• Berita
  • Di Balik Tebaran Poster Adili Jokowi yang Membanjiri Unpar

Di Balik Tebaran Poster Adili Jokowi yang Membanjiri Unpar

Jokowi memang telah turun dari jabatan presiden, tapi warisan kebijakannya akan terus dirasakan. Mahasiswa Unpar menyerukan "Adili Jokowi".

Poster Adili Jokowi yang ditempel mahasiswa Unpar, Bandung sebagai bentuk kritik terhadap Joko Widodo (Jokowi) selama menjabat Presiden RI, Jumat, 18 Oktober 2024. (Foto: Dokumentasi Mahasiswa Unpar)

Penulis Awla Rajul22 Oktober 2024


BandungBergerak.id - Joko Widodo (Jokowi) telah lengser dari kursi Presiden, digantikan Prabowo Subianto yang resmi dilantik, Minggu, 20 Oktober 2024. Berakhirnya rezim berumur 10 tahun ini meninggalkan catatan kritis dari mahasiswa. Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung menyerukan “Adili Jokowi” sebagai bentuk kekecewaan terhadap presiden dua periode tersebut.

Protes, kritik, dan kekecewaan mahasiswa Unpar disalurkan melalui aksi menempel poster “Adili Jokowi” menjelang transisi kekuasaan. Elemen pergerakan mahasiswa Unpar menyatakan, Jokowi dan kroni-kroninya mesti diadili atas berbagai dosa yang dibuat selama 10 tahun kepemimpinan yang menyengsarakan rakyat.

Koordinator Aliansi Mahasiswa Parahyangan (Ampar) Lawrence Erlangga menyampaikan, para mahasiswa merasa muak dengan situasi di akhir kepemimpinan Jokowi, terutama terkait keruhnya politik dan demokrasi. Menurutnya, Jokowi adalah dalang utama. Ia yang berjanji akan menguatkan KPK, misalnya, malah melakukan upaya sebaliknya.

Rezim Jokowi pun dinilai telah melahirkan produk hukum kontroversial yang menyengsarakan rakyat. Dalam pemerintahannya, muncul banyak berbagai persoalan, seperti penggusuran dan perampasan ruang hidup yang masif, pembungkaman demokrasi, komersialisasi pendidikan, dan pembangkangan hukum yang dilakukan demi melanggengkan politik dinasti.

“Tampaknya kita sebagai mahasiswa sudah seharusnya mengambil bagian untuk mengisi pos-pos kritis yang hilang hari ini, yang ditandai persekongkolan partai-partai politik. Salah satu yang dapat kami lakukan adalah menyebarkan propaganda poster sebagai simbol dan bentuk perlawanan dan untuk menyadarkan lingkungan civitas akademika Unpar agar bersama-sama mengingatkan Jokowi untuk bertanggung jawab atas carut-marut yang terjadi di masa kepemimpinannya,” ungkapnya kepada BandungBergerak melalui WhatsApp, Jumat, 18 Oktober 2024.

Secara khusus, sebagai mahasiswa hukum, Lawrence resah dengan produk-produk hukum kontroversial yang lahir dalam kepemimpinan Jokowi sekadar untuk memanjakan segelintir orang atau kelompok. Hukum yang seharusnya sakral telah dibuat begitu mudah dipermainkan untuk kepentingan Jokowi dan kroninya.

“Ini bentuk penghinaan bagi kami, dan kami rasa kita sebagai kaum terpelajar, (kami) harus mencegah hal-hal yang demikian agar tak terulang dan dinormalisasi,” tambahnya.

Lawrence juga resah dengan nepotisme yang dipertontonkan dengan demikian jelasnya oleh rezim Jokowi. Beberapa kursi penting di pemerintahan diberikan kepada kerabat. Bahkan, anaknya, diberi karpet merah agar bisa melenggang maju sebagai Wakil Presiden. Selain isu demokrasi dan politik, Lawrence juga merasa komersialisasi pendidikan demikian dirasakan dalam kepemimpinan Jokowi.

Michael Tipus, mahasiswa Fisip Unpar, juga merasa lelah dan muak terhadap perilaku Jokowi yang bertindak semena-mena ketika memimpin. Satu yang paling disayangkan adalah pembajakan instrumen hukum melalui Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meloloskan anaknya menjadi Wakil Presiden.

