berwibawa tetap berusaha keras untuk mendapatkan hatinya Ancika. Arbani sangat bagus, cocok, dan pas memerankan karakter Dilan di versi dewasanya, vibes Dilan yang diperankan oleh Arbani ini itu bener-bener beda banget menurut saya, ini lebih pas dan bagus aja gitu ngelihatnya dan saya juga suka dengan logat Sundanya Arbani yang terdengar lebih kental aja gitu. Walaupun ada beberapa dialog bahasa Sunda dari beberapa karakter yang kelihatan banget nih belum luwes gitu ya.

Ditambah lagi penampilan dari Zee JKT48 yang cukup menarik perhatian, ini jujur lebih gemes, lebih cantik, keren, juteknya, lucu banget. Di sini Zee bermain dengan sangat apik sebagai Ancika dan itu benar-benar menjadikan film drama romance yang sangat menarik untuk ditonton.

Terakhir ngomongin soal visualisasi film yang terasa kurang konsisten untuk ngasih kesan tahun 90-an. Penyakit film Ancika masih sama nih kaya film-film pendahulunya Dilan yang terkadang kurang detail buat ngasih kesan jadulnya; entah itu dari pemilihan properti, set lokasi, pemilihan baju, dan model rambut yang terkesan terlalu modern.

Meskipun mengganti seluruh pemainnya namun film Ancika ini terasa sulit untuk tidak kita banding-bandingkan dengan film pendahulunya.

Baca Juga: BUKU BANDUNG #68: Potret Gerakan Mahasiswa Bandung 1960-1967
BUKU BANDUNG #69: Menyingkap Dampak Perundungan Lewat Buku Foto Bully
BUKU BANDUNG #70: Tilik Bantala Hawa, Bukan Sekadar Dongeng Pengantar Tidur

Film Ancika hasil adaptasi dari novel Ancika karya Pidi Baiq. (Tangkapan Layar)
Film Ancika hasil adaptasi dari novel Ancika karya Pidi Baiq. (Tangkapan Layar)

Analisis Komparatif 

Tokoh Ancika disajikan dengan kompleksitas dan idealisme yang kuat melalui narasi novel. Pidi Baiq berhasil memberikan wawasan yang lebih mendalam terhadap tokoh ini. Sementara itu, pemikiran jernih dan matang Dilan dalam novel ini mencerminkan evolusinya menjadi mahasiswa yang menjelajahi tema-tema dewasa dan politik. Gaya bahasa khas Pidi Baiq tetap hadir dengan keunikan nyeleneh, lelucon berbobot, menjadikan Ancika sebagai karya sastra yang menghibur dan memberikan sudut pandang baru terhadap universe Dilan.

Meskipun menghadirkan nuansa budaya Sunda, memiliki kekurangan dalam menjelaskan beberapa istilah dan nuansa budaya tersebut secara rinci, mungkin membingungkan pembaca yang tidak akrab dengan konteks tersebut. Selain itu, keterbatasan peran Dilan sebagai tokoh utama tampak, meskipun terdapat perubahan menarik dalam pemikirannya. Fokus pada Ancika mungkin membuat penggemar Dilan merasa kurang puas dengan perkembangan karakternya. Terdapat pula keluhan tentang minimnya quote yang menonjol, menciptakan rasa kangen terhadap kekhasan kata-kata yang melekat pada karakter Dilan seperti dalam novel Dilan sebelumnya.

Penampilan yang cocok dari aktor dan aktris, terutama Arbani Yasiz dan Zee JKT48 berhasil memberikan interpretasi yang mendalam pada karakter Dilan dan Ancika, menghidupkan kisah cinta mereka melalui akting yang menyentuh. Penggunaan visual dalam menciptakan atmosfer tahun 90-an juga berhasil menarik perhatian, meskipun terdapat beberapa kritik terhadap konsistensi visual. Selain itu, film menyajikan cerita romance remaja yang menghibur dan memikat perhatian penonton, meskipun dengan alur yang cepat.

Beberapa kekurangan yang perlu diperhatikan. Fokus terbatas pada satu sudut pandang, yaitu Ancika, dapat membuat sebagian penggemar merasa kurang lengkap dalam memahami perjalanan kisah cinta antara keduanya. Selain itu, alur ceritanya terlalu cepat alias buru-buru. Film ini mungkin tidak sesuai dengan selera semua penggemar Dilan, terutama bagi yang mencari lebih banyak elemen gombal dan keisengan seperti pada film Dilan sebelumnya. Potensi ketidaksesuaian dengan ekspektasi pembaca novel Ancika juga menjadi catatan, karena film sering kali memerlukan penyesuaian untuk menyatu dengan elemen visual dan dramatisasi.

Membaca novel "Ancika: Dia yang Bersamaku" bukan sekadar pengalaman membaca, melainkan sebuah ekspansi mendalam ke dalam universe Dilan yang telah diciptakan oleh Pidi Baiq. Bagi para penggemar Dilan, Ancika membuka lapisan baru dalam kisah yang telah menjadi fenomena, memberikan pandangan yang lebih meluas terhadap dunia karakter yang mereka kenal. Dengan pengalaman emosional yang mendalam, novel Ancika menghadirkan kisah cinta yang penuh tantangan dan kebahagiaan, membawa pembaca pada perjalanan melalui masa-masa kritis dalam kehidupan tokoh-tokoh yang dicintai.

Lebih dari sekadar cerita cinta, Ancika memberikan refleksi yang unik terhadap perubahan karakter Dilan. Dari remaja yang nakal hingga menjadi sosok yang dewasa dan berwibawa, perjalanan karakter Dilan menghadirkan kesempatan bagi penggemar untuk melihat evolusi yang menarik dalam kehidupannya. Ancika bukan hanya sebuah novel, melainkan jendela yang mengungkapkan dimensi-dimensi baru dalam perjalanan cinta dan pertumbuhan karakter yang begitu dikenal dalam universe Dilan.

Informasi Buku

Judul: "Ancika: Dia Yang Bersamaku Tahun 1995"

Penulis: Pidi Baiq

No. ISBN: 9786026716897

Penerbit: Pastel Books 

Tanggal terbit: September - 2021

Jumlah Halaman: 344

Berat: 350 gr

Jenis Cover: soft cover

Kategori: Romance

Text Bahasa: Indonesia

*Kawan-kawan dapat membaca lebih lanjut tulisan Raihan Malik atau artikel lain tentang BUKU BANDUNG 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//