• Berita
  • Pembangunan Tol Dalam Kota Bandung Berpotensi Diskriminatif

Pembangunan Tol Dalam Kota Bandung Berpotensi Diskriminatif

Kemacetan Kota Bandung diperparah dengan tidak terkendalinya kepemilikan kendaraan pribadi. Semakin tinggi jumlah kendaraan semakin besar potensi kemacetan.

Jalan Braga, Bandung, Minggu, 5 Mei 2024 saat pemberlakuan Braga Free Vehicle. Braga bebas kendaraan digelar Pemkot Bandung dengan dalih mengurangi kemacetan. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Helni Sadiyah6 Mei 2024


BandungBergerak.idPemerintah berencana membangun jalan tol dalam Kota Bandung (Bandung Intra Urban Toll Road/BIUTR) dengan dalih mengurangi kemacetan. Ada yang alfa dari rencana ini, sebab biang kemacetan adalah tidak terkendalinya laju pertumbuhan kendaraan pribadi.

Kota Bandung sudah mengalami banyak perubahan dalam dua dekade terakhir. Perubahan baik dari segi jumlah penduduk, jumlah kendaraan, maupun ruang kota. Pembangunan jalan tol ini seharusnya dikaji kembali relevansinya. Jalan tol baru jangan sampai menambah masalah baru.

Jejen Jaelani, pengamat tata kota, menyatakan pertumbuhan penduduk menjadi penyebab utama kemacetan. Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan tingginya kebutuhan akan sarana publik salah satunya adalah transportasi.

Dalam kurun waktu 2006-2001, jumlah kendaraan bermotor milik pribadi bertambah tiga kali lipat. Pada tahun 2005 terdapat  651.584 unit kendaraan bermotor dengan komposisi 639.927 unit kendaraan bermotor nonumum, dan 11.657 angkutan umum. Pada tahun 2020, jumlahnya sebanyak 1.571.795 unit, terdiri dari, 1.559.281 unit kendaraan bermotor nonumum dan 12.514 angkutan umum.

“Salah satu transportasi yang berkembang cukup signifikan adalah kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan bermotor terus meningkat tiga kali lipat setiap tahunnya di Bandung Raya” ungkap Jejen Jaelani, dalam diskusi Panitia Bukan Jumaahan bertajuk “Sinar Bandung: Tol Membelah Kota”, Jumat, 3 Mei 2024.

Tingginya jumlah pengguna kendaraan bermotor juga disebabkan karena beberapa faktor, salah satunya yaitu kemudahan dalam bertransaksi. Dulu orang mengkredit motor proses asesmennya lama sekali, sekarang memperoleh kredit sangat mudah.

“Kalau teman-teman pulang kerja lihat di jalan DP lima ratus ribu (rupiah) itu langsung dibawa motornya, verifikasi kemudian. Semudah itu tentu saja jadi pengaruh yang sangat besar. Produsen kendaraan memproduksi kendaraan apa pun yang terjadi harus terjual,” kata Jejen, dalam diskusi yang dipandu Nabila Eva.

Menurutnya, solusi untuk mengurangi kemacetan adalah dengan pembangunan sistem transportasi umum yang terintegrasi. Jakarta dan Semarang dapat dijadikan contoh pembangunan sistem transportasi di Indonesia. Sedangkan Bandung tidak memiliki sistem transportasi yang memadai.

“Sistem yang terintegrasi merupakan solusi utama mengatasi masalah kemacetan. Harapan kita sebagai warga kita mau pergi sekolah, mau pergi bekerja, kita tidak memikirkan kecelakaan di jalan, nanti parkirnya di mana, tidak berpikir begitu ya,” kata Jejen.

Baca Juga: Menghitung Kerugian Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan karena Kemacetan di Kota Bandung
Pembangunan Jalan TOL Dalam Kota Bandung Bukan Solusi Mengatasi Kemacetan
Data 15 Permasalahan Utama di Kota Bandung 2019, Kemacetan dan Sampah Jadi Yang Paling Berat

Suasana Diskusi Tol membelah kota bersama Jejen Jaelani yang bekerja sama dengan Sinar Bandung di kedai Jante, Jumat, 3 Mei 2024. (Foto: Ryamizar Hutasuhut/BandungBergerak.id)
Suasana Diskusi Tol membelah kota bersama Jejen Jaelani yang bekerja sama dengan Sinar Bandung di kedai Jante, Jumat, 3 Mei 2024. (Foto: Ryamizar Hutasuhut/BandungBergerak.id)

Berpotensi Diskriminatif

Rencana pembangunan Bandung Urban Intra Toll Road tidak lagi menjadi wacana, setelah disetujui oleh menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Pembangunan tol akan segera dilaksanakan setelah mendapatkan instruksi dari pemerintah pusat.

"Kami sudah bahas detailnya untuk tahap pra kualifikasi, dengan perubahan desainnya, sehingga memerlukan adendum. Setelah tuntas, pada April 2024 akan diproses lelang, dan ditargetkan pada Juni 2024 sudah ada penetapan pemenangnya. Sesudahnya kita bisa mulai pelaksanaan konstruksinya," ungkap Menteri Basuki, dikutip dari laman resmi kementerian PUPR.

Pembangunan BUITR ini memiliki panjang sekitar 27,3 kilometer, yang akan menghubungkan beberapa daerah di dalam kota. Beberapa rute yang dialalui yaitu Tol Pasteur, Jalan Surapati, Jalan Pusdai, Jalan PHH Mustopha, Junction Ujungberung, Cibiru, dan Junction Cileunyi.

Jejen Jaelani menilai, pembangunan tol di dalam kota Bandung merupakan sebuah proyek yang diskriminatif. Proyek ini hanya memfasilitasi orang-orang kelas menengah ke atas. yang tidak bisa diakses oleh warga yang tidak mempunyai kendaraan. Terkecuali terdapat rute bus yang memasuki tol dalam kota yang dapat diakses oleh sema kalangan.

“Dilihat dari rute atau perlintasan, pertanyaan yang pertama kali muncul adalah sebenarnya jalan tol ini untuk siapa? Apakah jalan tol ini dibangun benar-benar untuk warganya? Atau jalan ini dibangun untuk menarik wisatawan?” ungkapnya.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya Helni Sadiyah, atau artikel-artiikel lain tentang Kemacetan Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//