• Buku
  • BUKU BANDUNG (32): Petualangan Franz Wilhelm Junghuhn, dari Eropa Berakhir di Lembang

BUKU BANDUNG (32): Petualangan Franz Wilhelm Junghuhn, dari Eropa Berakhir di Lembang

Sepanjang jalan hidupnya, Franz Wilhelm Junghuhn banyak berpindah-pindah. Dari Jerman ke Prancis, lalu tiba di Hindia Belanda dan menetap di Lembang.

Buku Pameran Memperingati 200 Tahun Peneliti Pulau Jawa: Franz Wilhelm Junghuhn, terbitan Geothe-Instiut Jakarta dan Erasmus Huis Jakarta. (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

Penulis Reza Khoerul Iman6 Februari 2022


BandungBergerak.id – Meneliti, mengukur, dan berselisih sudah menjadi suatu sifat bawaan seorang pria bernama Franz Wilhelm Junghuhn. Selama perjalanan hidupnya, tak sedikit karya yang telah ia torehkan, baik dalam bentuk buku atau penelitian.

Lebih dari 20 tahun ia persembahkan hidupnya untuk melakukan penelitian. Hasil penelitiannya membuat orang awam hingga para pakar tercengang. Namun kadang pula karya Junghuhn menuai kritikan dari orang lain, bahkan dari kawan dekatnya sendiri. Maka tak heran jika Junghuhn sering berselisih dan memiliki banyak musuh.

Mungkin boleh jadi banyak hasil penelitian Junghuhn yang dianggap telah usang dan namanya mungkin kurang dikenal khalayak umum. Namun tidak sedikit pula hasil penemuannya yang masih dijadikan landasan untuk pengembangan dan kemajuan lebih lanjut. Beberapa temuannya bahkan masih dipakai oleh berbagai kalangan untuk dijadikan pedoman.

Pada 2009 lalu, sekelompok pakar serta akademisi dari dalam maupun luar negeri menggelar acara peringatan 200 tahun Peneliti Pulau Jawa Franz Wilhelm Junghuhn. Tujuan forum ini untuk mengungkap kisah hidup Junghuhn kepada publik.

Acara tersebut digelar di tiga tempat yang berbeda, yaitu Bandung (Institut Teknologi Bandung, November 2009), Jakarta (Erasmus Huis, November 2009-Januari 2010), dan Mansfeld, Jerman (November 2009).

Salah satu hasil dari acara tersebut yaitu dibuatkannya buku katalog bertajuk “Pameran Memperingati 200 Tahun Peneliti Pulau Jawa: Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864). Buku ini dibuat menjadi dua buku dengan bahasa pengantar yang berbeda, yaitu dengan bahasa Belanda,  Indonesia, dan Inggris.

Datang ke Hindia Belanda

Kedatangan Franz Wilhelm Junghuhn ke tanah Hindia Belanda tidak sekonyong-konyong begitu saja. Dalam perjalanan masa remajanya, ia harus mengalami putus kuliah kedokteran di Halle (Saale) dan kembali ke rumah orang tuanya di Mansfeld. Di sana ia malah berkonflik dengan ayahnya, Wilhelm Friedrich Junghuhn, yang merupakan seorang dokter dan pemangkas rambut. Bahkan dari konflik tersebut Junghuhn pernah melakukan percobaan bunuh diri.

Namun kehidupannya tidak berakhir bunuh diri. Ia kembali berpetualang dan kembali kuliah kedokteran di Berlin. Di sana pun ia menuai kembali perselisihan hingga membuatnya harus mendekam selama 10 tahun di penjara Ehrenbreitstein, Koblenz, pada tahun 1932.

Tidak ingin lama-lama menghabiskan waktunya di penjara, Junghuhn berpura-pura terserang TBC sampai ia pun dilarikan ke rumah sakit Militer Koblenz. Tak hanya itu, ia harus berpura-pura sakit jiwa demi menghindari kembali ke penjara. Ia juga menulis surat permohonan grasi pada Raja Prusia.

