• Berita
  • Cerita Perempuan-perempuan Dago Elos Melawan Mafia Tanah

Cerita Perempuan-perempuan Dago Elos Melawan Mafia Tanah

Lia mempersembahkan kemenangan melawan keluarga Muller untuk almarhum mamanya yang meninggal di saat mempertahankan rumah dari penggusuran.

Warga Dago Elos di sidang vonis duo Muller di Pengadilan Negeri Bandung, Senin. 14 Oktober 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah17 Oktober 2024


BandungBergerak.id - Sejak dimulainya persidangan yang menyeret duo Muller, Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi ke meja hijau, ibu-ibu warga Dago Elos memiliki rutinitas baru. Mereka harus turun mengawal persidangan perkara penipuan dokumen tanah Dago Elos yang digelar dua kali dalam seminggu di Pengadilan Negeri (PN) Bandung.

Mereka berangkat pagi dari Dago Elos menuju PN Bandung secara rombongan menggunakan mobil angkot. Mereka bergabung dengan pedagang pasar dan sopir ojeg pangkalan Dago Elos yang terpaksa meliburkan diri demi memantau kasus yang mengancam ruang hidup mereka.

Aksi mengawal persidangan ini dilakukan sejak praperadilan dan sidang perdana hingga vonis pada Senin, 14 Oktober 2024. Hasilnya, warga Dago Elos menang. Hakim menyatakan duo Muller terbukti bersalah dan harus dihukum penjara 3 tahun 6 bulan.

Di sela-sela pembacaan putusan hakim, Riani (56 tahun) antusias menyimak. Salah seorang perempuan Dago Elos ini merasa vonis hakim kurang maksimal mengingat Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut duo Muller lebih tinggi, yakni 5 tahun 6 bulan.

“Cukup melelahkan dari pertama sampai terakhir mendengarkan hakim membacakan banyak sebelum membacakan putusan. Tapi hasilnya gak sesuai dengan perjuangan warga,” kata Riani, saat ditemui oleh BandungBergerak, Senin, 14 Oktober 2024.

Bagi Riani, kemenangan ini terasa tipis. Selain itu, ada ada kunci utama yang belum terungkap. Ia bersama warga Dago Elos yang lain akan kembali belajar bersama tim hukum untuk menggiring mafia tanah di balik perkara ini ke jeruji besi.

“Kami bisa tidur nyenyak untuk saat ini, belajar kembali bersama tim hukum, menjebloskan mafia tanah,” tutur Riani.

Berpuluh-puluh tahun Riani mendiami tanah kelahirannya Dago Elos. Ibu tiga anak ini sudah keluar dari pekerjaannya dan mempertahankan hak atas tanahnya. “Kami tinggal di sini, kami mempunyai fisiknya, bukan mereka, kami mengurus tanah ini,“ ungkap Riani.

Baca Juga: Hajat Kemenangan Warga Dago Elos Menyambut Vonis Bersalah Muller Bersaudara
Dago Elos Menang!
Muller Bersaudara Divonis 3 Tahun 6 Bulan Penjara Warga Dago Elos di sidang vonis duo Muller di Pengadilan Negeri Bandung, Senin. 14 Oktober 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Warga Dago Elos di sidang vonis duo Muller di Pengadilan Negeri Bandung, Senin. 14 Oktober 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

“Mamah Si Muller Masuk Penjara, Rumah Kita Milik Kita”

Hal yang sama dituturkan oleh Lia yang mengatakan, vonis hukuman duo Muller tidak sebanding dibandingkan dengan delapan tahun warga diusik ketenangannya. Sejak 2016, ketika pertama kali keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha menggugat warga Dago Elos, kehidupan di kampung di utara Bandung itu berubah deras karena terancam penggusuran. 

Namun, Lia bersyukur hakim bisa membuktikan bahwa duo Muller terbukti bersalah dengan menggunakan dokumen dan keterangan palsu. Lia menjadi salah satu pelapor yang melaporkan tindak pemalsuan dokumen dan keterangan palsu duo Muller ke Markas Polda Jabar pada 21 September 2022 lalu, setelah keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha dinyatakan menang dalam gugatan perdata Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung tahun 2022.  

Lia bersama warga dan massa solidaritas mengumpulkan beragam bukti dugaan pemalsuan dokumen tanah Dago Elos. Keluarga Muller dinilai menyampaikan keterangan palsu pada sidang Penetapan Ahli Waris (PAW) di Pengadilan Agama Cimahi yang menjadi dasar gugatan perdata tahun 2016.

Duo Muller mengklaim sebagai anak dari George Hendrik Muller dan kakek buyutnya Georgius Hendricus Wilhelmus (GHW) Muller merupakan keturunan Ratu Wilhelmina. Namun, ditelusuri dalam laman Royal House of The Netherlands, tidak ditemukan nama kakek buyutnya itu.

“Saya ikut belajar hampir setahun dengan tim kuasa hukum, dari saya pribadi duo Muller bisa diyakini menggunakan kepalsuan. Saya berani bersuara ke depan karena banyak kepalsuan, katanya ditugaskan zaman Hindia Belanda dan mengaku kerabat keturunan Belanda,” ungkap Lia.

Setelah hakim menyatakan Muller bersalah, warga mengucapkan rasa syukur dengan bersujud kepada Sang Maha Kuasa, berpelukan satu sama lain untuk saling menguatkan atas perjuangan yang telah mereka lakukan bersama. Lia sendiri mempersembahkan hukuman tersebut kepada mendiang ibunya.

“Mamah, ini Si Muller udah kebukti salah mah. Rumah kita akan tetap jadi milik kita,” seru Lia, saat berorasi di atas mobil komando di depan gedung PN Bandung.  

Empat bulan lalu ibunya meninggal dunia. Mendiang ibu Lia tidak pernah absen memperjuangkan hak atas tanahnya yang dibeli dari hasil kerja keras dan banting tulang selama menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Arab Saudi. Sejak kecil Lia sering dititipkan ke sanak saudara selama ibunya mengadu nasib di luar negeri.

“Aku sampai ditinggalin, karena mamah berjuang cari uang. Tiba-tiba rumah yang dibeli dengan hasil keringat dan jerih payahnya mau diambil sama orang. Pasti sakit banget,” tutur Lia. 

Tak ada perjuangan yang sia-sia, tanah dan rumah itu tetap milik keluarga Lia. “Ini terbukti milik mamah, keringat mamah, hasil keringat jerih payah dia bekerja, yang milik kita akan tetap milik kita,” tuturnya. 

Kebahagiaan yang sama dituturkan oleh Dea. Menurutnya, perempuan-perempuan di Dago Elos akan terus berjuang dan melawan. Memang, kemenangan ini bukanlah kemenangan mutlak. Napas panjang perjuangan harus tetap dirawat. “Kita menghargai perjuangan kita selama ini,” jelas Dea.

*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain dari Muhammad Akmal Firmansyahatau artikel-artikel tentang Dago Elos

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//