Nyala Api Aksi Jalan Kaki dari Bandung untuk Palestina
Orang-orang muda Bandung melakukan aksi jalan kaki sebagai protes terhadap penjajahan Palestina oleh Israel. Dibacakan monolog tulisan warga Palestina.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah2 Maret 2024
BandungBergerak.id - Satu-satunya lawan kolonialisme adalah solidaritas. Begitu juga dengan Palestina yang membutuhkan solidaritas karena berada dalam cengkeraman kolonialisme Israel. Solidaritas bisa dilakukan dengan banyak cara, seperti yang dilakukan orang-orang muda dan pegiat seni Kota Bandung yang melakukan aksi berjalan kaki sepanjang 3 kilometer.
Aksi solidaritas berjalan kaki dimulai di Monumen Dasasila Bandung sebagai pemaknaan terhadap kehidupan dan perjuangan rakyat Palestina. Dasasila Bandung sendiri amanat Konferensi Asia Afrika yang antikolonialisme.
Wanggi Hoed, salah seorang seniman dalam aksi solidaritas, mengatakan solidaritas tidak hanya memberikan semangat sesaat. Seperti api, solidaritas harus terus menyala dan menyebar ke mana-mana. Semangat ini sesuai dengan tema solidaritas, yakni “Jalan Api Jejak Tubuh”, sebuah aksi dengan medium seni untuk menolak penjajahan.
“Karena konsepnya adalah jalan kaki, merupakan api-api yang kecil kemudian menyebar,” terang Wanggi, Sabtu, 2 Maret 2024.
Pantauan BandungBergerak.id, peserta aksi solidaritas Jalan Api Jejak Tubuh melakukan kampanye secara damai di sepanjang perjalanan. Mereka membawa alat peraga kampanye dengan pesan agar perang di Palestina bisa berhenti, penjajahan di Timur Tengah tersebut harus dihentikan.
Daerah monument Dasasila Bandung dipilih karena masih berada di kawasan Jalan Asia Afrika. Kota Bandung merupakan ibu kota Asia-Afrika sekaligus ibu kota antipenjajahan yang memiliki roh antikolonialisme.
Dari Gedung Dasasila, peserta berjalan ke Simpang Lima hingga berhenti di Jalan Garut. Simbol-simbol Palestina mendominasi atribut aksi. Diharapkan aksi ini memancing renungan warga bahwa kolonialisme masih terjadi di era modern ini.
Wanggi mengatakan, banyak pihak yang dibutakan hatinya atas kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Palestina. “Betapa beratnya padahal seluruh dunia membuktikan, tapi ternyata dibutakan matanya. Hatinya dan akal sehatnya,” beber seniman pantomime ini.
Sejak 7 Oktober 2023 hingga 2 Maret 2024, jutaan orang mengalami kekerasan secara brutal oleh imperialis Israel. Impunitas rezim Zionis Israel semakin langgeng berkat dukungan Amerika Serikat.
“Sekaranglah waktunya untuk bertindak, sudah melihat aksi-aksi yang masif solidaritas di setiap negara. Kita mengambil momen 2 Maret karena beberapa negara melakukan hari ini,” jelas Wanggi.
Solidaritas ini ditutup dengan monolog dari Zulfa Nashrullah. Ia membacakan tulisan Tamer Najem, warga Palestina kelahiran 1993.
“Ketika perang dimulai di Gaza, semua media fokus pada kami; Al-Jazeera, Al-Arabiyyah dan semua saluran satelit tertuju pada Gaza, dan pendudukan tidak akan membiarkan kami sendirian,” ucap Zulfa.
Tamer Najem, dalam pembacaan Zulfa, menyebutkan Gaza serupa kotak korek api. Orang-orang Palestina ibarat batang-batang korek api yang siap menyala.
Pemberitaan soal Gaza tak jauh dari kabar tentang kematian. “Berita terbaru: Kematian Mohammed Al-Hindi. Dan itu tidak normal karena Mohammaed itu adalah pamanku, saudara perempuan ibuku.”
Palestina dalam Dekapan Bandung
Palestina dan Netizen yang Nirempati dalam Bermedsos
Dampak Ekonomi Penjajahan Israel Atas Palestina
Dampak konflik Palestina memang tak meluas seperti ketika Rusia menginvasi Ukraina. Palestina bukanlah negara penghasil minyak utama. Berbeda dengan Rusia yang memiliki peran sebagai produsen energi utama dan dan Ukraina yang merupakan negara pengekspor utama biji-bijian dan pupuk. Akan tetapi perang di Palestina tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.
“Jika konflik Israel-Palestina ini semakin meluas, maka pada akhirnya hal ini tentu akan dapat mengancam ekonomi dunia dan berpotensi untuk menciptakan sebuah krisis ekonomi dengan rasio yang tak terbayangkan,” tulis Patrica Rachelle, mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, dikutip dari esainya yang tayang di BandungBergerak.id.
Ia berharap pemimpin dunia perlu mempersiapkan diri dengan menggeluarkan kebijakan agar bisa menggurangi dampak dari konflik ini. Menurutnya, tidak ada yang tahu secara pasti bagaimana konflik ini akan berjalan ke depannya. Mungkin saja di hari-hari ke depan konflik ini akan melibatkan negara-negara Timur Tengah lainnya yang dapat mempengaruhi kestabilan harga minyak bumi.
“Lebih baik berjaga-jaga dengan kebijakan yang tepat daripada harus mengalami krisis yang lebih parah di sektor ekonomi. Hal ini dikarenakan sektor ekonomi global dapat berpengaruh ke bidang-bidang lainnya,” terang Patrica Rachelle.
*Kawan-kawan dapat menikmati karya-karya lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau juga artikel-artikel lain tentang Penjajahan Palestina oleh Israel