• Berita
  • Rantai Ekspor Kopi Jawa Barat Menyulitkan Para Petani Perkebunan Rakyat

Rantai Ekspor Kopi Jawa Barat Menyulitkan Para Petani Perkebunan Rakyat

Pemerintah selalu mengklaim mendukung kesejahteraan petani kopi. Kenyataannya, mereka kesulitan akses mulai dari produksi hingga ekspor.

Petani memanen buah kopi di salah satu perkebunan di Jawa Barat, 2023. (Foto Ilustrasi: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah5 Maret 2024


BandungBergerak.id - Para petani kopi Jawa Barat menunjukkan eksistensinya dengan melakukan ekspor hasil panen mereka ke luar negeri. Ekspor ini diklaim berkat andil pemerintah yang mendukung kesejahteraan petani kopi. Meski demikian, masih banyak petani kopi di Priangan yang membutuhkan perhatian khusus dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.

Ekspor kopi dilakukan Kelompok Tani Wanoja Jawa Barat. Kopi jenis arabika dikirim secara mandiri ke Arab Saudi dengan besaran 7 ton atau senilai 72.705 dolar AS (sekitar 1,4 miliar rupiah).

Ketua Kelompok Tani Kopi Wanoja Eti Sumiati menuturkan, bukan kali ini saja pihaknya mengekspor kopi. Sebelumnya, ekspor dilakukan melalui eksportir, sekarang dilakukan tanpa perantara.

“Sebelumnya kirim 2 sampai 3 ton ke negara lain, nitip. Tapi sekarang 7 ton bisa kirim langsung ke Arab Saudi," kata Eti, dikutip dari keterangan resmi Pemprov Jawa Barat, diakses Senin, 4 Maret 2024. 

Sementara itu, Kepala Bidang Usaha Kecil Dinas KUK Jawa Barat Ucup menyebutkan, dengan ekspor ini kualitas kopi Jawa Barat semakin diakui dunia. Menurut Ucup, pada tahun 2022 Jawa Barat menempati peringkat ke-13 dalam mengeskpor kopi, dan pemerintah provinsi Jawa Barat akan mendorong meningkatkan kesejahteraan petani untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat.

Perkebunan Kopi Rakyat

Tidak semua tanah Pasundan menjadi penghasil kopi. Data dari Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Jawa Barat menyatakan, rentang tahun 2013-2021 ada tiga wilayah penghasil kopi di antaranya Kabupaten Bandung (62.390 ton), Kabupaten Bogor (28.320 ton), dan Kabupaten Garut (22.548 ton).

“Kabupaten Bandung menjadi daerah dengan jumlah produksi kopi terbanyak di Jawa Barat,” demikian keterangan resmi Diskominfo Jawa Barat, diakses Senin, 4 Maret 2024.

Dari jumlah tersebut, di Jawa Barat terdapat 3 kategori perkebunan kopi dengan tiga jenis kepemilikannya yang dimiliki oleh negera, swasta, dan rakyat. Luasan lahan milik negara dan rakyat terbesar ada di Kabupaten Bandung. Namun, yang terbanyak tetap milik perkebunan rakyat dengan hasil panen mencapai 174.360.

Baca Juga: Petani Kopi Gagal Panen karena Terdampak Perubahan Iklim
Upah Buruh-buruh Kafe di Bandung Sepahit Biji Kopi
Melacak Pengaruh Kopi dan Sistem Priangan pada Kebudayaan Sunda

Rantai Ekspor Berbelit

Luasan lahan dan besaran produksi kopi di Kabupaten Bandung masih menyimpan problematika terkait kesejahteraan rumah tangga petaninya. Hal ini dialami oleh sebagain petani di daerah penghasil kopi arabika di Kecamatan Pangalengan.

Rizka Tri Rachmawaty, Hafid Setiadi, Andry Rustanto menyatakan, para petani di daerah Pangalengan berada pada tahap tidak sejahtera, bahkan terancam kemiskinan. “Fenomena kemiskinan pada kalangan petani kopi di Kecamatan  Pangalengan pun masih banyakdi temukan, walaupun upaya pembangunan pertanian dalam meningkatkan kesejahteraan petani sudah dilakukan,” jelas Rizka dkk. dalam artikel Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Kopi Berdasarkan Hambatan Ruang dan Karakteristik Hasil Petani Kopi di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung.

Meski sudah ada upaya peningkatan dan kesejahteraan petani kopi, mereka masih menghadapi kendala dari alam dan lingkungan. Kendala dari alam dan lingkungan terletak pada aksesibilitas mereka dalam menentukan moda transportasi dari tempat asal ke tujuan untuk mengangkut hasil produksi.

“Aksesibilitas menjadi salah satu faktor terpenting untuk menentukan besar  kecilnya keuntungan yang didapat oleh petani dalam mengangkut hasil produksinya,” jelasnya.

Kondisi akses Pangalengan yang masih memiliki jalan tanah (bukan aspal) menjadi faktor hambatan untuk melakukan kegiatan usaha para petani kopi. Pemilihan moda transportasi dapat mempengaruhi lamanya waktu yang ditempuh petani ke pasar.

“Sehingga pemilihan moda dan waktu yang ditempuh dapat berpengaruh terhadap biaya transportasi serta keuntungan yang akan didapatkan dari usaha tani kopi,” ungkap para peneliti asal Universitas Indonesia ini.

Selain permasalahan dalam moda transporatasi yang menghambat petani kopi, aliran rantai pasok kopi untuk mengekspor ke luar negeri mengalami hambatan yang sangat rumit. Hal ini diungkapkan oleh Rakhmat Ceha, Dzikron, dan Shinthia Riyanto, dalam Identifikasi Permasalahan Rantai Pasok pada Komoditas Kopi di Jawa Barat.

“Permasalahan yang terjadi saat ini adalah panjangnya sistem pendistribusian yang berdampak pada rendahnya pendapatan di tingkat petani,” tulis mereka, dalam Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat vol 7 no.2 tahun 2017.

Panjanganya aliran distribusi kopi ini digambarkan oleh para peneliti Unisba tersebut mulai dari petani, koperasi, asosiasi, pengusaha industri, pemerintahan, hingga instansi. Kondisi ini ditambah dengan penanganan distribusi dalam suatu wilayah juga didukung oleh ketersediaan fasilitas dan sumber daya yang menjadi faktor pembeda.

“Perputaran uang di tingkat petani dalam upaya pembangunan ekspor kopi langsung dari Jawa Barat menjadi salah satu penyebab tidak dilakukannya ekspor kopi dari Jawa Barat,” katanya.

Sementara itu, pengusaha eksportir sendiri masih dikuasai oleh perusahaan swasta melalui Medan dan Semarang. Para petani yang ingin mengekspor masih menggunakan jasa para eksportir ini.

“Rantai perdagangan di tingkat lokal saat ini terlalu berbelit-belit, sehingga membuat harga kopi di tingkat petani kurang menjanjikan. Dengan dilakukannya ekspor langsung dari Jawa Barat ke tingkat internasional harga kopi akan jauh lebih baik, selama ini ekspor biji kopi Jabar melalui Surabaya dan Medan sebelum ke negara tujuan. Dengan ekspor langsung bisa meningkatkan harga jual biji kopi di tingkat petani dan membantu para petani untuk tetap bertahan menanam kopi,” terang para peneliti.

*Kawan-kawan dapat menikmati karya-karya lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau juga artikel-artikel lain tentang Petani Kopi

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//