• Cerita
  • CERITA ORANG BANDUNG (49): Bi Mimin, Kuli Perawat Makam di TPU Pandu

CERITA ORANG BANDUNG (49): Bi Mimin, Kuli Perawat Makam di TPU Pandu

Hujan deras dan terik matahari menemani Mimin selama menjadi kuli perawat makam di TPU Pandu. Ia mendapat upah per bulan, ada juga yang membayarnya per tahun.

Mimin (60), kuli pembersih makam di TPU Pandu, Jalan Pasteur, Kota Bandung, Rabu (2/2/2022). (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

Penulis Reza Khoerul Iman7 Februari 2022


BandungBergerak.id – Di usianya yang telah menginjak 60 tahunan, Mimin masih semangat bekerja sebagai kuli perawat makam di TPU Pandu, Jalan Pasteur, Kota Bandung. Keterbatasan fisik akibat kecelakaan  tak menyurutkan langkahnya untuk terus bekerja demi anak-anak tercinta.

“Tahun 1991, Bibi ketabrak di Jalan Haji Yasin sama motor gede, kegusur sampe sebelum jembatan pasteur. Bibi Koma lima bulan. Kaki, tangan, sampai muka habis semua sama luka dan patah tulang,” kata Bi Mimin kepada BandungBergerak.id, di TPU Pandu, Rabu (2/2/2022).

Bi Mimin mengira shubuh itu adalah akhir dari hidupnya, namun siapa yang tahu akhir hidup seseorang. Kini meski dengan kaki pincang, Bi Mimin masih menyambung kehidupannya dengan mencari rezeki menjadi kuli perawat makam di Pandu. Keterbatasan fisiknya bukanlah satu penghalang baginya. Justru ia semakin tumbuh menjadi seorang wanita yang tangguh.

Di tanah permakaman yang luasnya sekitar 127.000 meter persegi, ia merupakan satu di antara tiga orang kuli perawat makam perempuan yang ada di makam Pandu. Dulunya ia merupakan warga asli Pasteur dekat Pandu. Namun karena alasan lain, ia harus pindah ke daerah Karangsetra.

Setiap harinya Mimin harus banting tulang membersihkan 15 makam milik orang yang menyewa jasanya. Pekerjaan yang ia lakukan di antaranya membersihkan makam agar tetap bersih dan terjaga dari noda kotor, ilalang, sampah, dan sesuatu yang tak pantas ada di area makam.

Meskipun tidak harus tiap hari membersihkan makamnya, namun Mimin selalu giat memeriksa setiap makam yang ia urus agar pekerjaannya tidak menumpuk. Ia bekerja menggunakan beragam peralatan, mulai sabun dan bahan kimia pembersih noda,ada sikat biasa sampai sikat besi.

“Pokoknya semua peralatan mah lengkap,” tutur Bi Mimin sambil mengeluarkan satu per satu peralatannya dari tasnya. 

Pekerjaan ini ia dapatkan bukan dari dinas setempat, melainkan dari para pemilik makam yang ingin makam keluarganya tetap bersih dan terjaga. Sebenarnya bisa saja ia menambah jumlah makam yang harus ia rawat agar rezeki semakin bertambah. Akan tetapi bagi Mimin membersihkan makam sebanyak itu sudah membuatnya keletihan.

Banyak orang yang membutuhkan dan memakai jasanya. Hal ini diakui Bi Mimin dengan menunjukkan semua bukti chat-nya dengan pelanggan. Bahkan atas kerja kerasnya, orang kadang memberi upah lebih dari nominal yang telah disepakati.

Di sisi lain, Mimin merasa iba dengan orang yang bersikeras meminta bantuannya untuk merawat makam. Namun karena menimbang kondisi fisiknya, Mimin terpaksa harus menolak mereka.

“Kadang juga masih suka ada yang minta tolong rawat makam, tapi Bibi udah cape megang 15 makam juga,” ujarnya.

Mimin tidak mematok harga untuk jasanya. Upah yang ia terima dari pelanggan pun berbeda-beda. Ada yang memberinya Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu per bulan hingga per tahun. Di antara 15 orang yang memakai jasa Mimin, ada yang memilih memberinya upah bulanan dan tahunan.

