• Liputan Khusus
  • BAYI-BAYI PANDEMI (10): Tidak Berharap Bantuan Pemerintah

BAYI-BAYI PANDEMI (10): Tidak Berharap Bantuan Pemerintah

Kelahiran bayi stunting di Sekejati membuat warga dan kader Posyandu gempar. Mereka bahu membahu menolong bayi tersebut dengan cara iuran.

Dwi (25) ditemani Ketua Posyandu Lavender, Erlin (tengah) bersama asisten posyandu, Evi (kanan) ketika ditemui di Masjid Darul Falah, Kelurahan Sekejati, Rabu (22/9/2021). (Foto: Bani Hakiki/BandungBergerak.id)

Penulis Tim Redaksi29 Oktober 2021


BandungBergerak.idKabar seputar kondisi kelahiran Naira mendapat respons cepat oleh sejumlah tetangga sekitar rumah Dwi dan Novan, khususnya oleh para kader Posyandu Lavender yang beroperasi di wilayah RW 011 Sekejati, Kecamatan Buahbatu, Kota Bandung. Begitu sampai di rumah, Dwi dan Novan dikunjungi oleh Ketua Posyandu Lavender, Erlin (48) yang rumahnya berlokasi di RT001.

Dwi dan Novan tak sanggup membiayai sang buah hati jika harus dirawat di rumah sakit, Erlin beserta jajarannya pun segera berembuk untuk menyelamatkan Naira dari status stunting yang disandangnya. Dalam waktu tiga hari setelah kelahiran Naira, para kader posyandu mengadakan sebuah pertemuan dengan Ketua RW 011, Jaja.

Pertemuan itu membicarakan khusus kondisi yang didera Naira. Pasalnya, kabar kondisi kelahirannya cukup membuat para kader posyandu gempar karena tidak menyangka bakal ada bayi yang terlahir stunting lainnya di wilayah RW tersebut. Diketahui, dari 17 bayi yang lahir di masa pagebluk ada 5 bayi lainnya selain Naira yang lahir dengan status stunting.

Seperti bayi-bayi stunting lainnya, Naira pun dirawat secara intens oleh pihak posyandu selama satu bulan pertama. Erlin menuturkan, kelahiran bayi stunting selama pagebluk di wilayahnya jadi dilema yang cukup besar mengingat kondisi uang kas posyandu pun tidak seberapa. Selama ini, pemeritah hanya mengucurkan dana sebesar 150 ribu rupiah saja per bulannya untuk berbagai program posyandu yang tersendat selama pagebluk.

“Kita akhirnya melakukan hal yang sama untuk Naira seperti bayi-bayi (stunting) lainnya. Kita udunan, pakai uang kas RW dan uang pribadi, juga sumbangan warga. Dananya kita pakai untuk beli makanan tambahan untuk anak dan vitamin penunjang lainnya,” ungkap Erlin.

Selama pagebluk berlangsung, keluarga yang dinakhodai Novan hanya pernah satu kali mendapatkan bantuan dari pemerintah. Bantuan yang diterimanya itu berupa uang tunai sebesar 300 ribu rupiah dan sembako senilai 500 ribu rupiah untuk satu bulan dari Guburnur Jawa Barat Ridwan Kamil. Tahun 2021 ini, mereka sama sekali belum pernah mendapatkan lagi bantuan.

Dwi merasa beruntung dan bersyukur atas kabaikan para tetangga dan kader posyandu dalam membantu kesehatan Naira. Bersamaan dengan itu, Dwi merasa kecewa dengan sejumlah kebijakan pemerintah yang tidak punya solusi akan kondisi perekonomian warganya selama pagebuk menerpa. Padahal baginya, urusan perekonomian masyarakat ini berhubungan dengan nyawa.

Menurut Dwi, seharusnya ada perhatian khusus terhadap ibu-ibu yang mengandung dan melahirkan di masa pagebluk. Terutama bagi mereka yang menghadapi permasalahan yang sama dengannya.

