• Liputan Khusus
  • KITA DAGO ELOS: Panggilan Pulang dari Kampung Halaman

KITA DAGO ELOS: Panggilan Pulang dari Kampung Halaman

Sengketa lahan Dago Elos mengajak Auh pulang kampung setelah lama merantau. Tanah Dago Elos adalah milik warga asli Dago Elos.

Syahrul Arief di depan rumahnya yang masih tersisa plang penjualan alat listrik dan handphone, di Dago Elos, Bandung, Jumat, 22 Maret 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul8 April 2024


BandungBergerak.id – Dari kejauhan, di tempat berkelana untuk mencari nafkah dan penghidupan, tanah kelahiran senantiasa berbisik dan memanggil pulang. Sudah belasan tahun Syahrul Arief (43 tahun) menerima panggilan itu selama bekerja berpindah-pindah kota. Dago Elos kampung halamannya.

Auh, demikian Syahrul Arief akrab disapa di Dago Elos, tumbuh dan besar di kampung di utara Bandung tersebut. Beranjak dewasa ia merantau kerja ke banyak tempat. Tiga tahun lalu, sekitar tahun 2021 ia memutuskan untuk melepas pekerjaannya, menetap, dan mulai membangun usaha. Tak hanya sekadar berdagang, Auh bermimpi menjadi seorang pebisnis sukses.

BandungBergerak.id bertemu Auh di rumahnya di RT 1 RW 02 Dago Elos, saat malam semakin larut. Auh baru saja pulang dari mengurusi proposal persiapan salat Ied Idul Fitri yang akan dilaksanakan di Terminal Dago. Meski raut wajahnya terlihat lelah, Auh masih sanggup bercerita tentang perjalanan hidupnya.

Auh lahir tahun 1981 di zaman Orde Baru. Waktu itu, keluarga besarnya masih tinggal di RT 2. Auh adalah anak tengah dari tiga bersaudara. Usai menikah, ia memutuskan pindah ke RT 1 dengan membeli sepetak tanah garapan yang kini menjadi tempa keluarganya berteduh. Auh merupakan lulusan teknik kelistrikan dari Sekolah Teknik Mesin (STM) 2, sekarang menjadi SMK 4 Buah Batu, di Jalan Kliningan.

Lulus di bidang teknik kelistrikan tak membuatnya menjalani karier pekerjaan yang sejalur. Auh sempat kerja di bidang fesyen, makanan, hingga konsultan proyek. Adapun kemampuannya di bidang kelistrikan, digunakan untuk membantu memasang instalasi listrik rumah-rumah tetangga. Ia akan turun tangan setiap kali memiliki waktu luang.

“Kenapa bisa jadi lari-lari begini, karena dunia kerja kan. Dulu di pakaian, makanan, jadi kan pengalaman terkumpul, itu semua direfleksikan ke kehidupan. Karena pengalaman mah ilmu yang benar-benar mahal, jenjang sekolah hanya sekadar teori aja,” ungkap Auh berapi, saat ditemui Jumat, 22 Maret 2024.

Pria yang memiliki dua orang anak ini mengenang, saat masih bersekolah dulu, jika dibandingkan dengan teman-temannya yang lain, Auh menempuh perjalanan ke sekolah yang paling jauh. Kebanyakan teman-temannya masih bersekolah di kawasan Dago. Selepas subuh dan menyantap sarapan yang disiapkan oleh ibunya, Auh berangkat ke sekolah dengan angkot dari terminal Dago. Ia harus berganti angkot dua kali, Terminal Dago  Cikawao kemudian dilanjutkan trayek Cipagalo  Buah Batu.

Da dulu teh motor masih jarang kan,” kenang Auh.

Saat ini, ada beberapa usaha yang tengah dijalaninya. Usaha utama yang dilakoni adalah berjualan kue dan menerima pesanan catering. Di samping itu, ada juga rintisan usaha pernikahan, EO, dan bisnis domba untuk qurban dan aqiqah. Usaha peternakan domba, kata Auh, terhitung paling hanya efektif setiap dua hingga tiga bulan menjelang Idul Adha. Sisanya hanya menggantungkan pesanan aqiqah dari konsumen.

Usaha kue dimulai pada tahun 2021, saat pandemi, tepat usai Auh melepas pekerjaannya dari perusahaan. Usaha kue dibuka di Terminal Dago, setiap pagi. Khusus di bulan ramadan buka setiap sore hingga menjelang maghrib. Mayoritas kue yang dijual merupakan hasil produksi mandiri. Sedangkan sisanya menerima titipan dagangan kue dari tetangga.

