BUKU BANDUNG (24): Siasat Menasionalkan Haji Hasan Mustapa
Haji Hasan Mustapa dikenal sebagai pribadi yang cerdas. Kedekatannya dengan Snouck Hurgronje –penasihat Pemerintah Belanda– membuatnya diangkat sebagai penghulu.
Penulis Rizki Sanjaya30 November 2021
BandungBergerak.id - Bagi sebagian warga Bandung, ketika mendengar nama Haji Hasan Mustapa, sontak pikirannya tertuju pada sebuah penamaan jalan yang kini menghubungkan wilayah Surapati dan Cicaheum; Jalan PH.H. Mustofa. Jalan dengan trek lurus sepanjang lebih–kurang 2,4 km ini, mayoritas wilayahnya masuk ke dalam cakupan administratif Kecamatan Cibeunying Kidul, Kota Bandung.
Jalan PH.H. Mustofa secara geografi terbagi menjadi dua bagian; barat dan timur. Di bagian barat, yang lebih dekat ke Jalan Pahlawan, jalan ini banyak diisi oleh gedung perkantoran, dan kampus-kampus. Sedangkan di bagian timur, yang lebih dekat ke Terminal Cicaheum, terdapat banyak tempat percetakan sablon, juga lapakan kaki lima semi permanen.
Dalam sebuah penamaan wilayah, selalu ada toponimi yang melatarbelakanginya. Umumnya toponimi sebuah wilayah berkaitan erat dengan peristiwa, sejarah, lingkungan, dinamika budaya, geologi, hingga magis yang pernah terjadi (Cece Sobarna, unpad.ac.id). Dan ketika penanda itu menggunakan nama seseorang, hal ini tidak semata-mata dibuat serampangan tanpa tujuan tertentu.
Sebagai seorang birokrat, Haji Hasan Mustapa dikenal sebagai pribadi yang cerdas. Selain itu, kedekatannya dengan Snouck Hurgronje –penasihat Pemerintah Belanda– (Asura, 2020:167), membuat pria kelahiran 3 Juni 1852 ini, menerima dan menjalankan tugas sebagai Hoofd Penghulu Bandung, dalam rentang tahun 1895-1918.
Dan pada tahun terakhir dirinya menjabat sebagai Hoofd Penghulu Bandung (1918), Haji Hasan Mustapa memilih pensiun atas keinginannya sendiri. Tepatnya di usia yang ke-66 tahun (Asura, 2020:109).
Jumlah Dangding karya Haji Hasan Mustapa
Kebesaran Haji Hasan Mustapa banyak dituliskan di beberapa buku, dan karya tulis ilmiah. Hal yang menjadikannya besar, salah satu penunjangnya adalah aspek kekaryaan. Salah satu buku yang membahas terkait kekaryaan Haji Hasan Mustapa, adalah buku yang ditulis oleh Ajip Rosidi berjudul Haji Hasan Mustapa Jeung Karya-karyana (1989), terbitan Penerbit Pustaka Jaya.
Dalam buku Haji Hasan Mustapa Jeung Karya-karyana, diceritakan bahwa Ajip Rosidi sangatlah bersemangat dalam mengumpulkan naskah-naskah tulisan Haji Hasan Mustapa. Jejak pencariannya dimulai dari menemui anggota Galih Pakuan –kelompok penggemar Haji Hasan Mustapa–, mendatangi beberapa keturunan Haji Hasan Mustapa di Bandung dan Tasikmalaya, hingga terbang ke Perpustakaan Universitas Leiden.
Dari Perpustakaan Universitas Leiden, Ajip menemukan banyak bundelan naskah yang diduga karya Haji Hasan Mustapa. Kerja keras Ajip dalam perburuan ini, dilakukan semata-mata agar informasi yang didapat dapat seakurat mungkin. Meski demikian, Ajip tak mudah percaya. Sifat skeptisnya selalu muncul, meski dirinya sedang berhadapan dengan naskah yang dirasa cukup meyakinkan.
Ajip baru benar-benar yakin, tatkala menemukan salah satu pupuh asmarandana berkode Cod.Or.7874.S.97.N.1. yang di dalamnya tertulis, “Kaula, Haji Hasan Mustapa, Huppanghulu Bandung….”. Atas penemuan pupuh tersebut, Ajip Rosidi berturut-turut menemukan karya-karya prosa, surat tulisan tangan asli, dan naskah asli buatan Haji Hasan Mustapa, ketika masih menjabat sebagai Hoofd Penghulu di Aceh.
