• Kolom
  • CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #58: Stasiun Cicalengka yang Sekarang

CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #58: Stasiun Cicalengka yang Sekarang

Rekonstruksi Stasiun Cicalengka ada pada dua kutub yang berseberangan. Yang satu menghendaki bangunan lama diganti, lain mengatakan perlu dipertahankan.

Andrian Maldini Yudha

Pegiat Literasi di RBM Kali Atas

Kereta api berhenti di Stasiun Cicalengka lama, Kabupaten Bandung, Minggu, 7 Januari 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

25 Maret 2024


BandungBergerak.id – Stasiun Cicalengka, sebuah stasiun kereta kebanggaan masyarakat Cicalengka. Stasiun kereta yang keberadaannya banyak menyimpan memori-memori historis yang bahkan sudah eksis sebelum negeri ini merdeka.

Keberadaanya membawa sebuah peran sentral bagi masyarakat Cicalengka dalam menunjang sarana transportasi. Mengingat Cicalengka adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Bandung, secara geografis memiliki wilayah yang strategis dan menjadi bagian denyut peradaban dengan segala nilai-nilai sejarah yang terpatri di dalamnya.

Adalah stasiun Cicalengka yang diperkirakan sudah berdiri sejak 10 September 1884, adalah stasiun yang menjadi saksi bisu bagi peradaban-peradaban lampau di masa silam. Stasiun ini, dengan rekam jejak memorinya telah menjadi saksi bahwa, stasiun ini pernah menjadi salah satu stasiun yang berjasa dalam transportasi komoditi pada waktu itu.

Bangunan-bangunan seperti bekas-bekas pipa air, rel-rel kereta berkarat, dan konstruksi-konstruksi bangunan berkerucut yang kental dengan nuansa bangunan Belanda menjadi bukti bahwa sedemikian betapa pentingnya stasiun ini pada masa lalu. Namun pada hari ini, setelah stasiun Kereta Api Cicalengka mengalami rekonstruksi karena implikasi dari penambahan jalur kereta api ganda yang melintang dan menghubungkan antara Bandung dan Cicalengka, satu persatu artefak-artefak yang menjadi saksi sejarah itu perlahan-lahan mulai pudar.

Kini konstruksi-konstruksi bangunan yang menjulang tinggi mulai terlihat di wilayah stasiun Kereta Api Cicalengka. Bangunan-bangunan baru yang seakan merepresentasikan nilai-nilai kemodernan dan kemajuan, kini sudah mengubah wajah Stasiun Cicalengka.

Sungguh disayangkan. Stasiun yang telah beroperasi sejak lama ini tampaknya tidak menggubris nilai-nilai sejarahnya dalam rekonstruksi stasiun itu. Dengan nilai-nilai arsitektur kemodernannya, akhirnya sedikit-sedikit melibas bangunan-bangunan historisnya.

Tampaknya dengan segala dinamika zaman yang menuntut pada kemodernan, sedikit demi sedikit dinamika zaman itu menggigit dan mengubur nilai-nilainya yang kaya akan sejarah. Mereka menganggap usang dan jadul sebuah bangunan lama tanpa menilik kualitas nilai sejarah di dalamnya.

Lantas bagaimanakah tanggapan masyarakat Cicalengka mengenai ini? Apakah mereka menyambut secara antusias dengan keberadaan bangunan-bangunan baru yang kental dengan nuansa kemodernan, atau justru sebaliknya, mereka justru menyayangkan dan meratapi artefak-artefak bangunan-bangunan historis yang kini secara perlahan pudar?

Stasiun Cicalengka. (Foto: Andrian Maldini Yudha)
Stasiun Cicalengka. (Foto: Andrian Maldini Yudha)

Kemodernan yang Mengubur Nilai Historis

Waktu memang berjalan secara linier dan terus menatap pada masa depan dalam dinamika atau perkembangan zaman. Dengan pandangan waktu yang terus menatap masa depan dengan segala nilai-nilai kemajuan yang terbungkus dalam kemodernan, maka, nilai-nilai yang sudah ada atau bahkan sudah lama ada menjadi terpaksa harus pupus dan terkubur dalam lintasan waktu. Nilai-nilai yang sudah ada atau yang sudah lama ada itu, tatkala harus bergelut dengan waktu, akan usang. Biasanya kerap kali orang akan mengatakan itu dengan sebutan “jadul.”

