Kampus di Bandung Suarakan Dukungan pada Permendikbudristek PPKS
Baik ITB, Unpar, maupun Unpad sedang menyusun kebijakan kampus sebagai respons terhadap pembumian Permendikbudristek PPKS di kampus masing-masing.
Penulis Tim Redaksi12 November 2021
BandungBergerak.id - Sejumlah kampus di Bandung menyuarakan dukungannya pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Walaupun Permendikbudristek ini menuai kontroversi dari kalangan ormas keagaamaan.
Universitas Padjadjaran (Unpad) mengaku sudah lama menyiapkan kebijakan pencegahan kasus kekerasan seksual. Tetapi dalam menghadapi Permendikbudristek PPKS, Unpad memilih bersikap netral, sebagaimana disampaikan Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad Dandi Supriadi.
“Terkait hal tersebut (Permendikbudristek PPKS), secara kelembagaan Unpad tidak mengeluarkan pernyataan menolak atau mendukung. Tapi kami memang sudah merancang peraturan tentang hal tersebut bahkan sebelum ada Permendikbud 30,” kata Dandi Supriadi, melalui pesan singkat yang diterima BandungBergerak.id, Jumat (12/11/202).
Dukungan muncul dari Institut Tekonologi Bandung (ITB) dan Universitas Katolik Parahyangan (Unpar). Kedua kampus sama-sama sedang menyusun peraturan universitas untuk menindaklanjuti Permendikbudristek PPKS.
Rektor ITB Reini Wirahadikusumah, mengatakan ITB mengapresiasi inisiatif dan tujuan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 karena memastikan terjaganya hak warga negara atas pendidikan, melalui pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi.
"Tentu ITB sangat mengapresiasi insiatif Kementerian tersebut. Kita sudah tunggu-tunggu sejak lalu. Jadi dengan terbitnya Permen tersebut, sekarang ITB bisa segera menandatangani Peraturan Rektor tentang kekerasan Seksual. Hal ini sangat sejalan dengan upaya ITB membangun awareness, edukasi, pencegahan, serta penanganannya bila terjadi kasus yang tidak diinginkan," kata Reini Wirahadikusumah, dalam keterangan resminya, Selasa (11/11/2021).
Reini mengaku ITB sejak 2020 lalu sudah menyiapkan draf Peraturan Rektor tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di ITB sambil menunggu Permendikbudristek tersebut disahkan. Dengan terbitnya Permendikbud, saat ini ITB sedang melakukan finalisasi agar Peraturan Rektor sejalan dengan Permendikbud.
Rektor Unpar Mangadar Situmorang juga menyambut baik dan mendukung terbitnya Permendikbudristek PPKS. Menurut Rektor, PPKS lebih operasional dan itu mendorong Unpar untuk melengkapi diri dengan unit-unit, mekanisme-mekanisme, dan prosedur-prosedur yang diperlukan agar sikap, narasi, dan perilaku kekerasan seksual tidak terjadi di lingkungan Unpar.
“Secara prinsip, Unpar menyambut baik dan mendukung Permen tersebut, yang pada intinya bertujuan untuk meningkatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap setiap insan apa pun identitas yang melekat pada dirinya. Hal itu dimulai dengan peningkatan kesadaran, pengetahuan, dan kepedulian bersama untuk saling menghormati. Unpar sangat menekankan pentingnya sikap saling menghormati jati diri yang utuh (humanum) termasuk perbedaan yang ada (kebhinnekaan),” ujar Mangadar Situmorang, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/10/2021).
Baca Juga: Data Kekerasan terhadap Perempuan di Kota Bandung 2020, Kekerasan Seksual Paling Banyak Dilaporkan
Data Kekerasan terhadap Anak di Kota Bandung 2020, Terbanyak Berupa Kekerasan Psikis
Psikologi UPI Bahas Solusi Memutus Kekerasan dalam Pacaran
Data Jumlah Kasus Kekerasan terhadap Anak di Kota Bandung 2015-2020, Melambung di Tahun Pandemi
Pagebluk Covid-19, Semakin Banyak Anak dan Perempuan Bandung Alami Kekerasan
Tidak Ada yang Imun terhadap Kemungkinan Terjadinya PPKS
Mangadar Situmorang menegaskan, terkait PPKS, Unpar tidak steril atau imun terhadap kemungkinan tergerusnya rasa hormat tersebut. Ia juga tak menampik terhadap kemungkinan terjadinya kekerasan seksual.
