Mewaspadai Pergerakan Tanah Kabupaten Bandung Barat, Peneliti ITB Ciptakan Sistem Deteksi Dini Longsor
Pergerakan tanah yang cukup ekstrem terjadi di Kampung Cigombong, Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat. Dampak ikutan bencana ini perlu diwaspadai
Penulis Iman Herdiana9 April 2024
BandungBergerak.id - Pergerakan tanah yang diikuti retakan dan amblasan di Kampung Cigombong, Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat beberapa waktu lalu, bisa memicu bencana lain yang harus diantisipasi, yaitu terbendungnya Sungai Cidadap. Jika terjadi bendungan, dikhawatirkan muncul bahaya ikutan (collateral hazardI meluapnya atau banjir bandang Sungai Cidadap.
Ahli longsoran (landslide) Institut Teknologi Bandung (ITB) Imam Achmad Sadisun mengatakan, terbendungnya aliran sungai bisa terjadi karena pergerakan tanah susulan. Ia menjelaskan, bahaya ikutan ini pada hakikatnya merupakan bahaya yang dapat muncul yang diakibatkan oleh kejadian bahaya utama.
“Pergerakan tanah atau longsoran ini cukup unik karena terjadi di morfologi bukit yang terisolasi,” ujar Imam Achmad Sadisun, diakses dari laman ITB, Senin, 18 Maret 2024.
Morfologi berupa bukit yang dilingkupi oleh lereng-lereng di sekelilingnya dan dengan keberadaan permukiman di dalamnya dapat meningkatkan risiko bagi penduduk yang tinggal di wilayah bencana. Terlebih lagi pada bagian selatan dari wilayah pemukiman tersebut terdapat Sungai Cidadap yang melintang.
Kondisi tersebut menyebabkan potensi bahaya pergerakan tanah akan lebih besar. Jika tanah bergerak terus-menerus dan terjadi longsoran lagi, aliran Sungai Cidadap dapat terbendung.
Secara umum, terdapat dua hal yang menyebabkan longsoran terjadi, yakni faktor pengontrol dan faktor pemicu. Faktor pengontrol umumnya berkaitan dengan kejadian-kejadian yang berlangsung relatif dalam jangka panjang seperti pelapukan, erosi, dan perubahan tata guna lahan. Sementara itu, faktor pemicu berkaitan dengan kejadian-kejadian jangka pendek atau bahkan seketika seperti hujan ekstrem dan gempa bumi.
Imam mengatakan, wilayah Kabupaten Bandung Barat merupakan wilayah dengan potensi terjadinya longsoran yang tinggi hingga sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh kondisi geologis yang sebagian besar terdiri atas perbukitan dan pegunungan, serta karakteristik tanah dengan pelapukan yang cukup tebal.
Pada beberapa bagian juga terdapat jenis-jenis batuan yang memiliki karakteristik relatif mudah mengalami penurunan kekuatan dan mudah berperan sebagai bidang gelincir, seperti batu lempung dan batu lanau. Terjadinya hujan dengan intensitas yang tinggi di bulan Februari juga dapat memicu terjadinya longsoran di daerah tersebut.
Adapun kajian secara geometri berdasarkan perspektif keilmuan geodesi disampaikan oleh Vera Sadarviana dari kelompok keahlian Sains Rekayasa dan Inovasi Geodesi. Ia mengatakan, citra satelit yang diambil di wilayah tersebut pada tahun 2020 menunjukkan kemungkinan bencana ini akan terjadi.
“Data citra satelit yang diambil pada tahun 2020 menunjukkan morfologi menyerupai gundukan di bagian kaki longsoran. Perubahan elevasi yang membentuk gundukan ini mencirikan indikasi proses terjadinya longsoran, yang biasanya dibarengi oleh adanya indikasi penurunan elevasi di bagian kepala longsoran,” ujarnya.
Imam A. Sadisun menambahkan, terdapat juga area terbuka yang tidak tertutup oleh vegetasi di bagian puncak bukit yang dapat menjadi perhatian. “Fenomena ini dapat dipelajari lebih lanjut karena vegetasi dapat memainkan peran penting dalam proses infiltrasi air hujan (fungsi hidrologis),” ujar Imam.
Ia pun mengatakan bahwa pergerakan tanah atau longsoran merupakan fenomena yang bersifat global atau dapat dijumpai di berbagai belahan dunia dan umumnya memiliki ciri unik untuk setiap tempat kejadiannya.
“Tidak ada obat generik untuk mitigasi bahaya longsoran sehingga untuk mengetahui kemungkinan terjadinya longsoran di suatu wilayah tertentu, perlu dilakukan kajian secara seksama terkait faktor-faktor penyebabnya. Biasanya diawali dengan melakukan zonasi potensi terjadinya longsoran (landslide susceptibility) berdasarkan penilaian berbagai faktor-faktor penyebabnya, kemudian dilakukan kajian terkait tingkat kestabilan lereng berdasarkan nilai faktor keamanannya (safety factor), dengan mempertimbangkan geometri lereng, kekuatan geser material pembentuk lereng, beserta gaya-gaya lain yang ada dalam sistem lereng, untuk menentukan apakah lereng tersebut stabil atau tidak,” ujarnya.