Nilai-nilai sejarah yang meliputi artefak-artefak dan bangunan-bangunan tua yang ada di Stasiun Cicalengka, sebagian orang mengatakan sudah usang dan jadul dengan kemajuan zaman yang serba modern sekarang. Sehingga, sebagian orang mengatakan bahwa justru dengan adanya rekonstruksi pembangunan stasiun  Kereta Api Cicalengka ini adalah merupakan sebuah tanda kemajuan dari zaman kemodernan ini.

Katakanlah bangunan-bangunan tua yang berkerucut dan kental akan nuansa kolonialisme itu sudah tidak layak untuk digunakan di Stasiun Cicalengka, begitu pun dengan pipa-pipa air yang telah berkarat, dan konstruksi-konstruksi rel kereta api tua semua itu sudah harus diintegrasikan dengan kemodernan karena sudah ketinggalan zaman atau sudah jadul. Akan tetapi, ada pula sebagian orang yang menyayangkan. Mereka berpendapat dampak kemodernan ini justru mengubur dan memupuskan nilai-nilai historis yang ada di Stasiun Cicalengka.

Mereka merasa bahwa dengan adanya artefak-artefak dan bangunan-bangunan historis yang ada di stasiun Cicalengka tersebut, itu dapat menjadi pesan dan saksi dari peradaban masa lalu yang menyimpan sejuta nilai dengan segala peradabannya. Mereka menghendaki perlunya bangunan-bangunan tua dan artefak-artefak sejarah itu dipertahankan untuk menjaga nilai-nilai dan kelestariannya.

Mereka menganggap apabila ada yang mengatakan jadul dan perlunya diganti bangunan-bangunan tua itu, tidak pantas dikatakan jadul. Karena, bangunan-bangunan tua dan artefak-artefak itu bukan hanya bangunan dan artefak tanpa makna belaka. Lebih daripada itu, justru menyimpan sejuta nilai sejarah dan budaya yang tertanam di dalamnya. Sehingga sebagian dari mereka menolak keras dengan peniadaan dan memupuskan bangunan-bangunan tua yang kaya akan historis itu dalam rekonstruksi Stasiun Cicalengka. Justru dengan adanya bangunan-bangunan tua itu, dapat menjadi sebuah simbol dan pesan yang dapat kita pelajari dari peradaban masa lampau dan tentu tentang betapa pentingnya stasiun Kereta Api Cicalengka sebagai jantung peradaban pada masa itu.

Akhirnya dua tendensi yang berbeda pendapat tentang rekonstruksi pembangunan Stasiun Cicalengka ada pada dua kutub yang berseberangan. Yang satu menghendaki diganti, dan yang satu mengatakan perlu dipertahankan.

Dengan dinamika zaman sekarang yang serba modern memang sulit apabila kita tidak beradaptasi dengan zaman modern itu sendiri. Zaman selalu menuntut kita untuk mengganti yang lama dan berubah pada yang baru. Namun dalam konteks ini, dengan adanya bangunan-bangunan tua dan artefak-artefak sejarah yang ada di Stasiun Cicalengka tidak bisa begitu saja digusur dan dilibas oleh kedok kemodernan. Karena bangunan-bangunan tua dan segala artefak-artefaknya, itu bukan hanya bangunan-bangunan dan artefak-artefak semata, lebih daripada itu, di dalamnya terkandung sebuah nilai-nilai otentik yang kaya dan sarat akan makna peradaban pada masa itu.

Dengan adanya bangunan-bangunan tua tersebut. Justru dapat menjadi sebuah bukti dan saksi tentang sedemikian penting dan berpengaruhnya Stasiun Cicalengka bagi jantung dan denyut peradaban pada masa itu.

Tentu hal ini akan menyimpan nilai bagi eksistensi Stasiun Cicalengka itu sendiri dengan mempertahankan bangunan-bangunan yang sarat akan nilai historis tersebut. Dan masyarakat Cicalengka tentu bisa berbangga dengan keberadaannya, karena Stasiun Cicalengka bisa menjadi sebuah simbol dan ikon sejarah.

*  Tulisan kolom CATATAN DARI BANDUNG TIMUR merupakan bagian dari kolaborasi BandungBergerak.id dan Lingkar Literasi Cicalengka. Simak tulisan-tulisan lain Andrian Maldini Yudha atau artikel-artikel lain tentang Cicalengka.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//