“Harusnya ini mah, pemerintah teh bisa kasih perhatian dan bantuan. Soalnya saya yakin, gak cuma saya yang ngadepin masalah kayak gini. Tapi, kalau saya mah gak mau bergantung sama bantuan pemerintah juga sih. Percaya ajalah masih banyak orang-orang baik di sekitar saya,” ungkapnya dengan yakin sambil tersenyum.

Dalam rentan waktu empat bulan pertama semenjak dilahirkan, kondisi Naira mulai menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan berkat usaha dari orang tuanya bersama para kader posyandu Lavender. Tubuhnya kini sudah mulai terlihat berisi, meskipun tingginya belum seperti bayi normal pada umumnya. Naira pun masih menjalani penanganan secara rutin dari posyandu.

Anak-anak di Kelurahan Sekejati, Kecamatan Buahbatu, bermain dengan bebas di luar rumah tanpa protokol kesehatan yang ketat selama sekolah berjalan daring selama pagebluk Covid-19 belum tuntas di Kota Bandung, Sabtu (10/9/2021). (Foto: Boy Fadzri Firmansyah/BandungBergerak.id)
Anak-anak di Kelurahan Sekejati, Kecamatan Buahbatu, bermain dengan bebas di luar rumah tanpa protokol kesehatan yang ketat selama sekolah berjalan daring selama pagebluk Covid-19 belum tuntas di Kota Bandung, Sabtu (10/9/2021). (Foto: Boy Fadzri Firmansyah/BandungBergerak.id)

Baca Juga: BAYI-BAYI PANDEMI (5): Arsya, Vonis Stunting, dan Pergulatan Keluarganya
BAYI-BAYI PANDEMI (6): Posyandu Terganggu, Buruan Sae Terkendala Lahan
BAYI-BAYI PANDEMI (7): Aqila, Dia yang Lahir di Puncak Gelombang Kedua
BAYI-BAYI PANDEMI (8): Inisiatif Baik dari Kampung Padat Penduduk Suka Asih
BAYI-BAYI PANDEMI (9): Menyusur Stunting di Balik Mewahnya Lingkungan Perumahan Sekejati

Kasus Stunting Buahbatu

Kasus stunting di wilayah Kecamatan Buahbatu bukan saja Naira. Profil Kesehatan Kota Bandung tahun 2020 mencatat, kecamatan Buahbatu sebagai penyumbang angka stunting tertinggi di antara 30 kecamatan yang ada, yaitu 23,97 persen atau sebanyak 824 balita, diikuti oleh kecamatan Cidadap 15,46 persen dengan sejumlah 291 balita, dan Rancasari 14,27 persen dengan sejumlah 546 balita.

Total kasus stunting Kota Bandung sebanyak 9.657 balita (8,93 persen) dari 107.189 balita yang ditimbang di Kota Bandung pada tahun 2020. Dari data tersebut, sebesar 2,27 persen atau 2.434 balita berada pada status sangat pendek dan 6,65 persen atau 7.133 balita berstatus pendek. Persentase balita stunting tahun 2020 mendekati persentase balita stunting tertinggi di tahun 2015 sebesar 8,96 persen.

Buahbatu merupakan salah satu kecamatan dengan jumlah penduduk padat di Kota Bandung, yakni 102.228 jiwa yang terdiri dari 51.241 laki-laki dan 50.987 perempuan. Mereka mendiami wilayah seluas 7.93 kilometer yang terbagi ke dalam 4 kelurahan, salah satunya Sekejati.

Masih menurut Profil Kesehatan Kota Bandung 2020, Buahbatu juga termasuk wilayah yang memiliki masalah rawan gizi balita, yakni 12,91 persen, bersama Rancasari 12,13 persen, dan Kiaracondong 10,59 persen. Suatu wilayah dikategorikan rawan masalah gizi menurut standar berat badan dibagi umur (BB/U) yakni apabila persentase jumlah balita berat badan kurang dan berat badan sangat kurang lebih dari 10 persen. Maka ketiga kecamatan di atas tergolong wilayah rawan gizi.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//