HARU SUANDHARU SIAP NYALON GUBERNUR: Klaim Toleransi di Jawa Barat Baik-Baik Saja
Toleransi terhadap kelompok-kelompok rentan minoritas di Jawa Barat diklaim baik, walaupun hasil survei Setara Institute menunjukkan sebaliknya.
Penulis Awla Rajul30 April 2024
BandungBergerak.id - Sebagai provinsi berpenduduk terbanyak di Indonesia, Jawa Barat memiliki beragam masalah, termasuk isu Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB). Dalam riset Setara Institute, Provinsi Jawa Barat sering kali menempati posisi teratas daftar daerah dengan pelanggaran KBB terbanyak. Setelah beberapa tahun menduduki posisi pertama, baru tahun 2022 Jawa Barat digeser ke posisi kedua oleh Jawa Timur.
Isu kebebasan beragama dan berkeyakinan di Jawa Barat ini menjadi salah satu tantangan yang harus dijawab Gubernur Jawa Barat terpilih akhir 2024 mendatang. Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Haru Suandharu merupakan satu dari beberapa nama yang digadang-gadang akan bertarung menjadi orang nomor satu Jawa Barat. Dalam podcast Suara Pinggiran bersama BandungBergerak.id, Haru mengemukakan pandangan-pandangannya terkait isu toleransi ini.
Haru Suandharu mengaku bingung mengenai hasil riset Setara Institute yang sering memandang Jawa Barat sebagai provinsi yang intoleran. Menurutnya, persoalan toleransi masih bisa didiskusikan. Haru juga meragukan apakah benar Setara Institute melakukan penelitian di 27 program. Ia tegas menyebutkan, persoalan toleransi tidak bisa hanya dilihat pada aspek persoalan saja.
“Menurut saya Jawa Barat tidak seperti yang digambarkan oleh Setara. Bahwa toleransi di Jawa Barat sudah biasa,” ungkap Haru dalam podcast BandungBergerak.id bertajuk “Sebelum Menjadi Gubernur” yang membahas kondisi kelompok marginal dan kelompok rentan.
Haru menyebutkan beberapa contoh toleransi yang pernah terjadi. Misalnya saat Wali Kota Bandung Oded M Danial (almarhum) mengundang kawan-kawan nonmuslim ke Pendopo Kota Bandung. Mereka yang diundang disebut menangis terharu karena baru pertama kali mengunjungi pendopo.
Atau, ketika pengambilan podcast berlangsung, sedang ada kegiatan buka puasa bersama kawan-kawan difabel Kota Bandung di kantor DPW PKS Jabar. Hingga Gubernur Ahmad Heryawan, politisi PKS yang ketika menjabat pernah mengundang transpuan ke pendopo untuk berdialog.
“Hal itu tidak masuk ke survei Setara. Jadi menurut saya kita ini terlalu fokus kepada konflik,” sebut politisi PKS berkacamata ini.
Haru mengklaim, PKS sudah terbiasa dengan kaum marjinal, bersama mereka, hingga ikut memperjuangkan kaum marjinal. Persoalan isu marjinal dan isu agama sebenarnya isu yang sudah selesai. Menurut Haru, justru yang perlu didiskusikan adalah bagaimana caranya mengatasi kemiskin ekstrem, mengatasi rawan bencana, pemerataan, membuka lapangan pekerjaan, memajukan kesejahteraan, dan menjaga lingkungan hidup.
“Saya rasa dimensi persoalan kita, mari kita arahkan ke substansi,” kata Haru.
Aspek persoalan agama di Jabar memang harus menjadi poin penting dan tetap diperhatikan. Namun, bukanlah prioritas. Adapun hak kaum marjinal dan kaum rentan, memanglah sudah seharusnya dimasukkan dan diikutsertakan dalam kebijakan untuk menjaga hak asasi manusia dan memastikan partisipasi yang bermakna.
“Itu kewajiban saya jika saya jadi gubernur. Jangan khawatir, jangan ragukan. Semua warga Jawa Barat itu anak saya,” ungkap Haru, meyakinkan di dalam podcast yang dipandu reporter BandungBergerak.id Emi La Palau.
