Melihat Pertautan Kerajaan Tarumanegara dan Sriwijaya di Candi Batujaya Karawang
Candi Batujaya di Karawang, Jawa Barat merupakan salah satu candi tertua di Jawa Barat. Dibangun di masa Kerajaan Tarumanegara.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah26 April 2024
BandungBergerak.id - Sejak subuh, 60 peserta Geotrek Matabumi sudah berkumpul di Masjid Pusdai, Bandung, Sabtu, 20 April 2024. Mereka berangkat menuju Candi Batujaya, komplek percandian Batujaya di Karawang, Jawa Barat yang sezaman dengan kerajaan tertua di Nusantara, yaitu Tarumanagara.
Masing-masing peserta Geotrek Metabumi saling mengenalkan diri di tengah hawa dingin Bandung yang menyelinap melalui sela-sela baju. Jelajah wisata masa lalu ini dipandu oleh interpreter T Bachtiar dari Kelompok Riset Cekungan Bandung dan Masyarakat Geografi Nasional Indonesia, serta Endang Widya Astuti, peneliti dari Pusat Riset Arkeologi Prasejarah-Sejarah BRIN.
Geotrek ke candi tertua di wilayah Pasundan ini bukan yang pertama kali bagi Komunitas Matabumi. Komplek situs sejarah peninggalan masa Hindu Buddha ini berada di utara Karawang, lokasinya di tengah persawahan dan permukiman masyarakat. Candi-candi di situs ini telah dipugar sehingga tampak memiliki bentuk candi dan telah diberi nama. Beberapa candi memang terlihat belum sempurna.
Candi-candi Batujaya yang sudah dipugar di antaranya Candi Jiwa atau Segaran (SEG) I dan 2; Candi Blandongan atau Segaran (SEG) V; Candi Serut atau Telagajaya (TLJ) I, serta Candi Sumur atau Telagajaya (TLJ) VII.
Candi Jiwa merupakan salah satu candi di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya, Karawang. Candi ini terbuat dari material bata berukuran lebih besar dibandingkan ukuran bata yang kita kenal saat ini. Candi ini berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 19 x 19 meter, tanpa pintu dan pilar.
Penamaan Candi Jiwa sendiri berasal dari masyarakat. Bangunan candi dikelilingi pradakshipanatha dengan jalan selebar 1,5 meter. “Digunakan prosesi umat Buddha dengan cara mengelilingi bangunan candi searah dengan jarum jam. Tidak ada tangga pada bangunan candi,” terang arkeolog asal Bandung ini.
Struktur bangunan candi jiwa terdiri dari dua bagian yakni bagian kaki dan badan. Bagian kaki dibentuk dengan susunan perbingkaian atau pelipit rata (patta), pelipit peyangga (uttara), dan pelipit setelangah lingkaran. Bagian akhir dari kaki candi disusun dengan teknik perbingkaian rata.
Di bagian atas Candi Jiwa berbentuk kelopak bunga teratai delapan buah. Susunan bata melingkar ini dibatasi oleh susunan bata yang dipasang tegak yang berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisi sekitar 10 meter. “Di atas teratai dibentuk dalam stupa. Digambarkan dengan arca yang sampai sekarang peninggalannya hanya sedikit,” kata Endang.
Selain Candi Jiwa, di Desa Segaran ada Candi Blandongan dengan ukuran 25 x 25 meter berdenah bujur sangkar. “Candi terbesar dan terlengkap di kawasan Batujaya. Yang tersisa bagian kaki dan sebagian badan. Di bagian sisi atas terdapat pagar langkan yang tidak diketahui lagi,” tutur Endang.
Candi Blandongan berbentuk stupa yang susunan batanya dilapisi beton stuko. Material batanya masih mirip dengan material Candi Jiwa. Bagian tangga terbuat dari perpaduan antara bata dan batu yang berdasarkan informasi asalnya dari perbukitan di Kabupaten Karawang.
Keunikan candi ini terdapat pada konstruksi kayu lantai selasar di antara badan candi. Di bagian langkan terdapat 12 umpak batu dipasang secara teratur berderet pada jarak yang sama. Batu-batu ini diperkirakan sebagai penopang tiang-tiang konstruksi bangunan cungkup yang menaungi stupa puncak badan candi.
Menurut Endang, di kawasan candi terdapat 60 titik struktur bata yang terus bertambah setiap tahunnya. “Tapi yang sudah dipugar ada dua, satu Candi Jiwa dan Candi Blandongan. Di lokasi ini telah dilakukan penelitian dari Universitas Indonesia di antaranya oleh arkeolog Hasan Djafar,” kata Endang.
