• Kolom
  • CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #63: Semarak Gema Kemerdekaan di Cicalengka

CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #63: Semarak Gema Kemerdekaan di Cicalengka

Setiap daerah memiliki cara yang berbeda-beda merayakan Hari Kemerdekaan. Warga Cicalengka merayakannya dengan karnaval dan arak-arakan.

Andrian Maldini Yudha

Pegiat Literasi di RBM Kali Atas

Pawai kemerdekaan di lapang Desa Sukamanah, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (17/8/2022). Pawai kostum untuk memperingati HUT RI ke 77 ini diikuti sekitar 1.000 warga desa. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

20 Agustus 2024


BandungBergerak.id – Umumnya setiap daerah memiliki suatu ciri kekhasan dalam menyambut Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Mereka memiliki sebuah tradisi tahunan dalam mengekspresikan kemerdekaan bangsa Indonesia. Seperti yang ada di Kecamatan Cicalengka, setiap tahunnya selalu menggulirkan festival atau karnaval dalam rangka menyambut kemerdekaan bangsa Indonesia. Warga Cicalengka biasanya menyebutnya dengan arak-arakan.

Pada tanggal 18 Agustus 2024 Cicalengka kembali menggulirkan tradisi tahunannya dalam menyambut Hari Kemerdekaan. Tradisi tahunan ini sempat terhenti di 3 tahun ke belakang karena wabah Covid-19. Tradisi karnaval ini biasanya di ikuti setiap desa atau kelurahan di Cicalengka dengan melakukan long march mengitari Cicalengka dan berakhir di Kantor Kecamatan Cicalengka.

Ada sekitar 12 kelurahan atau desa di Cicalengka yang turut andil dalam mengikuti dan memeriahkan festival ini. Setiap desa memiliki kreativitas membuat suatu bentuk karya seni untuk memeriahkan karnaval tersebut. Ada yang membuat tank baja, menyajikan cosplay dengan memakai kostum pejuang, ada pula yang membuat patung-patung pahlawan, dan sebagainya.

Setiap desa yang memiliki nilai paling menarik dalam membuat kreasi seni dalam mengikuti festival ini akan dinilai oleh pihak Kecamatan Cicalengka, yang kemudian akan dinobatkan sebagai juara tahunan yang akan mewakili desa atau kelurahannya.

Oleh karena itu, antusiasme masyarakat Cicalengka begitu tinggi dalam menyambut tradisi tahunan ini. Setiap elemen masyarakat Cicalengka bersatu padu dalam mengekspresikannya. Hal ini menunjukkan bahwa, setiap orang yang ada di Cicalengka memiliki penghayatan yang tinggi dalam menghormati muruah bangsa Indonesia dengan segala lintas nilai historis di dalamnya.

Sikap ini disebut sebagai sikap nasionalisme yang menunjukkan suatu bentuk penghormatan pada para pejuang bangsa dan negara. Ajaibnya, sikap nasionalisme ini mampu merebakkan semangat kesatuan dan persatuan sebagai anak bangsa Indonesia, tanpa membeda-bedakan ras, keturunan, agama, atau budaya. Di bawah panji nasionalisme, semua menyandang status yang sama yaitu sebagai warga negara Republik Indonesia.

Alih-alih dengan sikap nasionalisme yang demikian, tentu ini sangat berkesinambungan dan terasa sekali spektrumnya bagi masyarakat Cicalengka yang terjawantahkan  atau terwujud dalam semarak festival arak-arakan yang selalu rutin dilakukan setiap tahunnya.

Lantas, apakah tradisi festival tahunan atau yang biasa disebut sebagai arak-arakan ini adalah suatu tradisi yang menghasilkan citra dengan tendensi positif bagi masyarakat Cicalengka? Atau bagaimanakah implikasi yang didapat masyarakat Cicalengka dengan adanya tradisi tahunan ini?

Baca Juga: CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #60: Membaca Seruan Aksi Ormas-ormas di Cicalengka
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #61: Mengenang Bioskop Baron yang Hit di Cicalengka Tahun 80-an
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #62: Jalan Petak Kaca-kaca di Cicalengka yang Membahayakan

Festival Arak-arakan di Cicalengka

Pelbagai bentuk hasil kreasi seni olah tangan anak-anak muda di Cicalengka dalam rangka memeriahkan tradisi tahunan arak-arakan, selalu berhasil menarik perhatian bagi setiap mata yang memandangnya. Bagaimana tidak. Bentuk-bentuk aneka ragam yang unik seperti tank baja, perahu, patung-patung pahlawan nasional, atau cosplay kostum pejuang selalu menggait perhatian publik Cicalengka.

Tentu ini merupakan suatu nilai ekspresi dari penghayatan yang dalam dari masyarakat Cicalengka dalam mengenang nilai-nilai historis bangsanya. Oleh karena itu, mereka secara sukarela ikhlas meluangkan gagasan, energi, dan peluhnya dalam memeriahkan tradisi tahunan yang disebut arak-arakan ini.

Semua elemen-elemen masyarakat Cicalengka padu menggebu-gebukan dalam satu gema teriak kemerdekaan! Tidak ada lagi perpecahan, pertikaian, atau perselisihan dalam menyambut semilir angin kemerdekaan ini. Terlihat kontras, bahwa ini merupakan indikasi suatu nilai nasionalisme yang dapat terasa getarannya di Cicalengka.