“Bibi mah gak naruh harga pastinya berapa. Makanya dari 15 orang itu, masing-masing beda ngasih upahnya ke Bibi,” ungkap Bi Mimin.

Binar-binar di bola matanya mulai tampak ketika ia menceritakan tiga orang anaknya yang sudah mulai beranjak dewasa. Mimin sangat bersyukur mereka dapat tumbuh dewasa secara mandiri tanpa menyusahkan ibunya sendiri.

Raut muka dan nada pembicaraan Mimin tiba-tiba berubah ketika menceritakan dua mantan suaminya. Ia kesal dan memutuskan untuk berpisah ketika mantan suaminya yang pertama tidak mau bekerja. Hal itu terjadi pula pada suami di pernikahan yang kedua.

“Ya, awal-awalnya yang kedua juga bekerja, namun ada satu waktu ia tidak memiliki pekerjaan. Malah Bibi yang cape nyari uang sana sini. Dia malah keenakan,” ucapnya, dengan nada ketus.

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG (46): Uje, dari Mesin Jahit Belok Kiri ke Bengkel Motor Roda Tiga
CERITA ORANG BANDUNG (47): Ating, Penjual Tanaman Hias Sezaman dengan Wali Kota Ateng Wahyudi
CERITA ORANG BANDUNG (48): Lia Sang Pengemudi Online, Gigih Bekerja demi Menguliahkan Anak

Mimin (60) dan rekan, kuli pembersih makam di TPU Pandu, Jalan Pasteur, Kota Bandung, Rabu (2/2/2022). (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)
Mimin (60) dan rekan, kuli pembersih makam di TPU Pandu, Jalan Pasteur, Kota Bandung, Rabu (2/2/2022). (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

Tangguh di Tengah Kerasnya Kehidupan  

Mimin lebih merasa nyaman bekerja di TPU Pandu untuk dirinya sendiri dan tentunya anak-anaknya. Anaknya yang telah dewasa menyuruhnya untuk beristirahat di rumah saja, mengingat kondisinya yang serba terbatas.

Namun karena terbiasa ke sana ke mari, Bi Mimin merasa tidak pernah nyaman jika terus berdiam diri di rumah. Ia lebih menikmati susah senang bersama rekannya di makam Pandu.

Meski demikian, kadang ia menemukan permasalahan di permakaman yang telah didirikan sejak 1932 tersebut. Ketika musim hujan, terkadang lahan yang di sebelah bawah banjir, hal tersebut menambah pekerjaannya dalam membersihkan makam milik orang yang menyewanya.

Sementara ketika musim panas, rasanya hawa di permakaman tersebut sangat menyengat. Bahkan untuk berteduh di atas makam yang terdapat atapnya saja masih terasa panas. Hal itu membuatnya harus mengeluarkan tenaga ekstra dalam merawat makam ketika terik matahari menyengat.

Sebagai seorang wanita berusia 60-an, Mimin cukup tangguh. Bahkan lelaki nakal pun ia berani melawannya, seakan ia tidak punya permasalahan apa pun pada kondisi fisiknya. Keberanian itu yang membuat lelaki segan dengan Mimin.

Pernah ada satu kejadian di mana Mimin digoda oleh lelaki nakal yang mabuk. Kejadiannya di TPU Pandu dekat Jalan Pasteur. Namun bukannya lari atau meminta bantuan, ia malah menantang balik dan menantang lelaki tersebut untuk beradu jotos.

Permakaman di tengah kota bukan hanya sebagai tempat peristirahatan terakhir. Lokasi TPU Pandu sudah lama menjadi tempat bernaung para tunawisma. Lebih dari itu, di sana juga kerap dipakai orang untuk mabuk-mabukan. Tak heran jika banyak bekas kaleng-kaleng lem dan obat batuk yang disalahgunakan untuk mabuk.  

“Selain itu juga ada beberapa makam di dekat Jalan Pasteur yang dijadiin tempat tidur oleh para gelandangan. Di sana memang kebanyakan gelandangan sama orang asing,” tutur Bi Mimin.

Kesehariannya membuat ia semakin tumbuh menjadi wanita tangguh. Ia tidak pernah sama sekali mengeluh dengan kondisi fisiknya. Justru ia tidak mau menyusahkan orang lain dan malah menjadi contoh bagi orang lain dalam bekerja secara profesional.  

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//