Satwa Liar Kebun Binatang Bandung dalam Pusaran Sengketa Lahan
Kesejahteraan satwa liar di Kebun Binatang Bandung menjadi taruhan dalam sengketa lahan antara Pemkot Bandung versus Yayasan Margasatwa Tamansari.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah7 Februari 2025
BandungBergerak.id - Sengketa lahan Kebun Binatang Bandung atau Bandung Zoo di bawah Yayasan Margasatwa Tamansari versus Pemkot Bandung berujung penyegelan sejumlah aset oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat. Segel dipasang di kantor operasional, gedung, dan gudang milik yayasan.
Sengketa ini dikhawatirkan mengorbankan kesejahteraan hewan-hewan yang bermukim di bonbin. Hewan-hewan liar yang umumnya dilindungi tentu tidak tahu menahu soal konflik manusia ini. Harus ada jaminan agar konflik perebutan aset tak menumbalkan satwa-satwa langka. Hal penting lainnya, perlu ada jaminan juga bagi para pekerja bonbin agar tidak terdampak dalam pusaran konflik.
Penyegelan dilakukan seusai Kejati Jabar mendapatkan surat penetapan sita dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, di mana kedua tersangka yaitu Sri Devi (S) dan Raden Bisa Bratakusuma (RBB) diseret ke meja hijau atas dugaan kasus penguasaan lahan Bandung Zoo secara ilegal. Keduanya diduga tidak pernah menyetorkan keuntungan hasil pengelolaan kebun binatang ke kas daerah Pemkot Bandung.
Sejauh ini penyegelan tidak menjadikan aktivitas di Kebun Binatang Bandung terhambat. Operasional masih berjalan seperti biasa, para pengunjung masih mengunjungi dan melihat satwa. Para karyawan juga tetap bekerja.
Di area penyegelan seperti resto terlihat stiker bertuliskan “Tanah dan atau Bangunan ini Telah Disita dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi” berdasarkan surat penetapan izin penyitaan dari pengadilan nomor 2/Pen.Pid.Sus-TPK-sita/2025/Pn Bdg tanggal 13 Januari 2025.
Dosen ahli ekologi manusia, etnobiologi, dan manajemen agroekosistem Universitas Padjadjaran Johan Iskandar mengingatkan, meski lahan bonbin sedang dalam sengketa tetapi hak-hak satwa tidak boleh terbengkalai hingga jatuh sakit. Terlebih kebun binatang merupakan tempat konservasi dan edukasi.
"Nah, untuk itu siapa pun pengelolanya jangan mengabaikan pengelola terhadap binatangnya, binatangnya tetap terpelihara malah sehat beranak pinak, di sana jangan mengabaikan objek utama," kata Johan, kepada BandungBergerak, Jumat, 7 Februari 2025.
Selain memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan satwa, Johan juga mengingatkan unsur penting lainnya yaitu para pekerja. "Idealnya sih, satwanya terpelihara tapi juga karyawan-karyawannya juga mendapatkan kesejahteraan yang memadai yang ada, masukan dari penghujung, atau dana lainnya," jelas Johan.
Johan menuturkan, keterbatasan dana operasional kebun binatang menjadi kendala umum yang dihadapi wahana-wahana alam liar. Hal ini mengakibatkan sulitnya memberikan pakan hewan terutama karnivora seperti harimau dan macan. Karena itu, Johan menegaskan kesejahteraan satwa harus seimbang.
Yayasan: Tindakan Unprosedural
Kuasa Hukum Yayasan Margasatwa Tamansari Idrus Mony mengatakan, penyegelan yang dilakukan oleh Kejati Jabar merupakan unprosedural atau tidak cermat. Pihaknya akan diajukan praperadilan untuk kasus ini. Menurutnya, proses mengenai kepemilikan tanah dan aset Kebun Binatang di ranah perdata belum inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Penyegelan ini dinilai sepihak.
“Artinya ini status quo, biarkanlah menjadi urusan di pengadilan,” kata Idrus kepada wartawan, Kamis, 6 Februari 2025.
Saat ini pihak yayasan sedang fokus terhadap proses praperadilan. Mereka juga tidak akan melakukan tindakan terhadap penyegelan. “Penempelan segel biarinlah aja kreativitas dari kejaksaan tinggi biarin kita melakukan langkah-langkah lain,” jelasnya.
Dari sisi operasional, Humas Kebun Binatang Sulhan Syafii mengatakan, aktivitas kebun binatang masih tetap normal dan tak terpengaruh dengan isu yang beredar. Menurutnya, Kebun Binatang Bandung merupakan kebun binatang terbaik di Indonesia dengan satwa-satwa yang mengalami pertumbuhan luar biasa.