Kendati demikian, tradisi tahunan atau arak-arakan ini tentu di inisiasi oleh pemerintah setempat. Pemerintahan Kecamatan Cicalengka, menjadi pelopor bagi tradisi tahunan ini. Pihak Kecamatan Cicalengka, yang berperan sebagai aktor penilaian bagi tiap-tiap desa/kelurahan yang ada di Cicalengka dalam tradisi ini, akan menilainya yang kemudian akan mendapat suatu predikat penobatan sebagai “Pemenang Tahunan” bagi desa/kelurahan yang paling bagus dan paling kreatif.

Tentu hal ini menjadikan warga Cicalengka terpantik semangatnya untuk mengekspresikannya dalam bentuk aneka ragam olahan tangan yang merepresentasikan nilai-nilai kebangsaan. Seperti, tank baja, miniatur perahu, dan patung-patung pejuang.

Jumlah orang-orang yang menyaksikan pun tak kalah banding banyaknya. Mereka rela, berdiri tegap dan terpapar sinar matahari selama berjam-jam demi menyaksikan kemeriahan arak-arakan yang ada di Cicalengka.  Antusiasme dari masyarakat yang begitu tinggi yang di mana kesatuan dan persatuan nyata dapat dirasakan. Dan tak pelak, yang menyaksikan pun turut terhibur dan terpental ingatannya dalam satu penghayatan tatkala melihat aneka ragam karya seni dalam festival arak-arakan itu.

Ini merupakan tendensi positif bagi masyarakat Cicalengka dalam memeriahkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Tradisi yang selalu digulirkan setiap tahun ini, menjadi ajang ekspresi sekaligus kreasi seni masyarakat Cicalengka dalam menghormati asas-asas dan nilai-nilai bangsa.

Maka sikap nasionalisme pun begitu terasa dengungannya di langit-langit Cicalengka tatkala semarak teriakan bergema dalam satu tarikan suara: “Merdeka!” Tak ada lagi perbedaan-perbedaan yang membelah, tak ada lagi ormas-ormas yang saling berseteru, tak ada lagi perbedaan suporter sepak bola yang saling berjibaku (anu asa pang-aingna), dan tak ada lagi sikap-sikap anarkisme. Semua sama dan bersama dalam kata “Merdeka!”

Refleksi Nilai Nasionalisme

Seperti itulah semarak kemeriahan dalam rangka menyambut kemerdekaan bangsa Indonesia, di Cicalengka. Dengan berpadunya masyarakat Cicalengka bahu-membahu dalam memeriahkan festival atau arak-arakan ini, menjadi suatu ciri bahwa warga Cicalengka sangat menghormati nilai-nilai historis bangsanya. Tendensi dan nuansa nasionalismenya begitu kental dan terasa di sana.

Pemerintah Kecamatan Cicalengka berhasil menjadi pelopor dan pemantik semangat warga dalam menghidupkan kobaran api nasionalisme dengan tradisi tahunan  festival atau arak-arakan. Pelbagai lapisan-lapisan masyarakat pun bersatu dan saling bantu dalam memeriahkan acara ini. Sungguh pemandangan yang sangat indah tatkala perbedaan-perbedaan itu dapat dileburkan dalam dasar sikap nasionalisme.

Namun demikian, yang menjadi pertanyaan yang sedikit mengusik adalah, apakah sikap nasionalisme ini dapat bertahan selama-lamanya? Atau hanya sebatas sikap nasionalisme musiman saja, hanya dalam rangka penyambutan HUT NKRI?

Sering kali fenomena yang terjadi adalah bahwa, sikap nasionalisme ini hanya bersifat nasionalisme musiman saja. Yang berarti sikap nasionalisme dengan aneka ragam persatuan dan kesatuan ini, hanya terjadi secara insidental atau bersifat sementara.

Sikap nasionalisme yang implisit di dalamnya ada nilai-nilai kesatuan dan persatuan hanya berlaku pada bulan Agustus saja. Kemudian setelah bulan Agustus pergi, sikap nasionalisme pun pudar. Maka, pembelahan dan perbedaan pun mencuat lagi.

Ada yang kembali memakai identitas ormasnya dan kemudian saling berseteru, ada yang kembali mengibarkan bendera suporter sepak bola dan kemudian saling berjibaku, dan lain sebagainya. Sungguh ironi yang pelik.

Maka, guna mencegah perpecahan dan pembelahan itu, sikap nasionalisme yang termaktub di dalamnya ada suatu nilai kesatuan dan persatuan dalam asas bangsa Indonesia, mesti dipertahankan seutuhnya dan seterusnya. Jangan hanya berlaku di bulan Agustus saja nilai nasionalismenya.

Begitu pula sikap nasionalisme yang ada di Cicalengka. Sikap nasionalisme mesti terus dipegang kukuh oleh masyarakat Cicalengka, atau bahkan mesti menjadi budaya yang melekat agar kesatuan dan persatuan dapat terus dirasakan. Tentunya, tanpa ada lagi ormas-ormas yang saling berseteru, suporter sepak bola yang saling berjibaku, dan seterusnya.

* Tulisan kolom CATATAN DARI BANDUNG TIMUR merupakan bagian dari kolaborasi BandungBergerak.id dan Lingkar Literasi Cicalengka. Simak tulisan-tulisan lain Andrian Maldini Yudha atau artikel-artikel lain tentang Cicalengka.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//