Spirit Pagebluk dari Bandung Art Festival
Selain menghadirkan seniman-seniman dari Jawa Barat, Bandung Art Festival turut dimeriahkan oleh 25 seniman dari negara lain.
Penulis Awla Rajul4 November 2021
BandungBergerak.id - Pandemi Covid-19 yang menghantam ternyata tidak menyurutkan seniman-seniman untuk terus berkarya. Terbukti dengan tetap dihelatnya Bandung Art Festival (BAF) pada tahun-tahun pagebluk, yakni BAF ke-6 2020 yang digelar secara daring, dan BAF ke-7 2021 yang juga digelar daring.
BAF ke-7 diselenggarakan di Taman Budaya Jawa Barat, Dago Tea House, Bandung, sejak 28 Oktober 2021 hingga 10 November mendatang, dengan mengusung tema Jejak Transformasi. Tema ini dimaksudkan sebagai refleksi semangat atas acara-acara yang pernah dibuat sebelum pagebluk hingga kini dilakukan secara daring.
Selain menghadirkan seniman-seniman dari Jawa Barat, Bandung Art Festival turut dimeriahkan oleh 25 seniman dari negara lain. Sedangkan penampil dari luar negeri mayoritas melakukan pertunjukan daring. Festival ini diwarnai berbagai pertunjukan seni mulai pameran foto, lukisan, dan alat musik daur ulang, di 3 titik (Bongkeng Arts Space, Taman Budaya Jawa Barat, Curug Batu Templek.
“Terus di sini ada juga yang live streamingnya itu benar-benar di negara mereka langsung. Mereka tampil secara langsung dari negara mereka. Ada juga yang kita kumpulkan video mereka dan kita tayangkan secara live streaming,” ungkap Manajer Acara, Supriyadi, saat ditemui BandungBergerak.id.
Supriyadi menyampaikan, rencana awal dari BAF ke-7 ini dilaksanakan dengan tujuh hari penampilan dan tujuh hari pameran. Namun, karena lokasi yang hendak digunakan bentrok, maka tujuh hari tersebut dialihkan ke lomba tari Pasanggiri Jaipong untuk SD, SMP, dan SMA.
“Cuma karena bentrok dan tidak bisa digunakan lokasinya, akhirnya kita switch ke perlombaan. Alhamdulillah justru perlombaan lebih banyak peminatnya. Karena kan sudah lama gak ada event ya. Jadi orang-orang pada mau, apalagi lomba kan,” ujarnya.
Di tempat yang sama, pertunjukan tari dipentaskan para seniman tari dari berbagai sanggar seni di Jawa Barat. Salah satunya Sanggar Lingga dari Tasikmalaya yang menampilkan tiga tarian, yaitu Tarian Tanjungbaru, Tarian Mojang-Jajaka, dan Tarian Rahwana Gandrung.
Salah seorang penari, Asep Gunawan, menjelaskan bahwa ketiga tari tersebut memiliki ceritanya masing-masing. Tarian Tanjungbaru merupakan tarian khas wanita, dengan lagu yang sudah populer.
Tarian Mojang-Jajaka atau bisa disebut Moka, merupakan tarian kreasi khas Mojang-Jajaka dari kabupaten Tasikmalaya. Dan tarian Rahwana Gandrung adalah cerita Rahwana yang mengganggu percintaan Rama dan Sinta.
Karena pandemi, Asep menyampaikan, ia dan teman-temannya tidak memiliki persiapan yang begitu matang. Bahkan mereka sudah lama tidak latihan bersama. Jadi sesampainya di Bandung, mereka langsung melakukan gladi, mengatur tata letak, pola, dan gerakan.
“Takutnya ada kesalahan. Tapi kita kan penari jadi sudah tahu kalau gerakannya begini-begini. Alhamdulillah dengan persiapan begitu minim, kita bisa menyatukan gerakan kita bersama-sama. Kalau yang sendiri bebas kan. Kalau yang sama-sama kan harus ada chemistry, rasa juga. Jadi tadi Alhamdulillah,” ungkapnya.
Baca Juga: Pesan Solidaritas dari Festival Budaya Nusantara ISBI Bandung
Pergeseran Citra Ronggeng, dari Tokoh Spiritual Terhormat hingga Identik dengan Pelacuran
Meredam Dampak Negatif Teknologi Digital dengan Permainan Tradisional
Ritual Adat Sunda di Kaki Gunung Tangkuban Parahu
Festival Monolog se-Jawa Barat: Ketika Seniman harus Akrab dengan Youtube
Wadah Seniman Bandung
Sejak awal perjalanannya, Bandung Art Festival merupakan wadah bagi seniman Bandung. Supriyadi bilang, penggagas Bandung Art Festival yang juga seorang seniman, dulunya sering tampil di festival-festival di daerah lain. Teman-teman festival dari daerah lain pun menyarankan agar dibuat sebuah festival sendiri khusus di Bandung.
