MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #48: Ke Rumah Titin
Aku mengantar Titin hingga ke rumahnya. Tidak bagus menurunkan perempuan di jalan sendirian. Bisa menimbulkan fitnah.
Asmali
Anak Betawi yang menghabiskan lebih dari 40 tahun hidupnya di Bandung. Banyak menghabiskan waktu membaca buku-buku bertema agama dan sosial.
27 Oktober 2024
BandungBergerak.id – Sehabis perjalanan dari Purwakarta, kami tiba di Bandung sore harinya. Kami pun hendak pulang ke rumah masing-masing. Namun entah basa basi atau bukan, Titin mengajak aku ke rumahnya. Ya sudah, sekalian aku antar dia pulang, pikirku.
Sepanjang perjalanan masih sama, tidak banyak yang kami bicarakan. Meski hatiku mau juga mengenal dekat Titin, asal jangan sampai temanku dan istrinya tahu. Aku masih malu soalnya.
Pembawaan Titin yang begitu lembut dan wajahnya yang menyejukkan, membuat aku tak bosan melihatnya. Wajahnya begitu alami penampilannya yang sederhana, apa adanya, dan tidak mencari perhatian.
Di tengah perjalanan yang sebetulnya tidak begitu jauh dari rumah temanku, aku mencoba membuka obrolan. Ternyata kami bekerja di gedung yang berbeda meski di satu kantor yang sama. Tak heran kalau kami tidak pernah bertemu.
Pancinganku berbalik tanya. Titin mulai menanyakan beberapa hal tentangku.
“Angkatan berapa di Nurtanio-nya?,” tanya Titin.
“Saya angkatan ke X,” jawabku.
“Bareng dong,” sambungnya.
Sesampainya di gang masuk rumah Titin, ia menanyakan padaku apa hendak mampir dulu atau hanya sampai sini saja. Aku menjawab akan mengantarnya sampai depan rumah. Aku bilang, tidak bagus menurunkan perempuan di jalan sendirian. Bisa menimbulkan fitnah apalagi kalau sampai tetangga yang sirik lihat.
“Hayu atuh,” kata Titin.
“Engga apa-apa kan saya ikut ke rumahnya?” tanya saya.
“Enggak, tapi jangan kaget ya. Saya orang biasa-biasa,” ucap dia.
“Saya juga orang biasa, kalau saya anak orang kaya buat apa saya merantau,” jawab saya dan kami pun tertawa.
Baca Juga: MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #45: Hari Ini, 41 Tahun Lalu, Enyak Meninggal Dunia (Bagian 2)
MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #46: Setelah Enyak Tiada
MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #47:Titin Namanya
Bertamu di Rumah Titin
Setibanya di rumah Titin, aku dikenalkan kepada ibunya. Rumahnya sepi, ibunya sendirian di rumah sambil dagang lotek dan gorengan.
Titin dari keluarga sederhana, lihat ibunya aku jadi ingat Enyak dulu yang juga dagang di rumah.
Walau pun Titin dari keluarga sederhana aku lihat ia orangnya mau menerima keadaan. Apa adanya dan tidak mengada-ada. Jika lihat Titin pertama kali, mungkin orang akan menilai tampangnya judes. Tapi setelah kenal hatinya baik. Aku jadi suka padanya.
Lama juga aku di rumahnya. Sekitar jam 7 malam aku baru pulang ke flatku di Sarijadi. Sampai di flat ada beberapa orang temanku dan aku bilang pada mereka kalau aku kenalan dengan anak Rotary, bagian kerja Titin di Nurtanio, yang namanya Titin. Beberapa di antara temanku ternyata telah mengenalnya.
“Oh yang anaknya putih, rambutnya lurus ya?,” tanya temanku.
“Iya betul, aku baru dari rumahnya,” jawabku.
“Wah hebat euy,” kata salah satu temanku.
Ia melanjutkan, Titin banyak yang suka. Tetapi dia selalu cuek sama orang yang mendekatinya.
“Oh gitu, baru tahu aku,” kataku.
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Memoar Anak Betawi Perantau