Pada 13-14 September 1833, malam hari, Junghuhn berhasil kabur dari Rumah Sakit Militer. Padahal di waktu yang sama, raja Prusia telah mengeluarkan grasi dan memerintahkan Junguhn segera dibebaskan di saat Junghuhn sendiri telah kabur berjalan kaki melintasi Perancis yang kurang lebih jaraknya sejauh 1.000 kilometer.

Selama tinggal di Perancis, ia sempat mendaftar pada Legiun Asing Perancis, namun pada tahun 1834 ia berhenti atas kemauannya sendiri dan tingga di Paris sebagai penerjemah. Di sana ia bertemu dengan C.H. Persoon, seorang Mikologiwan. C.H. Persoon mempengaruhi perubahan besar dalam hidup Junghuhn, sebab ialah yang menyarankan Junghuhn untuk melawat ke Hindia Belanda, melamar sebagai peneliti alam (natularis).

Hingga pada 3 Juni 1835, Junghuhn berangkat dengan kapal layar “Jacob Cats”. Setelah lima bulan mengarungi lautan, pada 13 Oktober 1835, Junghuhn menginojakkan kakinya di daratan Batavia (Jakarta).

Baca Juga: BUKU BANDUNG (29): Melihat Muramnya Kota Kembang Era 80-an dari Kacamata Martin Van Bruinessen
BUKU BANDUNG (30): Bandung di Masa Bergolak
BUKU BANDUNG (31): Abah Indra Thohir, Legenda Sepak Bola ASEAN asal Kota Kembang

Karya Junghuhn

Selama petualangannya di Hindia Belanda, Junghuhn banyak menaruh perhatian pada berbagai bidang ilmu pengetahuan. Tercatat ia pernah menjadi dokter, peneliti alam, botanikus, peneliti gunung, hingga fotografer.

Junghuhn secara rutin menuliskan hasil dari petualangan dan penelitiannya di tanah Hindia Belanda, dan ia biasanya mengirimkan naskah tulisannya ke Tijdschrift voor Nederlands Indie (TNI) untuk diterbitkan. Ia juga rajin menulis untuk majalah ilmiah terbitan Belanda dan Jerman lainnya.

Selama perjalanannya itu pula, penelitiannya dirampungkan menjadi karya-karya yang membuat orang berdecak kagum, walau ada juga yang mengkritiknya karena tak sependapat. Pada tahun 1845, atas bantuan Nees von Esenbeck di Jerman, bukunya yang pertama terbit, yaitu Topographische und Naturwissenschaftliche Reisen (Perjalanan Topografi dan Ilmu Alam).

Kemudian pada tahun 1847, buku keduanya bertajuk Die Battalander auf Sumatra (Tanah Batak di Sumatera) diterbitkan dengan bahasa Jerman sebagai pengantarnya. Setelah itu, karya lainnya terbit, yaitu Java-Album – salah satu karya yang membuat Junghuhn menyandang julukan “Humboldt dari Jawa” dan “Pembangun Hindia”.

Karya-karya yang Junghuhn tuangkan dalam tulisan dan gambar tersebut sukses memberikan rangsangan untuk penelitian tingkat lanjut. Meskipun banyak observasi Junghuhn yang dikatakan telah usang, para peneliti generasi selanjutnya menilai bahwa Junghuhn dalam banyak hal mengungguli Friedrich Wilhelm Heinrich Alexander Freiherr von Humboldt, seorang naturalis Jerman yang masyhur.

Junghuhn amat mencintai alam Hindia Belanda, khususnya pulau Jawa hingga ia tinggal sampai akhir hayatnya di rumahnya di Lembang, di kaki Gunung Tangkuban Parahu, 24 April 1864. Hingga kini di Lembang, tepatnya di Jayagiri, berdiri monumen Junghuhn.

Informasi Buku:

Judul                           : Pameran Memperingati 200 Tahun Peneliti Pulau Jawa: Franz Wilhelm Junghuhn

Penulis                         : Renate Sternagel dan Gerhard Aust

Penerbit                       : Geothe-Instiut Jakarta dan Erasmus Huis Jakarta

Tebal                           : 68 Halaman.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//