Dengan demikian, penting bagi masyarakat untuk bisa memahami gejala-gejala alam yang ada, mengingat masih adanya potensi terjadinya longsoran susulan dan bahaya ikutan lainnya berupa tertutupnya aliran Sungai Cidadap, yang dapat meluap dan menyebabkan banjir di sekitar bantaran sungai tersebut.
Baca Juga: Korban Longsor Kampung Gintung Menanti Relokasi
Longsor di Kabupaten Bandung Barat Menyebabkan Ratusan Warga Mengungsi, Makanan dan Perlengkapan Tidur Menjadi Kebutuhan Mendesak
Kesaksian Warga Korban Longsor Kabupaten Bandung Barat, Tanah Lumpur Menyapu Kampung Mereka
Protipe Deteksi Dini Tanah Longsor
Longsor merupakan pergerakan tanah yang mengakibatkan jatuhnya bebatuan dan gumpalan tanah. Bencana ini sering menimbulkan kerugian serta memakan korban jiwa. Berawal dari keprihatinan terhadap masyarakat yang terkena bencana ini, Irdam Adil, salah seorang dosen ITB sekaligus peneliti di kelompok keahlian Teknik Geodesi dan Geomatika, meneliti sistem peringatan dini longsor.
Riset sistem peringatan dini yang dilakukan Irdam dilatarbelakangi bencana tanah longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah, pada tahun 2014. Menurutnya, secara umum tanah longsor memiliki kedalaman mulai dari permukaan tanah. Pergerakan tanah bagian atas biasanya akan lebih cepat daripada di bawahnya.
Hal tersebut secara otomatis akan menyebabkan benda-benda di atasnya seperti rumah atau pohon akan miring terlebih dahulu sebelum benar-benar terjatuh. Proses ini menjadi ide dasar dalam sistem peringatan dini tanah longsor ini yang menurutnya terbilang sederhana karena menggunakan prinsip gaya tarik gravitasi.
“Apabila sebuah bandul yang dipasang secara vertikal berubah kemiringannya dan terjadi kontak dengan sensorik ring, maka sirine akan otomatis berbunyi. Dan sirine ini setidaknya harus dapat terdengar minimal hingga radius 1 hingga 2 kilometer dari lokasi prototipe ini dipasang,” kata dosen yang telah mengabdi sejak tahun 1984.
Alat tersebut memiliki dua bagian, yaitu bagian inti yang terdiri dari elemen sensor, power supply arus DC 12 V, lampu sirine dan loudspeaker atau pengeras suara. Bagian pendukung lainnya adalah tiang penyangga setinggi 4 meter yang akan ditanam ke tanah sedalam 1 meter. Perkiraan total untuk pembuatan satu set alat berkisar 300 ribu rupiah.
Tahun 2017, alat deteksi dini tanah longsor buatan Irdam pertama kali diimplementasikan di Lampung. Sebelumnya, alat tersebut juga pernah dipublikasikan dalam acara International Conference of Science, Infrastructure Technology and Regional Development (ICoSITeR) 2016 di Lampung Selatan.
“Karena alat ini sangat sederhana baik dalam prinsip dasar maupun bahannya, saya berharap masyarakat yang tinggal di daerah rawan longsor dapat memproduksi sendiri,” ujarnya.
Ia pun menuturkan bahwa masyarakat harus memiliki kewaspadaan terhadap daerah tempat tinggalnya. Pemerintah menurutnya dapat membantu mengedukasi masyarakat, dalam hal peningkatan kesadaran untuk tanggap bencana lewat simulasi evakuasi bencana. “Karena sebenarnya masyarakat hanya punya waktu beberapa menit saja untuk menyelamatkan diri,” ujarnya.
Di tengah padatnya aktivitas menjadi pengajar di ITB dan ITERA (Institut Teknologi Sumatera), dirinya juga disibukkan dengan pengembangan riset-risetnya di bidang surveying dan perpetaan lainnya, seperti alat pendeteksi cuaca, alat sensoris pasang surut air, dan alat pengukur kedalaman air. Ia juga menitipkan pesan kepada seluruh mahasiswa ITB agar terus berkarya dan berkolaborasi dengan mahasiswa antar jurusan untuk menciptakan karya yang dapat membantu memecahkan masalah-masalah di masyarakat.
Pengembangan kedepan untuk alat deteksi tanah longsor ini, ia mengatakan inovasi yang dapat dilakukan adalah penambahan sistem komunikasi data jarak jauh.
“Dengan menambahkan sistem komunikasi data jarak jauh, maka saat longsor akan terjadi, informasi dapat dikirim cepat ke lembaga-lembaga terkait untuk mengantisipasi tindakan penyelamatan korban secepat mungkin,” kata Irdam.
*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain tentang Bencana Longsor bisa diakses dalam tautan tersebut