Greenpeace Indonesia Menilai Pernyataan Pemerintah Soal Pensiun Dini PLTU Membingungkan
Pernyataan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dianggap bertentangan dengan komitmen pemerintah tentang transisi energi bersih demi mengurangi dampak krisis iklim.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah12 Februari 2025
BandungBergerak.id – Pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kembali menuai prokontra. Setelah mengeluarkan kebijakan pembatasan gas elpiji tiga kilogram, yang segera direvisi, beberapa waktu lalu, di lain kesempatan Bahlil mengatakan program pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) jangan dipaksakan karena keterbatasan anggaran.
Bondan Andiryanu, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia menyatakan, program pensiun dini PLTU merupakan sesuatu yang krusial untuk mengurangi emisi dan mencapai target net zero. Jika pemerintah serius dengan transisi energi, seharusnya anggran negara dan kebijakan fisikal diarahkan untuk mendukung pengembangan energi terbarukan, bukan dengan terus memberi subdsidi pada batu bara.
Bondan menyebut, pernyataan Menteri ESDM Bahlil bahwa pensisunan dini PLTU jangan dipaksakan dikarenakan terbatasnya anggaran, memperlihatkan kontradiksi serta memberikan sinyal yang membingungkan bagi lembaga keuangan global yang sebenarnya sangat dibutuhkan untuk mendukung transisi energi Indonesia.
“Sikap tidak konsisten ini dapat merusak kepercayaan para investor dan semakin memperlambat laju investasi bagi transisi energi,” kata Bondan, dalam keterangan resmi diakses BandungBergerak, Selasa, 11 Februari 2025.
Pernyataan yang membingungkan lainnya juga disampaikan oleh Bahlil yang mengatakan Indonesia perlu mengikuti langkah negara maju seperti Amerika Serikat yang akan keluar dari Perjanjian Paris 2025. Bondan menjelaskan, situasi ini seharusnya menjadi pemicu Indonesia untuk memperkuat kerja sama dengan negara-negara maju lainnya yang tetap berkomitmen terhadap transisi energi dan berkomitmen terhadap dekarbonisasi sektor energi seperti Jepang, Uni Eropa, dan China.
Perkataan Bahlil juga berlawanan dengan pesan Presiden Prabowo yang menegaskan transisi energi merupakan priotas bagi Indonesia sebagaimana disampaikan di forum G20. Bondan menyebut, pemerintah harus mempertahankan kredibilitasnya di mata dunia menjalankan kebijakan transisi energi bukan memberikan sinyal yang membingungkan.
Bondan menegaskan, transisi energi di Indonesia hanya akan menjadi janji kosong, sementara dampak krisis iklim dan polusi udara terus memburuk dan merugikan masyarakat. Menurutnya, pensiun dini PLTU batu bara tidak harus menunggu pendaan dari luar. Pemerintah seharusnya bisa mengalihkan subsidi energi fosil ke energi bersih, memperketat standar emisi bagi PLTU supaya lebih kompetitif bagi energi terbaru, dan memastikan transisi energi yang adil bagi masyarakat terdampak.
Baca Juga: Raibnya Pohon Kelapa di Pulo Kuntul Setelah Berdirinya PLTU Batu Bara Indramayu
Polusi Batu Bara Menimbulkan Berbagai Macam Penyakit di Sekitar Pertambangan Maupun di Wilayah PLTU
Dampak Buruk PLTU Batu Bara pada Lingkungan dan Manusia, Mencemari Udara dan Habitat Alami
PLTU CIrebon-1 Pensiun DIni
Pemerintah cenderung menunggu pembiayaan dari luar untuk pensiun dini, seperti yang terjadi pada percepatan penghentian operasional PLTU Cirebon-1 yang berkapasitas 660 Megawatt (MW). Menteri ESDM Bahlil menjelaskan, pemensiunan PLTU ini dipercepat karena sokongan dana dari Asian Develompent Bank (ADB). Bahlil menyebut, seusai dilakukan perhitungan secara ekonomi langkah keputusan ini dianggap layak untuk dilakukan.
“Kita tarik, kenapa kita lakukan seperti ini? Karena ada yang membiayain, kita hitung dua syarat, tidak membebankan negara, PLN, dan rakyat,” kata Bahlil dalam konferensi pers, sebagaimana sebagaimana diakses BandungBergerak. Selasa, 12 Februari 2025.
PLTU Cirebon-1 dijadwalkan pensiun pada tahun 2042. Kemudian dipercepat tujuh tahun lebih awal menjadi tahun 2035 sebagai bagian dari transisi energi nasional. Pemerintah juga tengah menyiapkan pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai pengganti seperti panel surya.
Pensiun Dini PLTU Cirebon Jangan Melupakan Aspek Sosial dan Ketenagakerjaan
Direktur LBH Bandung, Heri Pramono mengatakan dalam melakukan pensiun dini PLTU Cirebon hak masyarakat lokal terdampak harus dilibatkan serta dipastikan oleh negara. Heri juga menyebut pentingnya membentuk produk hukum yang khusus mengatur hak-hak masyarakat terdampak, termasuk pengawasan serta konsekuensi hukumnya dalam konteks pemensiunan dini PLTU. Dari sisi ketenagakerjaan, pemerintah juga wajib menjamin dengan tegas hak-hak normatif pekerja PLTU dipenuhi seusai dengan standar serta skema hak asasi manusia (HAM).
“Menjamin pelibatan pekerja dan serikat pekerja dalam skema transisi energi melalui lembaga tripartite untuk mendorong rencana dan kebijakan transisi PLTU Cirebon 1 yang representatif dan melindungi kepentingan pekerja,” kata Heri, dalam diskusi yang menyoroti proyek strategis nasional, Senin, 3 Februari 2025.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Analisis Ketahanan Energi Dinas Energi Sumber daya Mineral (ESDM) Pemprov Jabar, Arnold Mateus menjelaskan, pemenisunan PLTU bagian komitmen dari pemerintah pusat dan perusahaan listrik negara (PLN). Saat ini pemerintah tengah mengkaji kembali mengenai paralel dan proses RPP KEN (Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Nasional) dan PLN tengah menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) baru.
Analisis ketahanan energi ini mengatakan, rencana pemensiunan dini PLTU bisa dipertimbangkan di dalam penyusunan dokumen-dokumen rencana baik secara RPP KEN dan RUPTL.
*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan-tulisan lain dari Prima Mulia, atau artikel lain tentang Proyek Strategis Nasiona PLTU