Auh memilih merintis usaha makanan karena merupakan kebutuhan yang pasti dikonsumsi setiap hari. Memulai usaha pun perlu diawali dari “yang ringan-ringan dulu”. Selain itu, tak perlu susah-susah mencari pekerja karena ia bisa “memanfaatkan” kemampuan yang dimiliki istri dan tetangga. Selain itu, mulai tahun ini, Auh dan istri juga mendapatkan kepercayaan untuk memasok catering untuk seluruh karyawan di salah satu café yang ada di kawasan Dago.

“Masih kecil-kecilan sih, tapi disyukuri aja, per tahap. Menikmati proses,” ungkap Auh, yakin. “Kita kan gimana caranya untuk bertahan hidup. Terus apalagi dengan kondisi sekarang ya boleh dibilang sedang sengketa tanah, was-was mah ada, tapi tetap kita berjuang sambil berusaha juga untuk kehidupan kita sehari-hari.”

Rencana Gurita Bisnis

Istri Auh, dibantu seorang lainnya tengah asyik merajang-rajang bumbu dapur seperti daun bawang, bawang putih, bawang merah, dan cabai. Tak lupa lauk pauk seperti daging, ayam, tempe, dan tahu. Mereka tengah mempersiapkan menu-menu makanan untuk catering café, sebagiannya juga dijual di salah satu warung.

“Pesanan (catering) tiap hari ada yang kecil, besar, kita layanin aja,” kata Auh.

Selain pesanan catering, setiap Ramadan Auh juga membuka usaha warung nasi di terminal. Menu-menu makanan seperti sayuran, oseng-osengan, ayam, dan lainnya tersedia. Warung nasi ini pun hanya buka untuk sahur saja. Adapun di luar bulan Ramadan, warung itu hanya menjual kopi dan gorengan.

Di sela-sela menjalani usaha kue dan catering, Auh juga sambil melebarkan sayap “gurita bisnis”. Auh menemukan momen dan peluang untuk mengumpulkan vendor-vendor acara, akhirnya ia mencoba merintis usaha di bidang EO dan WO. Ia juga melihat momen kurban setiap Idul Adha, lantas membuka usaha peternakan domba.

Rintisan-rintisan usaha ini diniatkan nantinya menjadi sebuah grup perusahaan yang berbasis PT. Auh memulainya dengan langkah-langkah kecil sejak sekarang. Harapannya, Auh bisa menuai hasil yang besar suatu saat mendatang.

Di samping itu, Auh sebenarnya melihat ada potensi sumber daya manusia (SDM) dari para pemuda Dago Elos yang bisa diajak bergabung dalam usahanya. Hal itu pernah ia coba. Saat momen kurban 2023 lalu, ia membuka lapak kurban di dekat Hotel Jayakarta. Lantas ia mengajak beberapa pemuda Dago Elos untuk ikut bekerja dan membantu.

“Jadi kita bikin satu wadah namanya NEX Grup. Di situ ada Raya Cake, Nex Wedding, dan Nex Farm. Ada rencana-rencana ke depannya seperti itu, cuma mungkin karena terbentur biaya, jadi mikir ke sana ke mari rada lumayan. Tapi setidaknya dicoba dilakoni, dijalani aja,” ucap Auh tak patah arang.

Rumah Auh dulu juga sempat menjadi kios yang menjual alat-alat listrik dan aksesoris handphone. Usaha ini, sebenarnya untuk menunjang jasa Auh sebagai pemasang instalasi listrik. Di salah satu rak di rumahnya, masih terdapat tumpukan sisa-sisa alat listrik, seperti saklar listrik, saklar lampu, fitting lampu, dan lainnya.

Di salah satu bagian dinding rumah Auh, ada retakan-retakan yang menjalar. Ia sempat terbersit untuk memperbaikinya. Namun, karena persoalan sengketa tanah yang tengah dihadapi warga, niat itu urung dilakukan. Ia akan menuggu hingga semuanya usai. Saat warga memenangkan tanah dan hak Dago Elos, ia berencana merenovasi rumahnya sekaligus.

Baca Juga: KITA DAGO ELOS: Harapan Ambu Iceu di Harum Kue Lebaran
KITA DAGO ELOS: Semangat Kemandirian Nuy Menyambut Hari Kemenangan
Ramadan di Dago ELOS

Tumpukan bekas alat listrik yang dulu dijual Syahrul Arief di Dago Elos, Bandung, Jumat, 22 Maret 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Tumpukan bekas alat listrik yang dulu dijual Syahrul Arief di Dago Elos, Bandung, Jumat, 22 Maret 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Kenangan Masa Kecil

Tentu banyak sekali perbedaan saat Ramadan yang Auh jalani ketika kecil dengan yang sekarang. Kebiasaan dalam bermain pun berbeda drastis. Anak kecil zaman sekarang, bukan hanya saat Ramadan saja larut bermain game. Sedangkan ketika Auh kecil, anak-anak di Dago Elos kerap bemain mobil-mobilan.

