• Buku
  • BUKU BANDUNG #69: Menyingkap Dampak Perundungan Lewat Buku Foto Bully

BUKU BANDUNG #69: Menyingkap Dampak Perundungan Lewat Buku Foto Bully

Perundungan atau bullying memiliki jangka negatif panjang pada anak. Anak yang dirundung cenderung balas dendam. Stop bullying dari sekarang!

Jilid depan buku Bully, penulis Nissa Rengganis, Toni Handoko, Wanggi Hoediyanto (Raws Syndicate, Bandung, 2023). (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Penulis Virliya Putricantika31 Desember 2023


BandungBergerak.idBuku foto dengan sampul warna merah dengan mudah memikat mata. Namun yang ajaib, buku berjudul BULLY ini bisa dibaca dari halaman belakang tanpa mengurangi satu makna pun. Entah disengaja atau tidak, tapi ‘kebetulan’ membuka satu per satu halaman dari bagian belakang terasa lebih menakjubkan.

Toni Handoko berhasil menampilankan foto hitam putih yang syarat akan makna. Pengaturan cahaya dan eksplorasi lensa yang tidak rumit, jelas mempermudah penikmat buku foto BULLY untuk memahami makna dari setiap visual yang tersaji.

Tidak ada banyak teks di buku ini. Tidak banyak paragraf-paragraf deskriptif. Hanya kalimat tanya yang mengiringi setiap frame foto. Nisa Rengganis, pegiat sastra dari Cirebon, menyusun teks-teks tersebut secara apik.

Bully atau perundungan sering memanfaatkan relasi kuasa seseorang terhadap individu yang dianggap lemah. Praktik perundungan bahkan kerap terjadi di lingkungan pendidikan atau sekolah.

Meski perilaku merundung masih saja terlihat seperti angin lalu yang memungkinakan pelaku melakukan hal yang sama untuk kesekian kalinya. Namun, dampak bully tidak bisa dianggap sepele. Seperti ditunjukkan ekspresi-ekspresi dalam 20 foto yang ditampilkan Wanggi Hoed, seniman pantomim yang turut terlibat dalam proyek buku foto ini.

Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam rentang waktu Januari hingga Agustus 2023, terdapat 2.355 kasus pelanggaran perlindungan terhadap anak. Perundungan merupakan jenis permasalahan ketiga yang paling banyak setelah pelecehan seksual dan kekerasan fisik dan psikis.

Baca Juga: BUKU BANDUNG #66: Menilik Dinamika Pemilu 1999 di Bandung
BUKU BANDUNG #67: Kisah Penanam Emas Hijau di Priangan
BUKU BANDUNG #68: Potret Gerakan Mahasiswa Bandung 1960-1967

Mengingat Kembali

Membaca buku Bully mengingatkan saya di masa sekolah dasar. Siswa pindahan dan paling bontot di angkatan rasanya menjadi sasaran empuk untuk dijahili atau bahkan disakiti. Tidak butuh waktu lama, minggu kedua ada di sekolah baru itu saya sudah disambut kepalan tangan anak laki-laki kawan sekelas. Dampaknya? Saya tidak mau bersekolah.

Di tahun-tahun saya sekolah SD teknologi belum secanggih hari ini di mana kasus-kasus perundungan di sekolah bisa sangat cepat tersebar, viral. Berbagai cara dilakukan wali kelas dan orang tua demi anak pindahan yang berusia enam tahun ini agar bisa belajar lagi. Salah satu solusinya adalah memindahkan saya ke kelas lain agar tidak bertemu anak lelaki itu.

Kasus yang saya alami mungkin masih sederhana. Di awal tahun 2023, seorang anak berusia 11 tahun memutuskan mengakhiri hidupnya karena dirundung temannya. Mempertanyakan alasan tindak bullying terhadap individu tertentu tidak pernah mendapatkan jawaban yang pasti.

Bisa saja seperti yang digambarkan di halaman buku ini. Mungkin dia merasa yang paling hebat atau berkuasa di lingkungannya. Namun, bisa juga karena pelaku bullying mencari perhatian di sekitarnya dengan cara menyakiti orang lain.

Bertahan melewati hari-hari dengan perundungan tidak sesingkat yang diharapkan. Nyatanya, saya masih bisa mengingat kejadian itu cukup baik. Sudah pasti menyebalkan, tapi sejak hari itu saya mengupayakan setidaknya tidak mengganggu kenyamanan orang lain.

Bagian isi buku Bully, penulis Nissa Rengganis, Toni Handoko, Wanggi Hoediyanto (Raws Syndicate, Bandung, 2023). (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)
Bagian isi buku Bully, penulis Nissa Rengganis, Toni Handoko, Wanggi Hoediyanto (Raws Syndicate, Bandung, 2023). (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Peran Orang Dewasa

Kasus perundungan yang pelakunya tidak jarang masih duduk di bangku sekolah, pada dasarnya masih perlu dididik dengan sebaik-baiknya. Orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya harus sadar dengan tanggung jawabnya.

Bullying tidak pernah bisa dianggap sama dengan candaan biasa. Payung hukumnya sudah termuat di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) nomor 35 tahun 2014.

Informasi tersebut memang belum termuat dalam buku foto Bully. Ketiga seniman (Toni Handoko, Nisa Rengganis, dan Wanggi Hoed) telah melakukan roadshow ke beberapa sekolah untuk bertukar pandangan terkait bullying.

“Sebab, mereka para korban bullying berpotensi jadi pelaku bully dengan mengembangkan keinginannya membalas dendam,” tulis Nissa Rengganis dalam prolog buku.

Penanganan perundungan sejak awal, membuka ruang aduan, dan layanan pendampingan untuk korban bullying akan mengubah keputusan mereka untuk melanjutkan hari-harinya.

Informasi Buku

Judul: Bully

Penulis: Nissa Rengganis, Toni Handoko, Wanggi Hoediyanto

Penerbit: Raws Syndicate, Bandung

Cetakan: I, 2023

Tebal: 82 halaman

*Kawan-kawan bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Virliya Putricantika atau artikel tentang Perundungan

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//