Di-DO setelah Menuntut Pemotongan Uang Kuliah, Mahasiswa Inaba Menggugat Rektornya ke PTUN
Muhamad Ari, mahasiswa tingkat akhir Universitas Inaba, menuntut pemotongan uang kuliah ke kampusnya dengan alasan terdampak pandemi. Rektor men-DO-nya.
Penulis Delpedro Marhaen4 Februari 2022
BandungBergerak.id - Awan gelap yang menggantung di atas hubungan Rektor Universitas Inaba Yoyo Sudaryo dan mahasiswanya Muhamad Ari belum berlalu. Yoyo kini digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung terkait surat keputusannya yang mengeluarkan (drop out/DO) Ari sebagai mahasiswa Universitas Inaba.
Ari di-DO dari Universitas Indonesia Membangun (Inaba) pada September 2021 lalu. Ari dan 19 mahasiswa lainnya dijatuhi sanksi akademik lantaran melakukan serangkain demonstrasi di akhir tahun 2020. Mereka menuntut pihak kampus memangkas uang kuliah tunggal (UKT) selama pandemi Covid-19 dan meminta transparansi anggaran.
Gugatan dengan nomor perkara 148/G/2021/PTUN.BDG tersebut dilayangkan Ari pada 24 Desember 2021 lalu seperti tertuang dalam situs sistem informasi penelusuran perkara PTUN Bandung.
Selanjutnya memasuki tahap pemeriksaan persiapan pada 4-25 Januari 2022. Kemudian sidang perdana berlangsung pada 2 Februari 2022 dengan agenda pembacaan gugatan secara daring melalui e-court. Sidang akan dilanjutkan pada 8 Februari mendatang dengan agenda mendengarkan jawaban pihak tergugat.
"SK DO tersebut bertentangan dengan undang-undang dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik," kata kuasa hukum Ari dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Rangga Rizki, Rabu (2/2/2022).
Dalam gugatanya, Ari menuntut Rektor Universitas Inaba untuk menunda pelaksanaan SK DO selama proses hukum berjalan di PTUN Bandung dan sampai ada keputusan pengadilan. Hal ini dikarenakan Ari sedang mengerjakan tugas akhir. Pihaknya berharap Ari dapat menyelesaikan tugas akhir tersebut.
Ari juga meminta majelis hakim untuk membatalkan SK DO terhadap dirinya. Kemudian meminta rektorat untuk mencabut SK DO tersebut. Terakhir, Ari meminta rektorat untuk memulihkan hak-haknya sebagai mahasiswa.
“Gugatan SK Drop Out di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung ini adalah usaha kami merebut kembali hak untuk bebas untuk menyampaikan pendapat. Usaha tersebut tentu perlu membutuhkan dukungan publik luas,” ujar Rangga.
Baca Juga: Mahasiswa Inaba Diskors Setelah Demonstrasi Minta Keringanan UKT
Kisah Mahasiswa STIE Inaba, Muhamad Ari: Jalan Terjal Menuntut Pemotongan Uang Kuliah karena Pagebluk Berujung Di-DO
Kampus Melanggar Konstitusi jika Mengeluarkan Mahasiswa yang tak Mampu Membayar UKT
Siap Menghadapi Gugatan
Sementara itu, Rektor Universitas Inaba Yoyo Sudaryo mengatakan siap menghadapi gugatan terhadap SK DO yang diajukan oleh Muhamad Ari ke PTUN Bandung. Pihak Universitas Inaba akan menyiapkan argumentasi-argumentasi terhadap pokok gugatan yang diajukan pemohon.
“Pihak universitas akan selalu menghadapi permasalahan sampai mana pun,” kata Yoyo dalam keterangan tertulis kepada BandungBergerak.id, Rabu (2/2/2022).
Yoyo mengaku tidak mempermasalahkan langkah Ari mengajukan gugatan ke PTUN Bandung. Ia juga mengatakan surat keputusan Universitas Inaba mengeluarkan Ari sudah bulat dan tidak ada pertimbangan kembali untuk mencabutnya.
“Keputusan SK DO tersebut sudah tetap. Selanjutnya kami serahkan saja ke tim pengacara,” pungkas Yoyo Sudaryo.
Kampus Dinilai Tangan Besi
Rangga Rizki dari LBH Bandung selaku kuasa hukum Ari menilai SK DO ini sebagai kebijakan represif dari kampus yang mencederai demokrasi, juga bentuk pemberangusan kebebasan akademik, kebebasan berkumpul, berekspresi atau menyampaikan pendapat.
“Pasalnya SK DO tersebut merupakan kebijakan yang diambil oleh pihak kampus dalam merespons demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa pada 9 Juni 2020,” ujarnya
Alih-alih memberikan ruang aman bagi kebebasan berpendapat di kampus, dengan adanya peristiwa ini, Universitas Inaba dipandang telah merusak kebebasan akademiknya sendiri, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
“Kampus seharusnya terbuka, memberi ruang diskusi terhadap aspirasi mahasiswa. Setiap civitas akademika mempunyai kebebasan akademik termasuk mahasiswa,” kata Rangga.
Rangga mengatakan terbitnya sanksi akademik tersebut merupakan bentuk serangan terhadap kebebasan akademik. Tindakan tersebut, katanya, telah memberangus kebebasan akademik sehingga tidak lagi menciptakan ruang aman bagi mahasiswa di kampus untuk menyampaikan aspirasinya. Peristiwa ini juga ditengarai sebagai menguatnya tren otoritarianisme yang terjadi selama pandemi Covid-19 di Indonesia.
Berbagai upaya dialog dan administratif dilakukan Ari untuk membatalkan SK DO tersebut. Ari mengajukan surat keberatan kepada pihak rektorat pada 15 September 2021 sebagai tanggapan cepat atas pemecatan dirinya tersebut. Namun tak ada jawaban. Ari lantas mengajukan banding administratif ke LLDIKTI Wilayah IV dan Yayasan Inaba pada 11 Oktober 2021, hasilnya sama, nihil.