Banjir dan Alih Fungsi Lahan Bandung Raya Menanti Tangan Dingin Pemimpin Baru
Pemimpin baru di Bandung Raya maupun Jawa Barat diharapkan serius menangani alih fungsi lahan yang memicu menipisnya resapan air dan akhirnya memperparah banjir.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah27 November 2024
BandungBergerak.id - Musim hujan yang melanda kawasan Bandung Raya menimbulkan bencana banjir di mana-mana, terutama kawasan Bandung selatan. Dampak banjir semakin parah karena semakin menyempitnya ruang terbuka hijau atau resapan akibat maraknya alih fungsi lahan. Masalah ini menjadi persoalan serius bagi pemimpin baru hasil Pilkada Jabar 2024.
Tercatat, banjir dalam beberapa pekan terakhir banjir melanda kawasan Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung. Pantauan BandungBergerak, 25 November 2024, banjir menerjang SDN Bojongasih. Staf sekolah Maman membersihkan lumpur sisa banjir yang bertepatan dengan momen Hari Guru Nasional.
Guru-guru urung menggelar kegiatan di sekolah setelah akses jalan masih tergenang banjir luapan Sungai Citarum dan kondisi sebagian kelas di lantai satu masih kotor oleh lumpur.
Masih di Dayeuhkolot, warga sibuk membersihkan lumpur di jalan gang kampung pascabanjir bandang luapan Sungai Cigede di Kampung Lamajang, Desa Citeureup. Sejumlah rumah jebol dindingnya, permukiman tertutup lumpur, dan 337 KK terdampak setelah tanggul sungai jebol akibat besarnya debit air pasca hujan lebat sehari sebelumnya.
Sungai Cigede termasuk Sub-DAS Citarum yang bermuara ke Sungai Cikapundung sebelum masuk ke Sungai Citarum.
Kawasan Bandung Utara Butuh Perhatian
Penanganan banjir dan alih fungsi lahan membutuhkan komitmen pemimpin baru di Bandung Raya maupun provinsi. Sudah lama Kawasan Bandung Utara (KBU) mengalami alih fungsi lahan besar-besaran yang membuat minimnya kawasan resapan air. Ketika hujan turun maka air akan langsung lari ke daerah yang lebih rendah yaitu kawasan Bandung selatan.
Padahal, KBU sendiri telah diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat nomor 2 tahun 2016 tentang Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat. Di tingkat nasional, diatur juga dalam Peraturan Presiden Nomor 45 tahun 2018 mengenai Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
Putraarta Samodro, Mudiyati Rahmatunnisa, dan Cipta Edyana dalam ‘Kajian Daya Dukung Lingkungan dalam Pemanfaatan Ruang di Kawasan Bandung Utara’ mengatakan, kebijakan tersebut tidak menghalangi maraknya alih fungsi lahan di kawasan ini, pembangunan yang terjadi menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan.
Para peneliti Universitas Padjadjaran ini mengatakan, koefisien wilayah terbangun di KBU sudah mencapai lebih dari 70 persen dan berdampak pada lingkungan. Padahal KBU sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi.
Pada tahun 2007-2015, KBU Ciburial mengalami peningkatan lahan kritis dan kerusakan lingungan yang disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk. Menurut para peneliti, tindakan pengelolaan tanaman dan tanah yang telah dilakukan petani selama ini belum mampu menekan laju erosi.
“Sehingga perlu tindakan konservasi yang tepat dan sesuai dengan kondisi agroekosistem setempat dengan memerhatikan keseimbangan aspek konservasi dan penggunaannya,” demikian tulisnya sebagaimana dimuat dalam Jurnal Wilayah dan Lingkungan, Volume 8 Nomor 3 Desember 2020, diakses Sabtu, 23 November 2024.
Terancamnya KBU menjadi kawasan permukiman mengakibatkan banjir dan tanah longsor. Akan tetapi, fungsi izin sebagai pengendali pemanfaatan ruang di KBU masih jauh dari apa yang diharapkan. Putraarta dkk menilai, faktor kebijakan tata ruang dalam mengendalikan alih fungsi daerah resapan air masih rendah.
Oleh karena itu, alih fungsi lahan yang terjadi di KBU memerlukan pengendalian dalam tahap pelaksanaan pola pemanfaatan ruang RTRW yang mempertimbangkan faktor infiltrasi dengan melakukan pemulihan kawasan yang mengalami kondisi kritis, memberikan insentif pada kawasan yang berfungsi konservasi pada kategori tinggi, melakukan kajian lanjutan mengenai program-program dengan prinsip adaptasi mitigasi daya dukung lingkungan.
Baca Juga: Mengundang Banjir dari Menyusutnya Sawah Gedebage
Lemahnya Sistem Drainase Jadi Penyebab Banjir Kota Bandung
Titik Banjir Mengepung Bandung, Tanggul di Kampung Braga Jebol
Isu Lingkungan Sekadar Menarik Perhatian
Penggiat lingkungan dan Ketua Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat Dedi Gjuy menuturkan, perlu ada tindakan tegas pada setiap pelanggaran di Kawasan Bandung Utara.
“Perlu keberanian pemerintah untuk melakukan upaya-upaya ketelanjuran tidak dimaafkan, tapi dilakukan tindakan tegas seperti pembongkaran bangunan yang tidak sesuai dengan izin serta merevisi izin lebih pro terhadap lingkungan,” kata Dedi saat dihubungi BandungBergerak, Sabtu, 23 November 2024.
Dedi juga mendorong agar lahan kelola pemerintah dan kawasan konservasi tidak dikomersialisasi sebagai lahan wisata alam yang akan berdampak turunan terhadap kerusakan lingkungan.
Menurutnya, di antara para kandidat Pilkada Jabar 2024, tidak ada satu pun yang menyentuh soal kerusakan Kawasan Bandung Utara. Visi misi mereka soal lingkungan lebih mencari perhatian dan mengangkat isu populer.
“Karena tidak mungkin dilaksanakan setelah salah satu calon menang akibat terbelenggu regulasi yang tidak berpihak pada soal lingkungan,” ujar Dedi.
*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artikel lain tentang Bencana Banjir