Pakar lainnya, T Bachtiar menjelaskan, syarat pembangunan candi di masa lalu harus dekat dengan sumber air. Tak heran jika candi ini dekat dengan muara sungai dan pantai. “Jadi selalu muara sungai menjadi pelabuhan. Saya menduga, muara sungai itu tidak jauh dari Batujaya, masuk ke muara Citarum,” beber T Bachtiar.
Menurutnya, para ahli geologi di masa lalu banyak yang mencari bahan material candi melalui di pantai dan muara sungai. Material dari sungai juga dipakai untuk membangun candi.
“Untuk tangga tidak hanya bata tapi batu andesit batunya dari Sanggabuana melalui sungai Cibeet. Di sana kapurnya dibakar sampai sekarang lalu diguyur air. Kapur pasir diaduk jadi semen. Mengalun melalui Citarum, sehingga terlihat putih,” sambung T Bachtiar.
Baca Juga: Usulan Pembangunan Laboratorium dan Museum Geologi Tahun 1926-1927
SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #6: Mengubur Kepala Kerbau untuk Peresmian Tanggal 7 September 1929
Pelesir Beracun ke Situs Geologi Curug Jompong
Dari Kerajaan Tarumanagara ke Kerajaan Sriwijaya
Keberadaan komplek Candi Batujaya disinyalir telah ada sejak zaman kekuasaan Kerajaan Tarumanagara, kerajaan tertua di Nusantara selain Kerajaan Kutai. Yang menunjukkan adanya kerajaan ini di antaranya sumber para pengelana dari negeri Cina dan prasasti. Di kawasan pantai utara Jawa Barat dikatakan oleh sumber berita Cina tersebut ada kelompok masyarakat yang sudah mengenal organisasi, yakni masyarakat Buni.
“Penamaan Buni didasarkan konsep unit kebudayaan. Sekelompok hasil budaya, manusia, menjadi unit kompleks kebudayaan,” sebut Endang.
Tempat tinggal masyarakat Buni yang dekat dengan pantai menyebabkan mereka banyak berinteraksi dengan masyarakat luar, yaitu India sampai akhirnya terbentuk Kerajaan Tarumanagara. Prasasti Kerajaan Tarumanagara yang pernah ditemukan yaitu prasasti Ciaruleun, Pasir Koleangkak, Kebonkopi I, Tugu, Pasir Awi, Muara Cianten, dan Cidanghiang.
“Sebaran prastati menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya (Tarumanagara) dari Bogor sampai Lebak (Jakarta Utara),” terang Endang.
Pembangunan Candi Batujaya dilakukan secara dua tahap. Pertama, di masa Tarumanagara di abad ke-5 sampai 7 Masehi; kedua, tahap Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 dan 10 Masehi. Pada masa tersebut komplek percandian yang dibangun terdiri dari candi candi induk, candi peribadatan, candi penghormatan, kolam, dan sebagainya.
Persinggungan Kerajaan Tarumanagara dan Sriwijaya dikuatkan dengan adanya sejumlah prasasti, di antaranya prasasti Palas Pasemah dan prasasti Kota Kapur. “Dalam prastati itu menyiratkan keberadaan Tarumanagara diakhiri oleh Sriwijaya,”jelas Endang.
Endang menuturkan, setelah lenyapnya Tarumanagara oleh Sriwijaya pada abad ke-10 Masehi terdapat prasasti Kebon Kopi yang mengatakan pemulihan kekuasaan Raja Sunda. Karena Prastati ini berbahasa Melayu Kuno, maka terdapat tafsiran bahwa Tarumanagara runtuh karena serangan Sriwijaya, kemudian Sriwijaya menyerahkan kembali kekuasaan atas Tatar Sunda kepada penguasa setempat yaitu Raja Sunda.
Museum Situs Cagar Budaya Batujaya
Bagi warga yang berwisata sejarah ke Candi Batujaya, jangan lupa mampir ke Museum Situs Cagar Budaya Batujaya di Kecamatan Batujaya. Dari sini, pengunjung bisa menimba lebih dalam lagi tentang pengetahuan candi.
Juru Pelihara Museum Situs Cagar Budaya Nayan Kurniawan mengatakan, museum ini didirikan untuk memberikan informasi terkait sejarah candi. “Pada waktu itu di sini sudah berada titik dilakukan peneletian dan banyak penemuan artefak dari sini. Tapi masyarakat dan juga pengunjung butuh informasi, gedung penyelamatan ini dibuat museum,” kata Nayan Kurniawan.
Museum ini diresmikan tahun 2004 dan dikelola oleh BPCB Banten, Dinas Kebudayaan dan Parawisata Jawa Barat, dan Disparbud Kabupaten Karawang. Museum menyimpan beberapa artefak dan benda arkealogis baik kompenen bangunan candi, kompenen stupa, kepala binatang, dan manusia.
*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artiikel lain tentang Situs Geologi