Kendati demikian, sebelum Permendikbudristek PPKS diterbitkan, Unpar sedang menyusun peraturan universitas yang bertujuan untuk memperkuat sikap hormat tersebut melalui program dan kegiatan gladi-gladi kemanusiaan dan keruhanian. Kehadiran Permendikbudristek diyakini akan mempercepat fasilitas legal, programatik, dan prosedural usaha penghormatan tersebut.
Reini Wirahadikusumah juga menyatakan bahwa selama ini di ITB belum pernah terjadi kasus kekerasan seksual. Meskipun ITB telah memiliki lembaga konseling untuk mahasiswa. Mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di ITB selama ini, Reini menyatakan kampusnya bekerjasama dengan mitra-mitra ITB berupa lembaga-lembaga terhormat baik lembaga pemerintah dan nonpemerintah.
ITB, lanjut Reini, aktif menyelenggarakan kampanye antikekerasan seksual di kampus melalui seminar-seminar, kuliah umum (studium generale), diskusi, focus group discussions, dan diseminasi serta menyusun perangkat aturan sesuai nilai-nilai, karakter dan dinamika akademik di ITB.
Sebagai contoh, ITB pernah mengundang narasumber dari Komnas Perempuan untuk edukasi dan pencegahan kekerasan seksual, seperti yang pernah dilakukan lewat Kuliah Umum Studium Generale ITB.
Dalam menyusun peraturan rektor, ITB mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak termasuk Komisi Nasional Perempuan. Peraturan Rektor ini menekankan awareness, edukasi, pencegahan, dan treatment bagi korban yang memadai untuk melindungi korban.
Reini berharap pascaditetapkannya Peraturan Rektor ITB tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan ITB, nantinya dapat memaksimalkan peran Sekretaris Institut ITB untuk mengawal dan mengkoordinasikan gerakan antikekerasan seksual di ITB.
Sedangkan untuk menangani kasus kekerasan seksual di ITB, perannya akan diberikan kepada unit kerja ITB yang menangani urusan Kemahasiswaan dan Kepegawaian. Kedua unit kerja ini akan didukung oleh peran psikolog, psikiater, ahli hukum dan ahli lain yang dibutuhkan, agar penuntasan kasus kekerasan seksual dapat diselesaikan secara paripurna.
Kontroversi Permendikbudristek PPKS
Permendikbudristek PPKS sendiri cukup rinci dalam mengatur pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi atau kampus. Di regulasi ini, kampus harus melakukan kampanye atau edukasi tentang pencegahan kasus kekerasan seksual, menyiapkan infrastruktur pendukung seperti satgas, mengurangi pertemuan di luar kampus, dan seterusnya.
Meski demikian sejumlah organisasi keagamaan bereaksi terhadap pasal-pasal yang disebut berpotensi memicu seks bebas. Misalnya pada pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m. Salah satu huruf atau pasal, misalnya, berbunyi:
“Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban.”
Kalimat “tanpa persetujuan korban” inilah yang dipermasalahkan sejumlah ormas keagamaan. Walaupun pada pasal berikutnya dijelaskan bahwa:
Persetujuan korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal Korban:
a. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan
kedudukannya;
c. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
d. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
e. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
f. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau
g. mengalami kondisi terguncang.
Direktur Women's Crisis Center Pasundan Durebang Ira Imelda tidak setuju jika Permendikbudrsitek akan memicu seks bebas.
“Terkait kontroversi: perlu diingat bahwa kita kan tidak menganut tradisi segala perbuatan yang tidak dilarang berarti ia diperbolehkan, jadi anggapan bahwa Permendikbudrsitek No 30 tahun 2021 ini melegalkan zina tidak tepat,” kata Ira Imelda.
Sebaliknya, kata dia, Indonesia kita menganut tradisi sistem segala perbuatan yang tidak diperbolehkan berarti menjadi perbuatan yang dilarang.
*Liputan ini hasil kerja Tim Redaksi BandungBergerak.id yang terdiri dari: Putra Wahyu Purnomo dan Awla Rajul.