• Berita
  • Berbondong-bondong ke Gedung Sate, Orang Tua Menuntut Keterbukaan PPDB SMA 2024

Berbondong-bondong ke Gedung Sate, Orang Tua Menuntut Keterbukaan PPDB SMA 2024

Sejumlah orang tua membawa anak-anak mereka yang tidak diterima PPDB SMA 2024 berunjuk rasa di Gedung Sate. Mereka menuntut bisa diterima di SMA negeri.

Orang tua dan pelajar mengikuti aksi unjuk rasa sengkarut PPDB sekolah negeri di depan Gedung Sate, Bandung, 5 Agustus 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah6 Agustus 2024


Bandungbergerak.idPenerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SMA dan sederajat yang baru saja usai. Meski demikian, bukan berarti seleksi penerimaan peserta didik ini tuntas. Sampai saat ini masih terdapat calon murid di Kota Bandung yang tidak bisa mengakses SMA. Mereka berbondong-bondong berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Kamis 5 Agustus 2024. 

Orang tua dan anak-anak ‘korban’ PPDB merasa dirugikan dengan sistem zonasi PPDB. Mereka menuntut sistem zonasi dihapuskan. Aksi unjuk rasa para orang tua siswa ini didampingi Lembaga Bantuan Pemantau Pendidikan. Mereka mengajak Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin dan Plh Kadisdik Jabar untuk debat terbuka mengenai permasalahan PPDB 2024 di Jawa Barat.

Salah seorang peserta unjuk rasa, Nisa – bukan nama sebenarnya – harus menunda impiannya untuk bisa mengenyam pendidikan SMA. Siswa berusia 15 tahun asal Kiaracondong ini sudah mengikuti pendaftaran jalur zonasi namun tidak lolos. 

Nisa berharap bisa cepat diterima sekolah karena khawatir tidak memiliki teman dan ketinggalan pelajaran. "Takutnya kayak ga punya temen gimana misalnya kalau telat sekolahnya, awal-awal kan udah pada belajar gitu," ujar Nisa, ditemui oleh BandungBergerak, Senin 5 Agustus 2024.

Ibu Nisa, Esih – bukan nama sebenarnya – menyebut Nisa sedang menanti panggilan kabar pengumuman dari SMA negeri. Anaknya sudah mendaftar sejak gelombang pertama mulai jalur zonasi, jalur afirmasi, dan jalur prestasi.

"Kemarin itu zonasi, di kecamatan memang ada sekolah SMA tapi karena jauh dari rumah jadi gak keterima," kata Esih, sambil berharap ada kabar baik dari SMA tempat anaknya mendaftar.

Orang tua yang mengalami anaknya tertolak mendaftar sekolah pada PPDB tahun 2024 bukan hanya Esih. Nana (51 tahun), asal Kiaracondong merasakan nasib serupa. Sejak awal dibukanya pendaftaran sekolah ia sudah mencoba mendaftarkan anaknya melalui berbagai jalur pendaftaran di dua sekolah negeri, yaitu SMAN 12 Bandung dan SMAN 16 Bandung.

"Terbentur jalur zonasi, coba ikut jalur afirmasi tapi tetap terpental juga. Kemarin ikut tahap dua jalur rapot tetap gak masuk. Sekarang penginnya diterima di sekolah negeri," ujar Nana.

Untuk memasukkan anaknya ke sekolah swasta, Nana tidak memiliki cukup biaya. Pilihan memasukkan ke sekolah negeri karena biayanya terjangkau. 

"Ke swasta terbentur biaya kalau negeri enggak begitu mahal bisa menjangkau. Tolong ke pemerintah, perhatikan anak-anak kurang mampu seperti anak bapak ini," ujar Nana.

Nana khawatir pada masa depan anaknya apabila lama tidak sekolah. Ia juga menunggu konfirmasi kepastian dari SMA negeri tempatnya mendaftar. Sudah sebulan ia menunggu kabar dari SMA tersebut. “Jadi kan kasian ke psikis anaknya di rumah terus dia jenuh imbasnya main hp terus, pelajaran bisa tertinggal," jelas Nana.

Sama halnya dengan Nana, ibu rumah tangga asal Kecamatan Coblong, Rini – bukan nama sebenarnya – sudah mencoba memasukkan anaknya ke jalur seleksi afirmasi KETM (Keluarga Ekonomi Tidak Mampu). Namun menurut ibu 45 tahun, anaknya tidak diterima sebab tempat tinggalnya jauh dari sekolah. Tak putus semangat untuk memasukkan anaknya ke sekolah negeri, ia mencoba jalur seleksi zonasi namun lagi-lagi tidak lolos.

"Anak mau sekolah negeri, mau memperjuangkan dulu anak masuk negeri," terang Rini.

