Menengok Semangat Belajar Murid SMPN 60 Bandung yang Belum Memiliki Gedung, Proses Belajar Menumpang ke Gedung SDN 192 Ciburuy
Bertahun-tahun murid SMPN 60 Bandung menumpang belajar di SDN 192 Ciburuy. Total ada 8 sekolah yang belum memiliki gedung sekolah sendiri.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah5 Oktober 2024
BandungBergerak.id - Sudah bertahun-tahun siswa-siswi SMPN 60 Bandung terpaksa melakukan kegiatan belajar mengajar di luar kelas tanpa kursi dan meja. Mereka belajar secara lesehan. Tempat belajar pun masih menumpang di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ciburuy 192 Bandung, Jalan Ciseureuh, Kecamatan Regol, karena mereka tak punya gedung sekolah sendiri.
Marsya, siswa kelas 9 menuturkan, sejak awal masuk SMPN 60 langsung belajar secara lesehan di SDN Ciburuy. Praktik belajar lesehan ia alami saat kelas 7 dan 8 dengan tempat di lapangan beralaskan terpal. Ketika hujan turun, kelas lesehan ini pun segera disatukan dengan kelas yang lain.
Bagi Marsya, pengalaman belajar di sekolah dengan lesehan merupakan pengalaman yang tidak biasa saja. Baru ketika menginjak kelas 9, Marsya dan kawan-kawan bisa belajar di dalam kelas.
Marsya memilih sekolah di SMPN 60 Bandung karena jarak dengan rumahnya tidak begitu jauh, masih di daerah Regol. Ia masuk ke sekolah tak bergedung ini atas rekomendasi tetangganya.
Perempuan yang aktif di Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) ini tentu berharap SMPN 60 Bandung memiliki gedung sendiri, tidak numpang ke bangunan SD. Bahkan ia ingin sekolahnya memiliki fasilitas-fasilitas penunjang seperti lapangan basket, ruang ekstrakulikuler, berbagai laboratorium, dan lain-lain.
“Terus ruang OSIS, sama laboratorium komputer,” tutur bocah yang juga aktif di ekstrakurikuler Paskibraka, kepada wartawan, Rabu, 2 Oktober 2024.
Yang Penting Belajar
SMPN 60 Bandung baru berdiri 6 tahun lalu, tepatnya tahun 2018 berdasarkan program sekolah rintisan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung. Maksud Pemkot menambah SMP negeri baru sebagai alternatif bagi masyarakat dalam mengakses sekolah negeri.
Humas SMPN 60 Rita Nurbaini mengatakan, awalnya SMPN 60 memberlakukan pendidikan secara daring. Namun, setelah pandemi Covid-19 sekolah ini menyelenggarakan pendidikan tatap muka dengan cara bergilir atau moving class.
"Yang penting kan KBM berjalan siswa kan menerima, ketika di luar ya kita bisa di lorong atau satu kelas dua rombongan kelas," kata Rita, saat ditemui BandungBergerak.
Di masa ajaran tahun 2024-2025 ini jumlah murid SMPN 60 sebanyak 288 orang atau sembilan rombongan belajar dengan rincian: kelas 7 terdiri dua kelas, kelas 8 empat kelas, dan kelas 9 tiga kelas. Karena tidak memiliki bangunan, mereka belajar dari pukul 12.15 WIB hingga 17.00 WIB dengan sistem kelas bergulir.
Namun, sistem kelas bergulir tersebut akan diganti dengan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Murid-murid yang lesehan menjadi belajar daring kembali seperti sebelum masa pandemi. Cara ini diklaim sebagai solusi.
"Di minggu depan yang lesehan sudah pembelajaran jarak jauh atau daring, jadi kita sudah punya solusi," ungkap Rita.
Rita juga mengklaim, orang tua atau murid tidak merasa keberatan dengan sekolah yang tidak memiliki bangunan sendiri. Terlebih, murid yang bersekolah merupakan masyarakat tidak bisa mengakses SMPN 11 Bandung karena sistem zonasi.
"Awal mereka mendaftar ke sini mereka sudah paham yah karena lingkungan kan rata-rata orang sini, jadi tidak kaget," jelas Rita.
Baca Juga: Hari Pertama Sekolah di SLB Negeri A Pajajaran
Sekolah-sekolah di Bandung Memerlukan Satgas Antiperundungan
Sekolah Favorit yang Masih Mengakar
Baru Akan Dibangun 2025
Proses belajar mengajar lesehan yang dialami para murid SMPN 60 sempat viral di media sosial dan memancing liputan cukup luas dari sejumlah media. Namun, di Bandung bukan hanya SMPN 60 yang tidak memiliki gedung sekolah sendiri.
Sedikitnya ada 18 sekolah SMP rintisan di Kota Kembang. Dari jumlah itu, baru 10 sekolah yang memiliki gedung baru. Sementara 8 sekolah lagi belum memiliki gedung sendiri, salah satunya SMPN 60 Bandung yang lokasinya di tengah permukiman padat penduduk Kecamatan Regol.
Menanggapi fenomena viral sekolah lesehan, Plh Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Tantan Santana mengatakan, bangunan sekolah SMPN 60 Bandung direncanakan akan dibangun tahun 2025.
Masalahnya, kata Tantan, untuk membangun sekolah baru dengan gedung baru memerlukan waktu lama. Oleh karenanya, sekolah rintisan dibentuk dengan nebeng ke bangunan sekolah dasar negeri atau sekolah menengah pertama terdekat selagi menunggu pembangunan gedung.
“Walaupun darurat dan kurang optimal sarana prasarananya, yang penting prioritas kami masyarakat bisa sekolah dan melanjutkan pendidikan, daripada tidak bersekolah,” ujar Tantan, saat dihubungi, Selasa, 2 Oktober 2024.
Tantan menambahkan, pembangunan sekolah-sekolah rintisan untuk meningkatkan akses pelayanan pendidikan bagi masyarakat yang membutuhkan jenjang lanjutan dari SD ke SMP.
“Karena jumlah SMP Negeri masih kurang, animo masyarakat untuk masuk sekolah negeri tinggi, masih ada daerah yang kurang atau tidak ada sekolah sama sekali,” kata Tantan.
Sebagai gambaran, tahun 2021 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis jumlah SMP negeri di Kota Bandung sebanyak 253 unit dan SMP swasta 269 unit. Sementara kuota Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMP 2021 di Kota Bandung diprediksi sebanyak 32.484 murid yang terdiri dari 18.038 kuota SMP negeri dan 14.446 SMP swasta. Diprediksi pula ada sekitar 5.000 anak yang akan mendaftar ke Mts (SMP Islam) atau SMP di luar kota Bandung.
*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel tentang Pendidikan di Kota Bandung