Menuntut Keadilan di Tanah Dago Elos ke Pengadilan, Ibu-ibu tak Bisa Tidur Demi Mempertahankan Rumah
Warga Dago Elos dimotori ibu-ibu kembali mendatangi PN Bandung. Mereka terus berjuang melawan penggusuran tanah oleh Keluarga Muller.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah8 Maret 2024
BandungBergerak.id - “Dago melawan, melawan setan tanah!” Yel-yel diteriakan warga Dago Elos di depan pintu gerbang Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Senin 5 Maret 2024. Warga, termasuk ibu-ibu, kembali mengguruduk gedung pengadilan di Jalan L.L.R.E Martadinata setelah aksi-aksi sebelumnya tak membuahkan hasil menggembirakan terkait perjuangan mempertahankan rumah dari ancaman penggusuran.
Kaum hawa Dago Elos paling depan melakukan aksi melawan perkara yang dipicu gugatan Keluarga Muller. Mereka melantangkan perlawanan terhadap penggusuran dengan membawa spanduk dan berorasi.
“Kami tak bisa tidur, seandainya ini menimpa keluarga kalian, atau anak cucuk kalian nanti bagaimana,” ujar seorang ibu, dengan toa di tangan.
Masih dalam orasinya, warga meminta pihak kepolisian sektor Bandung Wetan agar tidak menambah personel dan bisa menjembatani pertemua dengan pihak Ketua PN Bandung.
“Pak polisi personelnya gak usah ditambah ya. Kita mah gak akan anarkis pak. Orang-orang mau masuk aja pintunya digembok. Kami ibu-ibu semua pak. Pak Danu (polisi) bisa menjembatani kami, kami ingin ketemu Ketua PN Bandung,” seru seorang ibu Dago Elos.
Koordinator Dago Melawan Angga mengatakan, aksi hari ini murni dari warga dengan tujuan berdialog dengan Ketua PN Bandung. Tuntutan mereka masih sama, agar Ketua PN Bandung bisa menggeluarkan surat tidak dieksekusi (Non-Exucutable) dan menerbitkan izin akses kepada kuasa hukum dan pihak lainnya atas Penyidik Polda Jabar untuk membuka berkas perkara Dago Elos seperti diatur dalam UU.2 Tahun 1986.
Mediasi Tak Memberikan Solusi
Sambil menunggu kesediaan PN Bandung untuk mediasi, warga melaksanakan salat duhur. “Mudah-mudahan dengan doa yang terbaik bisa datang hasil yang terbaik,” kata Angga kepada warga.
Warga dibuat kecewa karena niat ingin bertemu Ketua PN Bandung tetapi malah ditemui Humas dan Juru Bicara PN Bandung, di antaranya Dalyusra, Taryan Setiawan, dan Anak Agung Gede Susila. Alih-alih bermediasi dengan warga selama 13 menit, pihak PN Bandung malah memberikan jawaban-jawaban normatif.
“Jawabannya normatif muter-muter. Kita walkout dari pertemuan,” tegas Angga.
Angga bersama beberapa warga yang ikut mediasi tak mendapatkan solusi apa-apa dari PN Bandung. Pengadilan dinilai telah keluar dari marwahnya sebagai penegak keadilan.
“Saya secara pribadi kalau pertanyaan tersebut bisa terjawab mungkin saja pertanyaan itu adalah sederhana jika memang pengadilan masih kukuh pada marwah pengadilannya,” ungkap Angga.
Setelah audiensi yang tidak membuahkan hasil, warga kembali melakukan orasi dan membentangkan spanduk tuntutan. “Dago Bersatu tak bisa dikalahkan,” teriak warga, di bawah langit gerimis.
Warga dari Forum Dago Melawan menegaskan tidak akan berhenti dan akan terus berusaha agar keadilan berpihak kepada mereka. “Pengadilan punya ketok keadilan bagi rakyat, keadilan itu tidak tercipta,” kata Angga.
Warga kemudian melakukan aksi simbolik dengan memberikan sampah ke PN Bandung. “Warga diminta meninggalkan bangunannya secara sukarela, apa bedanya kami dengan sampah. Atas dasarnya itulah pengadilan tidak jauh bedanya dengan sampah,” terang Angga.
Baca Juga: PN Bandung Harus Membatalkan Eksekusi Tanah Dago Elos
Aanmaning dan Ironi Pemilu bagi Warga Dago Elos
Warga Dago Elos Melengkapi Bukti-bukti Dugaan Pemalsuan Dokumen Tanah oleh Keluarga Muller
Kejanggalan Aanmaning
Warga menemukan sejumlah kejanggalan dalam surat Aanmaning dari pengadilan. Aanmaning adalah suatu proses dalam penyelesaian perkara dimana pihak-pihak tereksekusi dipanggil untuk menyampaikan kembali maksud dari tuntutan eksekusi dan mau melaksanakan putusan dengan sukarela.
Di dalam surat teguran ini, subjek individu para tergugat menggunakan pola acak yang kebenarannya tidak valid. Sebagian subjek ganda, bahkan banyak nama-nama yang sudah meninggal dunia ataupun tidak pernah berada di lokasi Dago Elos.
“Objek yang disengketakan diklaim dengan luasan 6,9 hektare namun tidak ada kejelasan batas objek dan tidak pernah dilakukan pemeriksaan setempat,” demikian pernyataan resmi tim advokasi Dago Elos.
Namun PN Bandung seolah tak menghiraukan fakta-fakta tersebut. Lembaga yang mendapat mandate rakyat untuk menegakkan keadilan justru menolak bersikap adil. Sebaliknya, PN Bandung menerbitkan surat Annmaning (teguran) kedua pada 19 Maret 2024.
“Pihak pengadilan juga tidak mau memberikan kesempatan bagi kuasa hukum Forum Dago Melawan dan Polda Jawa Barat untuk mengakses dan membuka lagi berkas perkara persidangan guna kepentingan penyidikan atas Pelaporan Dugaan Tindak Pidana Keluarga Muller bersaudara yang diajukan oleh warga ke Polda Jabar sejak bulan Agustus 2023. Padahal sudah jelas terdapat banyak sekali kejanggalan yang tercantum di sana yang dapat menjadi bukti dugaan tindak pidana,” ungkap tim advokasi.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel lain tentang Sengketa Tanah Dago Elos