• Indonesia
  • Teror Molotov terhadap Kantor Jubi Memperburuk Indeks Kebebasan Pers di Indonesia

Teror Molotov terhadap Kantor Jubi Memperburuk Indeks Kebebasan Pers di Indonesia

Serangan molotov ke kantor Jubi sebagai ancaman serius terhadap keselamatan jurnalis dan kebebasan pers di Papua.

Ilustrasi kebebasan pers, 2023. Jurnalis maupun persma rentan mengalami represi. (Desain: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah22 Oktober 2024


BandungBergerak.idBandungBergerak.id - Kekerasan dan ancaman terhadap kebebasan pers terus terjadi selama bulan Oktober 2024. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat, kasus kekerasan terhadap jurnalis selama tahun 2006-2024 sebanyak 1.094 kasus. Terbaru, serangan bom molotov terhadap kantor redaksi Jujur Bicara (Jubi), Jayapura, Papua, Rabu, 16 Oktober 2024.

Sebelumnya, terjadi penangkapan terjadi pada Pemimpin Redaksi Floresa Herry Kabut yang meliput aksi warga Poco Leok di tengah aksi protes pematokan lahan Proyek Strategis Nasional Geothermal di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, 2 Oktober 2024.

AJI juga mencatat kasus kekerasan terjadi pada jurnalis JPNN saat wawancara PJ Gubernur Jawa Tengah; tiga Jurnalis Ternate dipaksa menghapus video liputannya.  

Kecaman terhadap Teror ke Jubi 

Khusus penyerangan terhadap kantor Jubi, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Indonesia telah menyampaikan kecamannya. Teror ini mengancam keselamatan jurnalis dan kebebasan pers di tanah Papua. Insiden pelemparan molotov terjadi pada Rabu 16 Oktober 2024 sekitar pukul 03.15 dini hari waktu Papua.

Jean Bisay, Pemimpin Redaksi Jubi, mengatakan dua mobil operasional Jubi yang terparkir di halaman kantor di Jalan SPG Taruna Waena, Kota Jayapura, terbakar dan rusak. Menurutnya, pelemparan bom molotov itu diduga dilakukan oleh dua orang pelaku yang berboncengan menggunakan sepeda motor.

“Bom itu dilemparkan dari pinggir jalan di depan Kantor Redaksi Jubi,” kata Bisay sebagaimana dikutip dari laman resmi AJI, Jumat, 18 Oktober 2024. (https://aji.or.id/informasi/kantor-redaksi-jubi-dilempari-bom-molotov-2-mobil-terbakar)

Kasus serangan bom molotov telah diperiksa Kepolisian Sektor Kota Seram. Polisi tengah melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan berupaya mengidentifikasi para pelaku.

KKJ mencatat, serangan teror pada Jubi bukan pertama kali. Jurnalis Victor Mambor juga pernah mengalami kejadian serupa. Sebuah bom rakitan meledak di dekat rumahnya, 23 Januari 2023.

KKJ menilai, serangan ini menunjukkan bahwa ancaman terhadap kebebasan pers di tanah Papua semakin meningkat. Terlebih, Jubi merupakan media yang berani melaporkan pelanggaran hak asasi manusia dan kebijakan strategis nasional yang merugikan masyarakat adat.

“Serangan bom molotov terbaru ini terjadi tidak lama setelah Jubi menerbitkan artikel-artikel yang mengkritik kebijakan tersebut,” jelas KKJ.

Dengan situasi tersebut, KKJ Indonesia menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan mengadili para pelaku. Negara tidak boleh melakukan pembiaran terhadap kekerasan, intimidasi maupun teror yang ditujukan kepada jurnalis dan media. Bila dibiarkan, ini hanya akan semakin memperburuk situasi kebebasan pers di Indonesia, termasuk di tanah Papua.

  2. Mendesak Kapolri mencopot Kapolda Papua, sebab gagal menjaga keamanan dan keselamatan redaksi Jubi. Kapolri juga harus memberikan tekanan pada aparat di lapangan agar lebih serius dalam menangani ancaman-ancaman serupa di masa mendatang, mengingat Papua adalah salah satu daerah yang paling rentan terhadap pelanggaran hak-hak dasar seperti kebebasan pers.

  3. Buka kembali penyelidikan kasus teror bom terhadap jurnalis senior Jubi Victor Mambor yang pernah dihentikan (SP3) oleh Polda Papua.

  4. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) perlu turun tangan memberikan perlindungan saksi korban terhadap awak redaksi Jubi. Sebab, sejumlah jurnalis Jubi mengalami trauma karena serangan bom tersebut.

Baca Juga: Laporan Situasi Kebebasan Pers Indonesia 2023 oleh AJI
Indeks Kebebasan Pers 2023 Turun: Kesejahteraan Jurnalis Bermasalah, Media Belum Ramah Disabilitas
Dewan Pers: RUU Penyiaran Upaya Kesekian Pemerintah dan DPR Menggembosi Kebebasan Pers

Indeks Kebebasan Pers Semakin Menurun

Kasus kekerasan terhadap jurnalis yang semakin tinggi menjadi lampu merah bagi situasi kebebasan pers di Indonesia. Lembaga pemeringkat kebebasan pers Reporters Without Border (RSF) mencatat kebebasan pers Indonesia di tahun 2021 berada di tingkat ke-113.

AJI dalam Panduan Pelaporan dan Advokasi Kasus Kekerasan Jurnalis yang disusun Musdalifah dan Erick Tanjung mengatakan, indeks Reporters Without Border dipengaruhi situasi kebebasan pers di Papua. Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, situasi Papua mendapatkan sorotan dari luar negeri karena daerahnya relatif tertutup bagi jurnalis asing. Di sana juga berlaku sensor media sosial, serta pelambatan dan pemblokiran internet.

“Kontrol yang ketat terhadap pers di Papua sama sekali tidak akan menguntungkan kehidupan demokrasi dan kesejahteraan masyarakat di Papua,” kata AJI, dalam keterangan resmi. 

Sebaliknya, menutup akses informasi dan bentuk-bentuk teror lainnya pada jurnalis, justru akan memperparah ketimpangan di Papua dan memicu kekerasan yang terus berlanjut. Seharusnya pemerintah menjamin kebebasan pers tanpa diskriminasi sesuai amanat Undang Undang Pers. 

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artikel lain tentang Kebebasan Pers

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//