Menurut Tipus, kesewenang-wenangan untuk menunggangi instrumen hukum menjadi preseden buruk bagi budaya politik Indonesia. Proyek Strategis Nasional (PSN) yang digagas selama pemerintahan Jokowi juga telah banyak menyengsarakan masyarakat dan memperburuk kondisi lingkungan. Hutan-hutan, yang bagi masyarakat adat merupakan sumber daya primer yang diandalkan untuk hidup dan menghidupi, diberi instrumen hukum melalui dalih pembangunan nasional bertajuk PSN.

“Berdampak terhadap budaya politik Indonesia di mana itu akan menjadi kebiasaan sehingga masyarakat menormalisasi hal itu,” kata Tipus.

Tipus menambahkan, mahasiswa merupakan tombak perjuangan rakyat yang harus terus bersikap kritis memperjuangkan keadilan meskipun pemerintahan berganti karena kebijakan yang dilahirkan rezim Jokowi akan terus dirasakan rakyat Indonesia.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Pendidikan untuk Siapa?
Cerita Barista Paruh Waktu Mahasiswa Bandung, Mandi Keringat Demi Tambahan Uang Kuliah
Mahasiswa Bandung: Hentikan Kriminalisasi pada Petani Pakel!

Poster Adili Jokowi yang ditempel mahasiswa Unpar, Bandung sebagai bentuk kritik terhadap Joko Widodo (Jokowi) selama menjabat Presiden RI, Jumat, 18 Oktober 2024. (Foto: Dokumentasi Mahasiswa Unpar)
Poster Adili Jokowi yang ditempel mahasiswa Unpar, Bandung sebagai bentuk kritik terhadap Joko Widodo (Jokowi) selama menjabat Presiden RI, Jumat, 18 Oktober 2024. (Foto: Dokumentasi Mahasiswa Unpar)

9 Dosa Jokowi

Meramaikan kampus dengan poster-poster “Adili Jokowi” dilakukan Ampar dan beberapa elemen kolektif serta organisasi mahasiswa yang ada di Unpar. Mereka juga menjabarkan Sembilan Dosa Jokowi, sebagaimana telah dirumuskan beberapa waktu lalu melalui Mahkamah Rakyat. Jokowi dinilai sebagai presiden yang gagal dan menarik mundur kembali iklim demokrasi Indonesia ke zaman otoriter Orde Baru.

Dosa-dosa Jokowi di antaranya adalah perampasan ruang hidup dan penyingkiran masyarakat, kekerasan, persekusi, kriminalisasi, dan diskriminasi, politik impunitas dan kejahatan kemanusiaan, komersialisasi, penyeragaman, dan penundukkan dalam sistem pendidikan nasional, persoalan korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta tindakan perlindungan terhadap koruptor.

Selain itu, ada eksploitasi sumber daya alam dan program solusi palsu untuk krisis iklim, politik perburuhan yang menindas seperti pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja, pembajakan legislasi, dan militerisme, serta militerisasi.

Lawrence Erlangga mengatakan, dosa-dosa Jokowi ini akan berdampak jangka panjang, bahkan setelah ia tidak lagi menjabat. Proses pemulihan lingkungan atas kerusakan alam akibat pembangunan, penguatan supremasi hukum, dan perlindungan HAM membutuhkan jangka waktu yang panjang dan materi yang tidak sedikit untuk kembali pulih.

“Jangan sampai dosa-dosa yang dilakukan Jokowi hari ini menjadi preseden pemimpin ke depannya untuk bertindak serampangan sehingga menjadi sebuah hal yang diwajarkan,” ujarnya.

Lawrence mengajak masyarakat tertindas untuk menyikapi akumulasi dosa yang dihadirkan Jokowi selama memimpin, lantas membangun kekuatan rakyat. Usaha dan kesadaran kolektif rakyat bisa menjadi penghukuman bagi Jokowi dan kroninya. Ia menegaskan, menghukum Jokowi atas dosa yang ia lahirkan berarti mencegah hal-hal buruk yang dilakukan Jokowi terulang kembali di masa kepemimpinan baru.

“Idealisme adalah kemewahan terakhir yang kita miliki hari ini sebagai kaum muda. Sebaiknya idealisme itu dipergunakan untuk membebaskan rakyat dari belenggu penindasan, bukan malah diperjualbelikan untuk kepentingan sekelompok orang. Tetap jaga kewarasan, mengingat hari-hari ke depan mungkin lebih buruk karena sebentar lagi kita akan dipimpin oleh orang yang punya catatan kelam pelanggaran HAM,” tutupnya.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel-artikel lain tentang Jokowi

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//