• Buku
  • BUKU BANDUNG (27): Rekam Jejak Bosscha dari Komunitas Sahabat Bosscha

BUKU BANDUNG (27): Rekam Jejak Bosscha dari Komunitas Sahabat Bosscha

Pengantar jenazah Karel Albert Rudolf Bosscha panjangnya berkilo-kilo meter. Menunjukkan betapa akrabnya masyarakat dengan almarhum.

Buku Lebih Dekat dengan Karel Albert Rudolf Bosscha, editor Ridwan Hutagalung (Cetakan 2, Februari 2014). (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

Penulis Reza Khoerul Iman19 Desember 2021


BandungBergerak.id – Ada banyak sisi dari sosok Karel Albert Rudolf (KAR) Bosscha. Bagi astronom atau orang Lembang, Bosscha mungkin lebih dikenal sebagai orang yang telah membangun stasiun pengamatan bintang (observatorium) di Lembang, yaitu Observatorium Bosscha.

Lain pula penilaian menurut orang perkebunan, di lingkungan tersebut KAR Bosscha lebih dikenal sebagai Sang Raja Teh. Bagi orang-orang ITB, Bosscha dinilai sebagai tokoh penting dalam pembangunan kampus mereka. Mungkin juga menurut orang yang tinggal di daerah Sukajadi, Bandung, Bosscha lebih dikenal sebatas nama jalan saja.

Familiarnya nama Karel Albert Rudolf Bosscha Bosscha di Indonesia, khususnya Bandung,  mengundang pertanyaan siapakah sosok yang satu ini?

Di tengah masih minimnya literatur yang membahas Bosscha secara khusus, buku bertajuk Lebih Dekat dengan Karel Albert Rudolf Bosscha hadir dan berusaha memberikan gambaran utuh tentang philanthropist yang hidup antara 1865 – 1928 itu. Buku ini hadir sebagai salah satu bentuk upaya Sahabat Bosscha agar orang-orang dapat mengenal dan memaknai kisah KAR Bosscha.

Buku ini memuat 15 tulisan pegiat Sahabat Bosscha, sebuah komunitas di Bandung pecinta Bosscha. Sebanyak 15 tulisan ini ditulis oleh orang dengan latar belakang berbeda-beda, di antaranya pecinta sejarah, budayawan, astronom, dokter, spesialis THT, wartawan, mahasiswa, dan lain-lain. Hal ini membuat isi buku kaya akan perspektif masing-masing penulisnya, karena ditulis sesuai dengan latar belakang masing-masing penulis.

Eka Budianta, ketua Sahabat Bosscha, dalam pengantarnya menilai buku kecil ini mengingatkan kita tentang hidup dan karya KAR Bosscha bersama kebun teh, masyarakat Pangalengan, Gunung Malabar, dan Kota Bandung – yang pada tahun 1691 hanya memiliki enam buah gedung.

Selain memuat 15 tulisan yang berkaitan dengan Bosscha, buku ini dilengkapi dengan album foto lama sumbangsih dan peninggalan KAR Bosscha pada negeri ini. Kemudian dilengkapi juga dengan album foto kegiatan Sahabat Bosscha. Foto yang dimuat pun memiliki resolusi yang cukup bagus, sehingga tampak cukup jelas untuk dilihat.

Namun, tidak ada gading yang tidak retak. Terdapat beberapa kekurangan dalam buku ini, seperti beberapa kisah tentang KAR Bosscha berulang kali diceritakan, hal ini menjadi persoalan bagi buku yang berisi kumpulan tulisan.

Kemudian terdapat perbedaan informasi di antara satu penulis dan penulis lainnya, seperti kisah tentang panjangnya rombongan pengantar yang mengantar proses pemakaman KAR Bosscha. Eka Budianta menyebut panjang iring-iringan yang mengantar jenazah KAR Bosscha sepanjang 5 kilometer. Namun Ridwan Hutagalung menyatakan panjangnya mencapai 2 kilometer.

Terlepas dari hal itu, buku ini sangat menarik dan bermanfaat sebagai sosialisasi yang baik terhadap masyarakat, baik mengenai rekam jejak KAR Bosscha maupun upaya pelestarian semua peninggalannya.

Baca Juga: BUKU BANDUNG (24): Siasat Menasionalkan Haji Hasan Mustapa
BUKU BANDUNG (25): Si Pucuk Kalumpang, Dongeng Sunda Buhun dari Ajip Rosidi
BUKU BANDUNG (26): Tjiumbuleuit, antara Romantisme dan Realitas

Observatorium Bosscha di Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Karel Albert Rudolf Bosscha banyak berperan dalam pembangunan Bandung tempo dulu. (Dok. ITB)
Observatorium Bosscha di Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Karel Albert Rudolf Bosscha banyak berperan dalam pembangunan Bandung tempo dulu. (Dok. ITB)

Sumbangsih Karel Albert Rudolf Bosscha

Pria yang dilahirkan di Den Haag pada 15 Mei 1865 ini memiliki peran penting untuk Priangan. KAR Bosscha datang ke pulau Jawa ketika lelaki seumuran dirinya sedang sibuk dengan tugas perkuliahan. Namun karena memiliki perbedaan pendapat dengan dosen pembimbingnya dalam menyelesaikan tugas akhir, ia gagal menyelesaikan pendidikan di politekniknya.

Tidak berhenti sampai di sana, KAR Bosscha mencoba mencari peruntungan dengan berlayar menuju Hindia Belanda pada tahun 1887. Di sana ia membantu pamannya, Eduard Julius Kerkhoven yang merupakan seorang pengusaha perkebunan di Sinagar, Sukabumi. Pekerjaan tersebut sempat ia tinggalkan karena mengikuti kakaknya, Dr. Jan Bosscha, untuk ekspedisi pencarian emas di Bin Pan San, Sambas, Kalimantan.

Sepulang dari Kalimantan, KAR Bosscha memulai perjalanannya sebagai pengusaha perkebunan teh. Ia diberi tanggung jawab sebagai pengelola perkebunan Assam Thee en Kina Onderneming Malabar oleh sepupunya, Eduard Kerkhoven, tahun 1896.

Dalam perjalanannya sebagai pengusaha perkebunan, KAR Bosscha mengelola perusahaannya dengan baik. Hebatnya dalam perkembangan perusahaannya, ia juga merangkul dan membantu masyarakat sekitar agar kehidupan mereka lebih baik lagi. Masyarakat pun sangat terbantu dengan usaha yang dilakukan KAR Bosscha. Iring-iringan pengantar jenazah yang sampai berkilo-kilo panjangnya menjadi bukti akan jasa baik Bosscha.

Lebih jauh lagi, KAR Bosscha banyak menyumbangkan bantuan untuk pendidikan, kesehatan, hiburan, ilmu pengetahuan, dan seterusnya. Banyak hikmah yang dapat diambil dari kisah ini. Namun, kata Eka Budianta, hikmah terpenting dari kisah ini adalah memperindah kehidupan, memaknai kerja keras yang terus menerus, dan dapat membahagiakan generasi selanjutnya.

Informasi Buku

Judul Buku: Lebih Dekat dengan Karel Albert Rudolf Bosscha

Editor: Ridwan Hutagalung

Penerbit: Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI)

Cetakan: 2, Februari 2014

Tebal: 152 halaman

ISBN: 978-602-8756-26-6.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//