Evaluasi Standar Pelayanan Rumah Sakit Hasan Sadikin Diperlukan Setelah Kasus Kekerasan Seksual oleh Dokter PPDS
Terkait kasus kekerasan seksual, Ombudsman RI Jawa Barat mengingatkan RSHS bahwa keamanan dan kenyamanan pasien menjadi prioritas utama.
Penulis Tim Redaksi15 April 2025
BandungBergerak.id - Kasus kekerasan seksual yang dilakukan dokter Priguna Anugerah terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung memicu kecemasan dan keprihatinan publik. Kejadian ini tidak hanya mencoreng nama RSHS sebagai rumah sakit pendidikan terkemuka, tetapi juga mengangkat isu tentang pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap standar pelayanan yang diterapkan oleh rumah sakit dalam memberikan layanan publik.
Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia (RI) Provinsi Jawa Barat Dan Satriana menegaskan, pihaknya sangat prihatin dengan kejadian kekerasan seksual yang melibatkan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Fakultas Kedokteran Unpad. Berdasarkan keterangan dari pihak kepolisian, tersangka diduga telah melakukan perbuatan yang sama terhadap korban lain dengan modus dan tempat kejadian yang serupa.
"Kami sangat prihatin terhadap kejadian kekerasan seksual oleh oknum dokter PPDS, apalagi hal ini terjadi saat masyarakat menggunakan pelayanan publik," ungkap Dan Satriana, dalam keterangan resmi yang diterima BandungBergerak.id, 14 April 2025.
Ombudsman RI mendorong RSHS Bandung segera mengevaluasi standar pelayanan rumah sakit, terutama yang berkaitan dengan jaminan keamanan dan keselamatan pasien sesuai Undang Undang Kesehatan serta Undang Undang Pelayanan Publik.
Evaluasi ini penting, mengingat dalam beberapa kasus, pasien dan keluarga sering kali tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang prosedur medis yang akan dijalani. Akibatnya, mereka sangat bergantung pada informasi dan arahan yang diberikan oleh tenaga medis. Oleh karena itu, RSHS diminta untuk memperbaiki komunikasi dan prosedur yang ada, guna memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
“RSHS harus memastikan bahwa langkah-langkah konkret untuk memperbaiki prosedur keamanan dan komunikasi, serta untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik yang diberikan,” kata Dan Satriana.
Melindungi Hak dan Kenyamanan Pasien
Sebagai penyelenggara pelayanan publik, RSHS harus memastikan bahwa prosedur standar yang ada tidak hanya menjaga kualitas medis, tetapi juga melindungi hak dan kenyamanan pasien. Ini juga mencakup penerapan prosedur yang transparan dalam memberikan informasi kepada pasien dan keluarga, serta sistem pengaduan yang mudah diakses.
Ombudsman RI juga menekankan pentingnya rumah sakit untuk membuka saluran pengaduan yang lebih efektif dan responsif. Proses pengaduan harus dilakukan dengan cepat dan tuntas, dengan mengedepankan asas keterbukaan dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan, tata kelola, dan pelaksanaan prosedur pelayanan rumah sakit yang aman bagi pasien sangat diperlukan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Semua pihak—baik rumah sakit, universitas, maupun lembaga pemerintah—harus bekerja sama untuk memastikan keamanan dan kenyamanan pasien tetap menjadi prioritas utama.
Tempat Pendidikan Spesialis Anastesi Dihentikan
Buntut dari kekerasan seksual oleh dokter PPDS, Kemenkes menghentikan RSHS sebagai tempat pendidikan spesialis anastesi bagi Fakultas Kedokteran Unpad untuk sementara. Rektor Unpad Arief Kartasasmita menyatakan, pihaknya menghargai keputusan dari Kemenkes karena demi terselenggaranya pendidikan yang lebih baik.
"Kami mengirimkan surat instruksi kepada fakultas untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap seluruh spesialis dan profesi di lingkungan Unpad," kata Arief, dalam keterangan resmi.
Arief menekankan bahwa evaluasi ini sangat penting untuk memastikan tidak ada celah dalam sistem pendidikan kedokteran yang dapat menyebabkan pelanggaran hukum atau etika. "Kami akan pastikan kejadian seperti ini tidak terulang kembali. Jika ditemukan hal yang belum memadai, kami akan segera mengambil langkah tegas," tegasnya.
Langkah evaluasi ini juga akan mencakup revisi kurikulum pendidikan kedokteran, untuk mencegah terjadinya kekerasan atau pelanggaran lain dalam dunia pendidikan profesi kesehatan. Arief berharap kejadian ini menjadi pembelajaran untuk meningkatkan sistem pendidikan di Unpad serta di institusi pendidikan lainnya.
Baca Juga: Perguruan Tinggi dan Negara yang Tak Peduli Terhadap Persoalan Kekerasan Seksual
Menjaga Anak dari Kekerasan di Momen Lebaran: Kesadaran yang Sering Terlupakan
Menghapus Mitos-mitos Kekerasan Seksual yang Menghambat Kesetaraan Gender

Pencabutan STR dan SIP dr Priguna Anugerah
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) mengambil langkah tegas terhadap dr. Priguna Anugerah. Setelah ditetapkannya tersangka oleh polisi, KKI mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) milik dr. Priguna, yang berarti ia tidak dapat berpraktik sebagai dokter seumur hidup.
"Dengan pencabutan STR dan SIP, yang bersangkutan tidak dapat berpraktik sebagai dokter seumur hidup," kata Ketua KKI Arianti Anaya.
Mengenai penghentian sementara Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSHS, Arianti menjelaskan kebijakan tersebut untuk memberikan ruang bagi evaluasi tata kelola dan pengawasan dalam program PPDS tersebut.
"Evaluasi yang dilakukan diharapkan dapat menghasilkan sistem pengawasan yang lebih ketat, transparan, dan responsif terhadap potensi pelanggaran hukum maupun etika," tambah Arianti.
Mencuatnya kasus yang dokter PPDS menambah panjang daftar kekerasan seksual di Indonesia. Komnas Perempuan sepanjang tahun 2021 menerima pengaduan langsung sebanyak 4.322 kasus, tahun 2022 naik menjadi 4.471 kasus. Data pengaduan yang diterima tersebut dibagi dalam tiga ranah, yaitu ranah personal terdapat 2.098 kasus, ranah publik 1.276 kasus, dan ranah negara sebanyak 68 kasus.
Pengaduan kekerasan seksual sebagai bentuk kekerasan yang dominan berjumlah 2.228 kasus (38.21 persen), diikuti kekerasan psikis sebanyak 2.083 kasus (35.72 persen).
*Laporan ini mendapatkan dukungan data dari reporter BandungBergerak Muhammad Akmal Firmansyah