“Kita bisa melahirkan 10 anak tapir di sini, bangau tong-tong, binturong dan itu semua surplus luar biasa, jadi kita sama sekali tidak ada masalah,” jelas Sulhan.
Ia menegaskan, isu sengketa lahan tidak mempengaruhi karyawan dan pengunjung. Mengenai keinginan Pemkot Bandung melakukan alih kelola, dia menegaskan bahwa pengelolaan selama ini tidak ada masalah dan berjalan baik.
“Coba tanya lagi apa alasannya mengalihkan itu, karena Kebun Binatang Bandung itu keren, harus tanya ke mereka (Pemkot Bandung) ada apa gitu, jangan-jangan ada udang di balik batu,” tutur Sulhan.
Sebelumnya, Pemkot Bandung mewacanakan alih kelola kebun binatang ke Persatuan Kebun Binatang se-Indonesia. Pemkot menjamin tidak akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para karyawan yang bekerja di Kebun Binatang Bandung.
“Kalau mau ganti, kami serahkan kepada persatuan Kebun Binatang untuk menyeleksi pengelola yang baru," kata Penjabat Wali Kota Bandung A Koswara, Koswara sebagaimana dikutip dalam keterangan resmi.
Jaminan serupa juga disampaikan Asisten Pidana Khusus Kejati Jabar Dwi Agus Afrianto yang melakukan penyegelan enam aset milik Yayasan Margasatwa. Dwi menjamin seluruh karyawan dan satwa kebun binatang Bandung tetap dalam kondisi prima dan beraktivitas seperti biasa.
Kejati Jabar tetap mengizinkan operasional Kebun Binatang Bandung dan mengusulkan alih kelola oleh pihak ketiga agar tidak menimbulkan dampak sosial bagi karyawan dan satwa. Diketahui, Kebun Binatang Bandung menempati lahan 139.943 meter persegi di Jalan Kebun Binatang Nomor 6 dan lahan seluas 285 meter persegi di Jalan Kebun Binatang.
Baca Juga: Cerita Pengunjung di Tengah Ancaman Penyegelan Lahan Kebun Binatang Bandung
Kebun Binatang Bandung dan Taman Satwa Cikembulan bakal Pasrahkan Satwanya ke Negara
Membela Kesejahteraan Satwa di Tengah Konflik Aset Kebun Binatang Bandung
Sejarah Sengketa Lahan Kebun Binatang Bandung
Sengketa lahan Kebun Binatang Bandung melibatkan banyak pihak. Dalam catatan BandungBergerak, ada 11 pihak termasuk Pemkot Bandung dan Yayasan Margasatwa Tamansari yang mengklaim sebagai pemilik lahan ini.
Pada 13 Oktober 2021, sebagaimana dilansir dari detik.com, Steven Phartana menggugat Kebun Binatang ke PN Bandung. Ia mengklaim sebagai pemilik sah atas lahan seluas 12, 225 hektare di atas lokasi Kebun Binatang Bandung.
Steven dengan modal pengakuan kepemilikan Girik C nomor 417 Persil 12.D.IV, Persil 13 D.IV dan Persil 14 D.IV mengklaim lahan di Jalan Tamansari, Kelurahan Lebak Siliwangi, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. Tanah itu ia dapatkan setelah membelinya dari salah satu pihak yang mengklaim sebagai ahli waris bernama Atini dengan cara perjanjian kerja sama untuk pengikatan jual beli tertanggal 11 November 2015.
Steven menggugat tiga pihak, yaitu Pemkot Bandung, Kantor Agraria dan Tatan Ruang atau Kantor Pertanahan Kota Bandung, serta Ketua Yayasan Margasatwa Tamansari. Namun ia kalah. Steven lantas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jabar dan terdaftar 3 Januari 2023. Akan tetapi, Yayasan Margasatwa Tamansari juga mengajukan banding ke pengadilan tinggi dan menjadikan upaya banding tersebut kandas.
Jauh sebelum itu, BandungBergerak mencatat, pada 2015 masyarakat digemparkan dengan pengumuman penjualan lahan kebun binatang di salah satu situs jual beli online. Di iklan tersebut, lahan Kebun Binatang Bandung ditawarkan seharga 1,2 triliun rupiah.
Dalam sejarahnya, Pemkot Bandung juga pernah menerima secara rutin pembayaran uang sewa lahan tahunan Kebun Binatang Bandung, tetapi sewa ini berhenti secara sepihak sejak 2013. Besaran sewa dan denda itu tercatat di keuangan Pemkot Bandung sebagai piutang yang belum terbayarkan.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau tulisan-tulisan menarik lain Kebun Binatang Bandung