Baca Juga:

KPK Mengingatkan Larangan Gratifikasi dalam Proses PPDB
Keluhan Warga tentang Kelemahan-kelemahan PPDB SMA di Kota Bandung
Berdasarkan Pengalaman Warga, PPDB selalu Dibayang-bayangi Pungli

Para pelajar dalam aksi sengkarut PPDB sekolah negeri di depan Gedung Sate, Bandung, 5 Agustus 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Para pelajar dalam aksi sengkarut PPDB sekolah negeri di depan Gedung Sate, Bandung, 5 Agustus 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

PPDB 2024 Harus Transparan!

Massa aksi dari Lembaga Bantuan Pemantau Pendidikan Jawa Barat bersama orang tua siswa menuntut agar PPDB tahun 2024 dilakukan secara terbuka.

"Kami di sini perwakilan orang tua dan anak saya yang belum bisa masuk sekolah, mohon keadilannya. Sampai baju pun dia dipakai tapi gak bisa sekolah. Kadieu pak ulah diantep wae warga teh pak. Abdi teh teu kiat gaduh murangkalih hoyong sakola," kata seorang ibu, dalam orasi yang ditujukan ke Gedung Sate.

Koordinator aksi Asep KW menyebutkan aksi ini menuntut beberapa poin, yaitu seleksi PPDB 2024 dibuka ke publik, pendidikan gratis, penghapusan jalur zonasi. Asep juga menyoroti tindakan-tindakan curang yang terjadi selama PPDB. 

"Hilangkan titipan, orang yang menghambat itu harus dibereskan, diskualifikasi sekolah yang curang, tindak pelaku yang melakukan kecurangan," jelas Asep.

Ia menyebut, PPDB 2024 diwarnai pungutan liar, praktik cuci rapot, dan kecurangan-kecurangan lainnya. Di sisi lain, jumlah sekolah pun tidak merata yang mengakibatkan peserta PPDB banyak tak lolos. 

Aksi unjuk rasa orang tua dan pelajar mengkritik sengkarut PPDB sekolah negeri di depan Gedung Sate, Bandung, 5 Agustus 2024. Aksi diwarnai kesenian tradisional. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Aksi unjuk rasa orang tua dan pelajar mengkritik sengkarut PPDB sekolah negeri di depan Gedung Sate, Bandung, 5 Agustus 2024. Aksi diwarnai kesenian tradisional. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Akar Masalah dan Dampak Kebijakan PPDB

Pelaksanaan PPDB kerap kali tidak berjalan mulus setiap tahunnya. Berbagai permasalahan kerap mewarnai setiap pelaksanaan PPDB. Pokja Regulasi Tata Kelola Satuan Pendidikan di laman Kemendikbudristek menulis, meskipun pemerintah terus memperbaiki kebijakan, namun masalah dan kecurangan dalam penyelenggaraan PPDB terus terjadi, seperti minimnya sosialisasi pendaftaran calon peserta didik sehingga di beberapa daerah para orang tua mengalami kesulitan melakukan pendaftaran.

Persoalan lainnya yang juga mewarnai penyelenggaraan PPDB adalah masih adanya persepsi sekolah favorit yang dianggap memiliki kualitas lebih baik dari sekolah yang nonfavorit sehingga menyebabkan jumlah pendaftar melampaui kapasitas sekolah.

“Persoalan juga muncul akibat praktik tidak transparan dalam pelaksanaan PPDB. Di beberapa daerah, praktik semacam ini memperkuat dugaan praktik kecurangan, manipulasi atau intervensi dari pihak-pihak yang sebetulnya tidak berwenang. Persoalan berikutnya terkait sistem jaringan yang sering bermasalah atau orang tua yang tidak memiliki kompetensi menggunakan gawai untuk mendaftarkan anaknya,” demikian dikutip dari laman resmi Kemendikbudristek.

PPDB juga menimbulkan permasalahan kepada calon peserta didik, terutama mereka yang tidak diterima di sekolah yang mereka inginkan, antara lain kecewa dan cemas karena merasa gagal untuk belajar di sekolah yang diinginkan, demotivasi untuk belajar di sekolah yang bukan diinginkan, memiliki rasa tidak diterima oleh lingkungan terutama kalau sekolah yang diinginkan adalah sekolah favorit, menambah pengeluaran dana dan memberatkan bagi siswa miskin terutama kalau diterima di sekolah swasta yang berbayar.

Selain peserta didik, guru juga merasakan permasalahan yang berkaitan dengan PPDB ini, di antaranya guru harus bekerja ekstra keras terutama menangani peserta didik dengan akademik yang rendah, guru juga harus mampu mengatasi kesenjangan keterampilan dan pengetahuan peserta didik, guru juga harus mampu memotivasi dan meningkatkan minat peserta didik baru yang tidak memiliki budaya belajar. 

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan Muhammad Akmal Firmansyah atau menggali informasi lebih lanjut mengenai PPDB SMA Jabar    

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//