Baca Juga: Peresmian Gedung Dakwah Annas oleh Wali Kota Bandung Dinilai Kemunduran dalam Membangun Toleransi
Film Pesantren, Stigma Runtuh Toleransi Tumbuh
Survei LSI tentang Toleransi Jawa Barat: Pemprov Perlu Memperhatikan Potensi Kekerasan
Pelanggaran KBB Tertinggi
Setara Institute merupakan organisasi masyarakat yang bertujuan untuk mempromosikan pluralisme, kemanusiaan, demokrasi, dan hak asasi manusia. Dalam hal toleransi dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) setiap tahunnya Setara Institute mengeluakan dua riset, yaitu laporan tentang Indeks Kota Toleran dan Laporan Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia.
Setara Institute aktif merekam pelanggaran KBB di seluruh Indonesia sejak 2007 di mana Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah pelanggaran KBB tertinggi. Sejak 2007 hingga 2023, telah terjadi sebanyak 804 pelanggaran KBB di Jawa Barat.
Jika dirunut dalam lima tahun terakhir, 2019-2023, Jawa Barat hanya sekali menduduki peringkat kedua sebagai provinsi kasus tertinggi pada 2022. Sisanya menduduki posisi pertama. Di tahun 2019 ada 33 pelanggaran di Jawa Barat, 39 pelanggaran pada tahun 2020, 40 pelanggaran pada tahun 2021, 25 pelanggaran KBB di tahun 2022, dan 22 pelanggaran pada tahun 2023.
Setara Institute menyusun laporannya menggunakan metode campuran. Pengumpulan data kuantitatif digunakan untuk jumlah dan kategori pelaggaran KBB, lalu pengumpulan data dan analisis kualitatif berupa wawancara mendalam. Dalam setiap laporannya, terdapat beberapa indikator yang menjadi sorotan setiap tahunnya. Namun secara umum, pelanggaran diskriminatif dan kebijakan diskriminatif menjadi sorotan.
Haru menjelaskan, kekerasan yang dialami oleh kelompok marjinal dan kelompok rentan mutlak merupakan tindakan yang mesti ditolak. Sebab, semua manusia tidak berhak mengalami kekerasan, sebagaimana yang dikehendaki HAM. Namun, apabila berkaitan dengan persoalan lain, seperti perbedaan pandangan, maka di situlah pentingnya berdialog.
“Mereka warga Jawa Barat, mereka harus kita perhatikan. Dan perhatiannya bukan dengan muncul perda legalisasi Jawa Barat, tidak harus selalu begitu. Jadi yang penting pemerintah itu harus dialogis, demokratis, dan melindungi hak asasi manusia,” kata Haru.
Kasus Intoleransi dan Tindak Diskriminatif Terus Berulang
Di Jawa Barat, kasus intoleransi dan diskriminasi kepada kelompok marjinal dan kelompok rentan terus terjadi. Pada tahun 2023, kasus persoalan pendirian rumah ibadah umat Kristiani di Kabupaten Bandung sempat mencuat. Beberapa kasusnya seperti kasus penolakan rumah ibadah di GBI Soreang dan persoalan pendirian rumah ibadah Gereja HKBP di Majalaya. Penyegalan Gereja di Purwakarta juga dinilai melanggar hak asasi manusia pada isu KBB.
Persoalan pendirian rumah ibadah juga masih menjadi persoalan yang dihadapi oleh umat Kristiani dan Katolik di Jawa Barat. Beberapa gereja di kawasan selatan Bandung, membutuhkan waktu belasan hingga puluhan tahun untuk mendapatkan izin pendirian rumah ibadah.
Selain itu, dalam reportase-reportase BandungBergerak, kelompok minoritas gender banyak yang mendapatkan diskriminasi, bahkan sebelum adanya perda. Kelompok minoritas gender kerap mendapatkan kekerasan fisik, tindakan diskrimatif, hingga kesulitan akses layanan publik.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Awla Rajul, atau tulisan-tulisan menarik lain tentang Pilgub Jabar dan Toleransi di Jawa Barat