• Foto
  • Ramadan di Dago ELOS

Ramadan di Dago ELOS

Sehari semalam dalam suasana Ramadan di Dago Elos, Bandung. Sejak dini hari, anak-anak berkeliling di gang-gang sempit untuk membangunkan sahur.

Fotografer Fitri Amanda 6 April 2024

BandungBergerak.idWaktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari, Sabtu, 30 Maret 2024. Suasana malam di Dago Elos terasa begitu damai. Anak-anak berkumpul semangat, siap berkeliling membangunkan sahur bagi mereka yang akan berpuasa. Alat musik tradisional seperti gendang, bedug, gong, kenong, kecrek, dan kulanter pun ditabuh, menembus keheningan malam.

“Ayo, ayo, bangun sahur. Esok akan berpuasa,” teriak mereka.

Mereka berjalan berkeliling kampung sambil bernyanyi riang diiringi gamelan. Suhu udara mencapai 20 derajat celcius. Udara dingin tidak memadamkan semangat mereka untuk menjelajahi setiap gang-gang sempit Dago Elos.

Tidak sedikit warga yang menyambut kedatangan rombongan pengingat sahur ini. Beberapa warga sudah ada yang menunggu di depan pintu rumah bersama ponsel mereka, siap untuk merekam keriangan anak-anak, warga lainnya mengintip melalui jendela.

Sehabis berkeliling, saya menghampiri Nony dan Uten, dua dari koordinator yang bertanggung jawab mengatur kegiatan keliling sahur anak-anak Dago Elos. Mereka bercerita, Ramadan tahun ini hasil kolaborasi dari beberapa RT di Dago Elos. Berbeda dengan Ramadan sebelumnya, mereka biasanya melakukan keliling sahur secara terpisah di wilayah masing-masing.

Menurut Nony, anak-anak Dago Elos sangat antusias mengikuti keliling sahur. Tidak sedikit orang tua anak-anak yang ingin anak mereka bergabung dalam kegiatan keliling sahur ini.

“Harapannya untuk anak-anak ya supaya tetep guyub kayak gini, soalnya kan jarang banget dan susah banget buat diajak kumpul awalnya. Ya penginnya ke depannya tetep diadain sahur-sahuran seperti ini,” harap Nony.

Siang keesokan harinya, gang-gang Dago Elos tak lagi dihiasi riuh rendah anak-anak yang berkumpul seperti pada waktu menjelang sahur, sebagian besar warga sibuk melakukan aktivitas masing-masing.

Siang itu saat saya duduk di pangkalan ojek Dago, seorang warga yang bekerja sebagai ojek pangkalan menghampiri. Kami mengobrol tentang Ramadan di Dago Elos, warga yang akrab disapa “Abah” oleh warga itu bercerita, sebagai tukang ojek pangkalan ia merasa bahwa selama Ramadan penghasilannya tidak jauh berbeda seperti hari-hari biasa.

“Sama aja sih kurang lebih. Nanti ramainya pas 10 hari menjelang lebaran gitu, karena saya turun (narik ojek) agak siangan yah jadi ya gitu. Yang rame mah yang sudah dari subuh karena ada yang dari pasar atau memang sudah ada langganannya tiap subuh,” ucap Abah.

Kehidupan di Dago Elos terus berdenyut. Sepanjang wilayah Dago Elos khususnya RW 02, terlihat warga yang sibuk dengan aktivitas harian mereka. Ada beberapa warga yang membuka warung kecil, menjual berbagai macam dagangan mulai dari makanan ringan hingga perlengkapan sehari-hari. Beberapa warga lainnya sibuk dengan pekerjaan rumah tangga ataupun aktivitas lainnya.

Nuy, 34 tahun, mengisi waktu di bulan Ramadan dengan membuat pesanan kue kering untuk lebaran di rumahnya yang sederhana. Aroma mentega yang harum menyebar ke seluruh sudut rumah. Nuy menyelesaikan pesanan kue kering yang telah ia terima dengan dibantu oleh dua warga lainnya.

Berkat sistem promosi dari mulut ke mulut, kue-kue buatan Nuy tahun ini laris menerima kurang lebih 200 toples pesanan kue kering dengan harga yang bervariasi, mulai dari 90 ribu rupiah hingga 100 ribu rupiah, tergantung pada jenis kue yang dipesan. Pendapatan yang diperoleh dari penjualan kue lebaran itu tidak hanya memberikan manfaat bagi Nuy sendiri, tetapi juga bagi warga sekitar yang turut membantunya.

“Lumayan kan buat bantu nambah pendapatan warga yang lain,” ucap Nuy sembari memasukkan loyang yang berisikan kue nastar ke dalam oven.

Di samping Nuy yang sibuk dengan usaha kue keringnya, ada Syahrul, seorang warga Dago Elos yang membuka lapak jualan takjil. Seperti Nuy, Syahrul juga menerapkan prinsip saling membantu dalam menjalankan usaha takjil ini.

Dengan lapak yang ia buka di pinggir jalan raya Dago, Syahrul menawarkan berbagai macam takjil tradisional dan kue-kue yang dapat dinikmati saat berbuka puasa, mulai dari yang rasanya manis hingga asin. Ia tidak hanya menawarkan takjil buatannya sendiri, tetapi juga memberikan kesempatan kepada warga sekitar untuk menjual takjil mereka di lapaknya.

“Kita juga memanfaatkan kreativitas ibu-ibu di sini juga, yang bisa bikin apa silakan jualan di sini,” ucap Syahrul, ditemani anak-anak dan istrinya.

Syahrul menjalankan usaha ini tidak hanya selama bulan Ramadan, tetapi juga di hari-hari lain sepanjang tahun. Ia mengakui bahwa lapaknya lebih ramai di bulan Ramadan dibanding hari biasa karena minat masyarakat untuk membeli jajanan lebih tinggi di bulan puasa ini.

“Kalau di hari-hari biasa kan kadang jajannya selewat aja, tapi kalau di bulan puasa itu mungkin beda ya orang mau cari buat takjil. Alhamdulillah-lah,” timbal Syahrul.

Di lapangan balai warga Dago Elos, setiap malam sehabis tarawih sekelompok warga berkumpul untuk bermain bulutangkis bersama. Berpakaian olahraga dengan raket di tangan, warga saling beradu keterampilan dalam permainan yang penuh energi. Tawa ceria terdengar di antara mereka, meskipun waktu sudah larut malam, mereka sangat menikmati momen tersebut.

Saya duduk di pinggir lapangan, turut menikmati permainan bulu tangkis yang berlangsung malam itu. Saya menyapa salah satu warga yang sedang bertugas mencatat skor permainan, kami mengobrol ringan perihal permainan bulutangkis. Warga tersebut bercerita bahwa di bulan Ramadan, warga Dago Elos bermain bulutangkis hingga memasuki waktu sahur.

Ramadan bagi warga Dago Elos momentum untuk memperkuat solidaritas. Saat ini warga sedang berjuang melawan penggusuran tanah yang telah turun-temurun mereka tempati.

*Foto dan teks: Fitri Amanda

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//