PERAYAAN SEABAD PRAM DI BANDUNG: 3.600 Detik Tarian Maemunah dan Pram di Halte Gedung Indonesia Menggugat
Di tengah riuh pembacaan buku-buku Pramoedya Ananta Toer di Bandung, seniman tari Angeline Azhar dan Gatot Gunawan menyajikan tarian penantian Maemunah, istri Pram.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah18 Februari 2025
BandungBergerak.id - Di sebuah halte bus, perempuan muda memakai daster bertelanjang kaki. Ia menghentakkan kaki sembari meliukkan tangannya, menari. Di belakang sang penari seorang lelaki hanya memakai kaos oblong dan sarung anteng mengisap rokok dan menyesap kopi. Jemarinya lincah di atas mesin tik, disaksikan puluhan buku yang menumpuk di sampingnya.
Selama 3.600 detik penari Angeline Azhar dan Gatot Gunawan melakukan drama tari bertemakan “Setia Hingga Titik” untuk mengenang Satu Abad Pramoedya Ananta Toer. Bertepatan dengan hari kasih sayang dan perayaan seabad Pram di Bandung, keduanya menyajikan pertunjukan sebagai sepasang kekasih yang melawan badai ketidakpastian dan kebengisan rezim Orde Baru.
Halte bus depan Gedung Indonesia Menggugat (GIM) dipilih menjadi lokasi pertunjukan sebagai simbol penantian atawa menunggu. 22 tahun lalu bertepatan dengan 23 April 2003, penulis Tetralogi Pulau Buru menyampaikan orasi budaya kepada para pemuda Kota Kembang di gedung bekas pengadilan Belanda itu.
Sambil terus mengetik Gatot yang berperan sebagai Pramoedya Ananta Toer didatangi Angeline yang berperan sebagai Maemunah, istri Pram. Maemunah terus menari dan meneteng secarik kertas diiringi riuh kendaraan yang melintas. “Tak ada satu hal pun tanpa bayang-bayang kecuali terang itu sendiri.”
Maemunah kemudian duduk tak jauh dari Pram yang terus mengetik. Maemunah begitu sabar menunggu kepulangan Pram nun jauh dari rumah, di Pulau Buru. Di tempat terpencil itu ia melahirkan anak-anak rohaninya mulai dari Bumi Manusia hingga Rumah Kaca. Maemunah menari lagi, tangannya meliuk seperti kupu-kupu kemudian berteriak lirih, “Dan bayang-bayang cinta itu bernama derita”.
Di depan penari Pram yang tengah melamun masih mengisap rokok di antara tumpukan buku-buku. Maemunah berkata sekali lagi. “Juga cinta sebagaimana halnya dengan setiap benda dan hal mempunyai bayang-bayang”.
Setelah itu, Angline meremas-meremas kertas tersebut lalu menghampiri Pram. Mereka menari di depan koridor halte sembari mengapitkan buku ‘Pekan Buku Indonesia 1954’ di antara mulut mereka yang menjadi simbol pertemuan pertama antara Pramoedya Ananta Toer dan Maemunah Thamrin.
Baca Juga: PERAYAAN SEABAD PRAM DI BANDUNG: Membaca Dalam Hati di The Room 19, Pameran Patung di Blora
BANDUNG HARI INI: Orasi Budaya Pramoedya Ananta Toer di Gedung Indonesia Menggugat
PERAYAAN SEABAD PRAM DI BANDUNG: Novel tentang Perempuan-perempuan yang Melawan Zaman
Seabad Pram dan Kisah Keteguhan Maemunah
Di tengah orang-orang mendiskusikan Pramoedya Ananta Toer baik hayat dan karyanya, Mataholang Officiel memilih tema cinta dan menjadikan kisah antara Pram dan Maemunah sebagai dance theater selama 3.600 detik. Gatot yang mewakili komunitas Mataholang Officiel menjelaskan, dipilihnya penggalan kisah cinta ini sebagai tema tarian karena di samping penulis hebat selalu ada perempuan kuat seperti Maemunah.
“Kami mengambil kisah dengan istrinya karena memang unik, perjuangan Ibu Maemunah diangkat dipertunjukkan, Ibu Maemunah tetap tegar ketika Pram dipenjara dan dikeja-kejar pemerintah. Itulah kami ambil spiritnya ibu Maemunah,” kata Gatot, kepada BandungBergerak.
Tarian teatrikal ini terdiri dari tiga babak yang semua didominasi oleh pemeran perempuan, tentang ketulusan dan kesetiaan seorang istri pada suami. Tiga babak tersebut yaitu pertemuan pertama di acara Pekan Buku Indonesia tahun 1954, kehidupan menikah dan tulis-menulis Pram, dan fase pasca 65 dan diasingkan ke Pulau Buru.
“Perempuan ini yang lebih dominan bagaimana dia harus menjadi orang tua tunggal dari anak-anak. Sementara Pram diasingkan entah dia akan kembali atau tidak, entah dia akan dihukum mati atau tidak. Itu kan kegelisahan-kegelisahan itu yang timbul dari seorang istri,” beber Gatot.
Mengenai pemilihan tempat di Gedung Indonesia Menggugat dan halte, Gatot menyebut cagar budaya ini pernah didatangi oleh Pram untuk memberikan spirit terhadap generasi-generasi muda. Sementara halte menceritakan Ibu Maemunah yang disimbolkan menunggu dan tetap setia.
Gatot menceritakan, pernah suatu waktu ada kabar Pramoedya akan keluar dari penjara tapi yang terjadi malah diasingkan ke Pulau Buru. “Ibu Maimunah tetep kuat gitu, pegang pada prinsip,” jelasnya.
Gatot bersama tim memilih kisah cinta dan Pram untuk turut mengenang seabad Pram. Ia melakukan riset untuk menggelar tarian ini selama satu bulan.
Sementara itu, Angeline Azhar menerangkan, Maemunah Thamrin merupakan sosok perempuan dan orang tua tunggal yang setia. Penari muda ini mengaku mengenal Pramoedya lewat film.
“Selain dari karya Pram, ternyata ada perempuan yang mensupport, ibu Maemunah tidak seperti perempuan pada umumnya. Maemunah bekerja sebagai orang tua tunggal bagaimana kabarnya menanti dan setia kapan Pram bisa keluar dari penjara, dia tidak pernah memikirkan dirinya sendiri,” terang Angeline.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau tulisan-tulisan menarik lain Pramoedya Ananta Toer