• Berita
  • Dilema Warga Bandung Memutus Ketergantungan pada Bank Emok

Dilema Warga Bandung Memutus Ketergantungan pada Bank Emok

Warga kelas menengah ke bawah di Kota Bandung banyak yang meminjam uang ke bank emok karena persyaratannya mudah, meskipun bunganya tinggi.

Ilustrasi. Celengan, 2024. Bank emok maupun pinjol sering kali menjadi pelarian bagi warga yang terjerat masalah keuangan. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana25 April 2024


BandungBergerak.id - Masalah ekonomi mendorong masyarakat meminjam uang ke rentenir alias bank emok. Alih-alih terbebas dari masalah keuangan, meminjam ke bank emok justru membuahkan masalah baru, yaitu bunga yang mencekik dan jangka cicilan yang panjang. Akhirnya, utang ke bank emok menimbulkan keresahan, seperti yang dialami warga Kelurahan Cisaranten Wetan, Kota Bandung.

Warga Cisaranten Wetan kemudian membentuk tim Kampung Bebas Rentenir (KBR) sejak Januari 2024. Kelurahan Cisaranten Wetan memiliki 29 RT dan 7 RW dengan 5.525 orang. Tim Kampung Bebas Rentenir diperkuat 40 orang pendamping.

Lurah Cisaranten Wetan Muslim Nurdin menjelaskan, tugas tim KBR untuk membangun komunikasi dengan masyarakat dan menyosialisasikan alternatif penyelesaian keuangan yang lebih sehat, seperti berkolaborasi dengan koperasi lokal dan pelatihan UMKM.

Kendati demikian, Muslim mengakui ada sejumlah kendala yang dihadapi di antaranya identifikasi pendatang yang mengontrak di wilayah Cisaranten Wetan. Sebab bank emok bisa menyasar siapa saja, bukan hanya warga tetap melainkan juga warga pendatang.

"Hal ini sering kali menjadi celah bagi praktik rentenir untuk tetap beroperasi," kata Muslim, dikutip dari siaran pers, Kamis, 25 April 2024.

Meski demikian, tim KBR akan tetap semangat semangat dan kolaborasi mengatasi persoalan bank emok di masyarakat. Kelurahan Cisaranten Wetan bahkan bertekad ini bersih dari praktik rentenir pada tahun 2029.

Muslim mengklaim, melalui edukasi dan sosialisasi yang dilakukan sejak tahun 2023, beberapa kasus terkait praktik rentenir di wilayahnya bisa diselesaikan.

Masalah bank emok tak dihadapi warga Kota Bandung saja. Warga Kabupaten Bandung juga menghadapi masalah serupa, seperti terungkap dalam penelitian yang dilakukan Risma Ulvi Ainnun, Ratih Tresnati, Popon Srisusilawati dari Prodi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Bandung (Unisba).

Risma dkk melakukan penelitian di Desa Wargamekar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Salah satu alasan warga meminjam uang ke bank emok karena lokasi yang jauh menuju ke kota yang membuat mereka lebih percaya kepada kredit rentenir. Syarat meminjam uang ke bank emok pun mudah dan bisa dilakukan kapan saja.

“Bunga yang biasa di tawarkan para rentenir ini berkisar sebesar 20-30 perseb. Masyarakat awam mungkin tidak terlalu memikirkan tentang bunga tersebut karena mereka membayarnya secara diangsur setiap hari,” terang Risma dkk, dikutip dari jurnal yang diakses Kamis, 25 April 2024. 

Risma dkk mencatat, pelaksanaan pinjaman pada rentenir di Desa Wargamekar terbagi menjadi dua proses pinjaman, yaitu proses pinjaman aktif dan proses pinjam pasif. Proses pinjam aktif adalah rentenir secara langsung menawarkan jasa pinjaman kepada calon nasabahnya berupa pinjaman uang tunai dan. Pinjam pasif, rentenir tidak secara langsung menawarkan jasa pinjaman kepada calon nasabah, tetapi calon nasabahnya yang secara langsung mengajukan pinjaman.

“Jasa pinjaman awal yang biasa ditawarkan oleh rentenir biasanya hanya berkisar 500.000 rupiah sampai 1000.000 rupiah. Bunga yang di tawarkan rentenir beragama ada dari mulai 20 persen hingga 30 persen sekali angsuran,” terang Risma dkk.  

Pada pinjaman awal yang dilakukan nasabah, rentenir biasanya memberikan syarat pinjaman berupa fotokopi KTP saja kepada calon nasabah. Pinjaman awal yang dilakukan oleh nasabah biasanya digunakan untuk keperluan menambah modal usaha atau keperluan lainnya.

Baca Juga: Seruan Perang Melawan Rentenir dari Hotel Berbintang
(Mustahil) Berharap Tuntas pada Satgas
Utang Tetangga Membawa Petaka

Bang Emko di Desa, Pinjol di Kota 

Pinjaman uang ke rentenir keliling atau bank emok banyak ditemukan di perdesaan ataupun warga kampung kota. Bank-bank emok menyasar masyarakat menengah ke bawah. Bagaimana dengan masyarakat menengah ke atas? Rupanya mereka pun tidak terbebas dari pinjaman online (fintech).

Bagus Perdana Rahmadyanto dan Marlina Ekawaty dari Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya dalam jurnanya (2023) membeberkan, pada 2021 Menkominfo menyatakan bahwa fintech dalam sektor lending menyalurkan pembiayaan sebesar 27,91 triliun rupiah. Penyaluran pembiayaan tersebut meningkat sebesar 42 persen sepanjang 2021. 

“Dalam praktiknya, masyarakat Indonesia sendiri, sangat tertarik dengan model Peer to Peer (P2P) Lending. Praktik fintech lending ini dianggap memudahkan peminjam dalam melakukan pinjaman tanpa memiliki batasan ruang dan waktu sehingga lebif efektif dan efisien (AFPI, 2021),” ungkap Bagus Perdana Rahmadyanto dan Marlina Ekawaty.

Kedua penulis menyatakan, peminat pinjol didominasi oleh generasi milenial (19-34 tahun) dengan besar pinjaman senilai 15,56 triliun rupiah. Salah satu jenis pinjol yang digemari masyarakat adalah Pay Later.  Beberapa e-commerce seperti Shopee, Traveloka, Tokopedia, Gojek, dan BliBli menyediakan fitur pay later dalam platformnya.

“Shopee Pay Later, menjadi salah satu P2P lending yang paling laku dengan cakupan 54,3 persen pengguna di seluruh Indonesia pada 2020 (Eviana & Saputra, 2022),” terang Perdana Rahmadyanto dan Marlina Ekawaty.

Menghadapi kondisi ekonomi yang dialami masyarakat, peran pemerintah sangat ditunggu-tunggu. 

*Kawan-kawan bisa mengakses reportase lainnya tentang rentenir atau bank emok dalam tautan ini

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//