Sehingga dibuatlah festival yang mewadahi seniman Bandung bernama BAF. Awalnya, BAF hanya diikuti oleh seniman-seniman Bandung dan Jawa Barat. Namun dalam perjalanannya, banyak seniman-seniman dari luar negeri yang ingin tampil di BAF. Pada sebuah kesempatan BAF, diundanglah seniman-seniman dari mancanegara untuk turut memeriahkan festival ini.
“Istilahnya, mereka (para seniman luar negeri) interest dengan festival yang kita adakan di Indonesia. Mereka juga kayak sekalian sama liburan gitu,” beber Supriyadi.
Tidak hanya itu, Supriyadi bilang kalau penampil di BAF juga tidak hanya berhenti di festival. Banyak yang kemudian tampil di festival-festival lain bahkan hingga festival mancanegara. Artinya, BAF tidak hanya dijadikan festival tujuan akhir, namun sebagai salah satu langkah promosi.
“Jadi biasanya yang perform di sini, itu ada namanya tindak lanjut. Jadi gak stuck di sini, mereka bisa melanjutkan tampilan mereka di Solo misalkan atau di luar negeri. Justru kita di sini memberikan wadah untuk promosi. Apalagi kalau secara live kan banyak (Seniman) dari luar negeri. Nah, mereka nanti bakal mengundang gitu ke negara mereka,” paparnya.
Seniman Menghadapi Pagebluk
Hampir genap dua tahun pagebluk, seniman-seniman tetap dapat bertahan dengan berbagai caranya masing-masing. Seperti halnya Asep Gunawan, penari dari Sanggar Lingga. Baginya, tarian bukan hanya sebagai seni, namun dapat dijadikan alternatif olahraga.
“Meskipun kan kalau pandemi, kalau kita diam saja ya gak ada pergerakan. Kalau kita ada gerak kan buat kita sehat juga. Jadi tarian itu kan buat kita sehat gitu,” kata Asep.
Asep telah menggeluti seni tari selama enam tahun. Awal ia menggeluti seni tari saat duduk di bangku SMA. Ternyata tari tidak hanya sampai di sana, tari menjadi hobi dan kini mulai digeluti Asep sebagai profesi.
“Untuk saya tari itu ekspresi perasaan saya. Dalam tari itu, diri saya benar-benar ada, saya jadi percaya diri. Di situ timbul kepercayaan yang kata orang lain gini-gini. Kok gini laki-laki. Ya ga apa-apa, kan talent saya, hobi saya. Dan itu yang menjadi kemajuan bagi saya,” ungkapnya bangga.
Sebagai lulusan seni, Supriyadi menjelaskan bahwa seni tidak mati di kala pandemi. Sebab seni dapat dilakukan di mana-mana. Selama pandemi, seniman-seniman dapat beralih melalui tampil virtual.
Tidak hanya itu, seniman masih bisa mengikuti banyak acara maupun festival (online) saat pandemi. Namun, semangat yang tidak didapatkan saat pandemi adalah penonton.
“Tetap ada komunitas-komunitas, wadah-wadah yang menyelenggarakan kegiatan untuk perkembangan seni. Dan hebatnya, seni itu, kita terus gak mau seni itu mati. Jadi ketika ada event-event online justru peserta lebih banyak, nyampe raturan peserta,” ungkap Supriyadi.
Direktur Festival BAF ke-7, Deden Tresnawan, menambahkan melalui BAF para seniman ingin mengajak publik untuk terus bahu membahu, bergandengan tangan, saling mendukung dalam melewati masa-masa sulit pandemi. Karena itulah tema yang diusung bertajuk “Jejak Transformasi”.
“Mengajak seluruh masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia untuk tetap bersemangat dan bangkit bersama membangun bangsa, menyongsong masa depan dengan kehidupan yang lebih baik,” kata Deden Tresnawan, melalui siaran persnya.
Karena pandemi pula, BAF tahun ini kembali diselenggarakan secara daring. Meski demikian Bandung Arts Festival akan hadir di tengah masyarakat dengan membawa semangat dan optimisme untuk bergotong royong dan bangkit dari masa pandemi, mengajak masyarakat untuk tetap kreatif dan produktif.