Setelah proses pencarian dan pengumpulan karya yang sangat panjang, lewat bantuan Dr. Ruhaliah, naskah tulisan Haji Hasan Mustapa akhirnya ditransliterasikan. Cukup lama proses pengerjaan pada tahap ini, karena pada saat itu medium yang dipergunakan adalah microfilm yang harus ditelaah satu per satu. Selepas semuanya rampung, diketahuilah bahwa naskah dangding karya Haji Hasan Mustapa berjumlah lebih dari 10.000 bait.
Rokajat Asura, dalam buku Haji Hasan Mustapa Sufi Besar Tanah Pasundan (2020), membandingkan jumlah dangding Haji Hasan Mustapa dengan naskah Wawacan Purnama Alam. “Sebagai pembanding, ada wawacan Purnama Alam (1922), naskah wawacan paling panjang dalam bahasa Sunda yang ditulis oleh sastrawan. Tetapi, panjangnya tak lebih dari 6.197 bait atau setengahnya lebih sedikit dari 10.000-an dangding yang ditulis HHM” (Asura, 2020:130).
Dan dari perbandingan yang dibuat E. Rokajat Asura tersebut, cukup rasanya untuk membuktikan produktivitas Haji Hasan Mustapa, dalam menuliskan dangding semasa hidupnya.
Baca Juga: BUKU BANDUNG (23): Habis Gelap Terbitlah Puisi, Katarsis Penyair Muda Bandung melalui Kata
BUKU BANDUNG (22): Basar Idjonati, Pelukis Mooi Indie yang Terlupakan
BUKU BANDUNG (21): Jurnalis Juga Manusia
Haji Hasan Mustapa Sufi Besar Tanah Pasundan
Buku terbitan Penerbit Imania ini memiliki ketebalan 543 halaman. Buku yang diterbitkan Juli 2020 ini, memiliki tiga bagian utama yakni; (1) Lelakon Hidup Sang Pujangga–Ulama, (2) Alunan Dangding Sastrawan–Sufi, dan (3) Mengurai Kemanunggalan Kawula–Gusti.
Setiap bagian pada buku ini memiliki perannya tersendiri. Pada bagian pertama, banyak dibahas mengenai kisah, jejak langkah, karya-karya dangding sufistik, serta orang-orang terdekat bagi Haji Hasan Mustapa.
Di bagian kedua, kita bisa membaca lima dangding karya Haji Hasan Mustapa beserta terjemahannya; (1) Asmarandana Babalik Pikir, (2) Dangdanggula Panorah Rasa, (3) Kinanti Ngahurun Balung (4) Magatru Batur-batur Nu Suluk, dan (5) Pangkur “Pangkurangna Nya Hidayat”.
Sedangkan di bagian pamungkas, berisi penelaahan E. Rokajat Asura terhadap salah satu dangding kinanti Puyuh Ngungkung dina Kurung, yang mana adalah bagian dari karya Haji Hasan Mustapa, yang hingga kini paling banyak menimbulkan kontroversi (Asura, 2020:514).
Terdapat siasat yang sengaja dibuat oleh E. Rokajat Asura. Salah satunya adalah menasionalkan tokoh Haji Hasan Mustapa kepada khalayak ramai. Oleh karena itu, buku ini ditulis menggunakan bahasa Indonesia. Dan untuk membuat pembaca lebih memahami karya-karya Haji Hasan Mustapa, banyak bagian dalam buku ini yang melampirkan penggalan dangding, disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
Selain hal-hal yang telah ditulis di atas, terdapat keinginan dari penulis, agar pertanyaan-pertanyaan terkait Haji Hasan Mustapa tidak hanya berakhir pada nama sebuah ruas jalan di Bandung. Melainkan harus membawa harapan besar, dapat membantu memperkenalkan kebesaran Haji Hasan Mustapa kepada semua kalangan pembaca.
Informasi Buku:
Judul Buku: Haji Hasan Mustapa Sufi Besar Tanah Pasundan
Penulis: E. Rokajat Asura
Penerbit: Penerbit Imania
Cetakan: 1, Juli 2020
Tebal: 543 halaman
ISBN: 978-602-7926-56-1