• HAM
  • Kualitas Demokrasi di Indonesia Menurun, Budaya Berdemokrasi Masyarakat Sipil Perlu Diperkuat

Kualitas Demokrasi di Indonesia Menurun, Budaya Berdemokrasi Masyarakat Sipil Perlu Diperkuat

Di Bandung, misalnya, upaya membangun budaya demokrasi dilakukan lembaga masyarakat sipil, salah satunya LBH Bandung.

Data indeks kualitas demokrasi yang disampaikan dosen Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unpad Caroline Paskarina, dalam diskusi “Outlook Sosial Politik 2022”, Sabtu (8/1/2022). (Dok. Unpad)

Penulis Iman Herdiana10 Januari 2022


BandungBergerak.idKualitas demokrasi di Indonesia cenderung menurun dalam dua tahun ke belakang, berdasarkan data Indeks Demokrasi Indonesia Badan Pusat Statistik yang disampaikan Dosen Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad), Caroline Paskarina.

Caroline Paskarina berbicara dalam Satu Jam Berbincang Ilmu “Outlook Sosial Politik 2022” yang digelar Dewan Profesor Unpad secara virtual, Sabtu (8/1/2022) lalu. Penuruan kualitas demokrasi menunjukkan pergeseran pola demokrasi Indonesia, yang semula demokrasi elektoral menjadi demokrasi yang cacat (flowed democracy).

“Ini berarti bahwa demokrasi elektoral melalui pemilu tidak menjadi melahirkan pemimpin yang mampu sejahterakan rakyat,” paparnya.

Pandemi Covid-19 juga turut berdampak pada demokrasi. Carol menjelaskan, di awal pandemi, respons pemerintah cenderung belum optimal menangani pandemi. Salah satu respons yang dilakukan adalah banyak pemerintahan suatu negara yang membatasi informasi.

Di sisi lain, hoaks menyebar secara luas, bahkan menjadi fenomena infodemik. Sayangnya, kata Carol, upaya pemerintah untuk menangani banyak hoaks ini ternyata ditangani secara represif menggunakan berbagai pendekatan yang cenderung berdampak pada kebebasan sipil.

Lebih lanjut Carol mengatakan, pada 2021, demokrasi Indonesia dihadapkan pada dua isu pembatasan kebebasan sipil dan pelemahan oposisi di mana bergabungnya sejumlah partai oposisi ke dalam kabinet pemerintahan menyebabkan check and balances serta fungsi kontrol sosial  terhadap pemerintah semakin lemah.

Karena itu, ia mendorong adanya penguatan budaya berdemokrasi di masyarakat sipil pada 2022. Kelompok oposisi perlu berperilaku kritis dan obyektif. Selain itu, masyarakat sipil berkolaborasi dengan partai oposisi harus terus mengupayakan penggalangan moral rasional agar pemerintah dapat terus sejalan dengan aspirasi masyarakat.

“Dukungan publik yang positif terhadap demokrasi menjadi peluang besar untuk memperbaiki demokrasi,” kata Carol.

Terjadi secara Global

Penurunan kualitas demokrasi itu terjadi secara global, tidak hanya di Indonesia saja. Menurut Caroline Paskarina, fenomena ini terjadi dalam 15 tahun terakhir.

“Penurunan demokrasi ini merupakan fenomena global (dalam 15 tahun terakhir) yang terjadi juga di Indonesia,” kata Carol.

Ada banyak riset yang menjabarkan penyebab penurunan demokrasi tersebut. Beberapa di antaranya laporan rutin The Economist Intelligence Unit (EIU), Indeks Demokrasi Indonesia, dan 2021 Democracy Report yang menunjukkan pengurangan signifikan kebebasan sipil, pluralisme, dan fungsi pemerintahan.

Baca Juga: Kekerasan Seksual Termasuk Pelanggaran HAM Berat
Jerat UU ITE bagi Jurnalis dan Jalan Memutar Penyelesaian Sengketa Pers
Benalu Demokrasi itu Bernama Buzzer

Penguatan Budaya Berdemokrasi

Ajakan penguatan budaya berdemokrasi di Indonesia sejauh ini aktif dilakukan oleh organisasi-organisasi masyarakat sipil. Di Bandung, misalnya, kegiatan ini intens dilakukan oleh Lembaha Bantuan Hukum (LBH) Bandung. Salah satu bentuk ajakan yang disuarakan LBH Bandung dilakukan melalui pernyataan sikap ketika terjadi teror penyerangan bom molotov di kantor LBH Yogyakarta pada 18 September 2021.

Dalam pernyataan di laman resmi LBH Bandung, LBH Bandung  bersama YLBHI dan kantor LBH lainnya se-Indonesia mengutuk keras teror bom molotov tersebut. Serangan ini dinilai sebagai bentuk bentuk teror terhadap perjuangan masyarakat untuk demokrasi, keadilan, dan pembela hak asasi manusia (human right defender).

Pernyataan bersama LBH Bandung itu mencatat kasus teror ke LBH Yogyakarta bukanlah yang pertama, melainkan serangan berulang terhadap pemberi bantuan hukum dari kantor LBH - YLBHI di seluruh Indonesia. Sebelumnya, di sepanjang tahun 2021 terdapat tujuh teror maupun ancaman yang juga dihadapi oleh LBH di berbagai kantor, diantaranya:

  • 19 Oktober 2019 Kantor LBH Medan dilempar Bom Molotov,
  • 24 Maret 2021 dua pendamping hukum warga Pancoran dari LBH Jakarta ditangkap Kepolisian,
  • 23 April 2021 Pengacara LBH Yogyakarta ditangkap saat mendampingi warga Wadas Purworejo Jawa Tengah,
  • 24 April 2021 dua Asisten Bantuan Hukum LBH Jakarta ditangkap saat damping aksi solidaritas untuk Myanmar,
  • 2 Agustus 2021, Direktur LBH Bali dilaporkan atas tuduhan Makar karena memberikan bantuan hukum kepada mahasiswa Papua di Bali,
  • 12 Agustus 2021, Direktur LBH Padang mendapatkan panggilan kepolisian karena mengkritik tindakan Kepolisian Daerah Sumbar yang menghentikan penyelidikan dugaan korupsi penanganan Dana Covid-19 dengan alasan kerugian negara sudah dikembalikan.
  • Direktur LBH Papua mengalami serangan digital. Adapun, sepanjang tahun 2015-2021, 20 orang Pengabdi Bantuan Hukum YLBHI di berbagai daerah mengalami penangkapan, 2 orang di antaranya mengalami kriminalisasi dan 5 orang lainnya diancam kriminalisasi.

Melalui pernyataan bersama itu, LBH menegaskan bahwa teror tersebut tidak akan membuat para pengacara publik tersebut menyurutkan langkah untuk terus mendampingi masyarakat dalam memperjuangkan keadilan dan pemajuan demokrasi serta hak asasi manusia di berbagai wilayah di Indonesia.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//