“Terus pascasalat subuh, misalnya, sesudah kultum kita jalan-jalan sambil bikin dokar-dokaran pakai cempor, lampu minyak. Dorong-dorong itu anak kecil,” kata Auh mengenang masa kecilnya.

Saat Auh masih kecil, PDAM belum masuk ke Dago Elos. Untuk kebutuhan air, warga akan mengambil air dari seke (mata air) yang masih berada di Dago Elos. Kata Auh, seke itu hingga saat ini masih ada, tetapi debit airnya sudah berkurang. Penggunaan seke pun semakin ditinggalkan bersamaan dengan masuknya PDAM sekitar tahun 1990an.

“Kita itu mandi ke bawah, ada seke. Kalau subuh itu pada mandi pada ngambil air wudhu itu pada ke bawah. Padahal malam gelap, listrik gak seterang sekarang. Tapi anak-anak dulu mah berani aja,” Auh bercerita semringah.

Dago Elos sekitar tahun 1990an hingga 2000 awal masih sangat berasa desa. Jarak antar rumah masih jauh, belum sepadat sekarang. Pun masih banyak pepohonan. Di kawasan belakang Dago Elos, bekas TPA Dago, dulunya merupakan lapangan bola yang saban sore digunakan warga untuk beraktivitas dan berolahraga.

“Kalau sekarang udah teralihkan ke lapang badminton,” kata Auh.

Mayoritas teman-teman masa kecil Auh masih menetap di Dago Elos. Hanya saja karena masing-masing memiliki perbedaan kegiatan, kepentingan, bahkan beberapa bekerja di luar kota, membuat mereka hanya bertemu di momen lebaran. Namun, ada juga yang setiap hari masih sering bertemu.

“Termasuk saya orang yang boleh dibilang baru kembali tiga tahun ini. Karena dulu saya masih bekerja di luar kota terus. 15 tahun bekerja bukan di Bandung, pindah-pindah,” kata Auh sambil tertawa.

Menurut Auh, sudah lima tahun warga Dago Elos tidak melakukan salat ied bersama-sama. Beberapa RT melakukan ibadah salat Ied di Masjid Al Ikhlas, sisanya di musala. Padahal, dulunya semua warga Dago Elos melakukan salat Ied bersama di Terminal Dago.

“Nah baru tahun ini kita mencoba cetusin untuk bergabung lagi,” ungkap Auh antusias.

Sebelumnya, Auh sudah mengurus proposal persiapan salat ied bersama. Ia berharap, salat Idul Fitri 2024 menjadi momen kebersamaan warga Dago Elos setelah sekian lama. Kepanitiaan shalat ied mengatasnakan Forum Dago Melawan. Auh berharap forum ini bisa bertahan lama, meski persoalan sengketa tanah Dago Elos dimenangkan oleh warga nantinya.

“Harapannya untuk ke depan, persoalan sengketa tanah selesai dan dimenangkan warga, kepanitiaan dan forum harus tetap ada. Tidak boleh hancur atau bubar. Bahkan berharap adanya regenerasi,” kata Auh.

Forum Dago Melawan bisa menjadi wadah perkumpulan berkepanjangan. Tidak hanya menjadi wadah untuk melakukan perjuangan atas hak tanah Dago Elos, tetapi juga untuk menghidupkan kembali suasana-suasana yang dulunya menjadi kebiasaan di Dago Elos, seperti kegiatan muludan, peringatan Isra’ Mi’raj, hingga Nuzulul Qur’an. Auh menekankan, sebagai warga asli yang lahir di tanah Dago Elos, ia akan terus melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan hak atas tanah dan penghidupannya.

Gak bisa seenaknyalah ujug-ujug diusir. Namanya juga tanah kelahiran tea,” kata Auh.

Auh merupakan salah satu dari delapan warga yang menjadi pelapor dugaan tindak pidana kebohongan yang dilakukan oleh Trio Muller dan PT. Dago Inti Graha. Dago Elos memanggilnya pulang bukan tanpa sebab. Mimpi-mimpi dan hak atas tanah yang dibayangkan oleh Auh, harus direbut dan diwujudkan.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Awla Rajul atau artikel-artikel lain tentang Kita Dago Elos

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//