Manusia dalam Ancaman Sampah Mikroplastik

Pemerintah mesti mengeluarkan regulasi agar perusahaan menyediakan stasiun-stasiun pengisian ulang untuk mengurangi sampah kemasan plastik sekali pakai.

Warga bersepeda di tepi Sungai Cikijing yang permukaan airnya hitam tercemar limbah industri dan tertutup sampah, termasuk plastik, di Desa Jelegong, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Kamis (11/3/2021). Sungai Cikijing merupakan salah satu anak Sungai Citarum. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul25 Februari 2022


BandungBergerak.idSampah mikroplastik semakin nyata mengancam kehidupan manusia. Menurut penelitian Greenpeace Indonesia, dari satu liter air mineral dalam galon sekali pakai ditemukan 85 juta hingga 95 juta partikel mikroplastik.

Temuan itu disampaikan dalam dalam konferensi pers virtual Hari Peduli Sampah Nasional Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), Kamis (24/2/2022). AZWI merupakan aliansi yang beranggotakan 10 organisasi lingkungan, yaitu YPBB, GIDKP, Nexus3 Foundation, PPLH Bali, ECOTON, ICEL, Zero Waste, Greenpeace Indonesia, Gita Pertiwi, dan WALHI.

AZWI menyatakan bahwa tidak ada cara lain yang lebih ideal dalam menghadapi sampah plasitik selain dengan 3R, yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), dan recycle (mendaur ulang).

Untuk itu, AZWI mendorong semua pihak agar menjalankan penggunaan kembali barang-barang yang sudah dipakai, mendesain ulang packaging produk-produk agar lebih ramah lingkungan, dan reformasi kebijakan hulu (regulasi). 

Co-Coordinator AZWI, Rahyang Nusantara mengingatkan bahwa permasalahan sampah sangat terkait dengan kesehatan. Contohnya, sampah microplastik sudah ada di dalam pencernaan manusia.

“Jangan sampai nanti di masa depan itu ada kejadian di mana manusia itu punah karena microplastik. Itu jangan sampai seperti itu,” tegasnya. 

Membumikan Reuse dan Refill

Berdasarkan survei Greenpeace Indonesia, masyarkat telah siap beralih ke produk reuse dengan syarat disediakannya fasilitas-fasilitas pengisian ulang suatu produk. Survei ini sekaligus sebagai sinyal penting kepada produsen atau perusahaan bahwa masyarakat semakin teredukasi dan menyadari bahaya dari penggunaan kemasan plastik sekali pakai. 

Memang untuk membumikan budaya menggunakan kembali suatu produk di masyarakat tidak mudah. Produsen pun masih banyak yang nyaman menggunakan plastik sekali pakai karena lebih praktis dan murah.

Menurut Rahyang, diiperlukan edukasi mendasar kepada para produsen mengenai pentingnya reuse dan refill. Terlebih masih banyak produsen yang pro terhadap plastik sekali pakai. Sehingga kampanye mengurangi sampah plastik perlu didorong juga oleh pemerintah. 

“Yang kami promosikan adalah reuse dan refill, bisa digunakan kembali dan bisa diisi ulang. Ada salah satu merk kecantikan yang sudah mulai punya refill station. Di bulkstore juga ada produsen besar yang punya refill station. Kenapa ini gak diperbesar? Skalanya besar agar harga lebih murah dan dapat menciptakan ekosistem yang mendukung gaya hidup dan sistem reuse dan refill,” ungkap Rahyang. 

Baca Juga: 5 Jenis Produksi Sampah Terbesar di Kota Bandung 2020
Bumi dalam Tekanan Covid-19 dan Sampah Paket
Jutaan Lembar Sampah Plastik Cemari Laut Indonesia

Konferensi pers virtual Hari Peduli Sampah Nasional Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), Kamis (24/2/2022). (Tangkapan Layar)
Konferensi pers virtual Hari Peduli Sampah Nasional Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), Kamis (24/2/2022). (Tangkapan Layar)

Tata Kelola Sampah

Kabupaten dan Kota di Indonesia memerlukan perubahan sistem tata kelola sampah dengan menjalankan prinsip 3R atau Zero Waste Cities. Konsep ini memerlukan peran masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah.

“Dengan beberapa kajian dan juga buku panduan terkait Penerapan Zero Waste Cities kami berharap dapat mendorong perubahan tata kelola pengelolaan sampah di tingkat Kota/Kabupaten bagi pemerintah daerah dan LSM lokal, sehingga pengembangan model zero waste cities dapat dilakukan yang secara bertahap. Kami juga menekankan pentingnya tahap-tahap yang perlu dilakukan untuk mengembangkan model pengelolaan sampah terpilah,” papar Direktur Harian YPBB Bandung, Fictor Ferdinand. 

Selain Panduan Penerapan Zero Waste Cities, YPBB juga menyusun laporan panduan Refill Store Toolkit. Penyusunan ini didasarkan pada permasalahan yang belum selesai usai melakukan pemilahan sampah. Sebab ada persoalan residu yang sulit diolah, salah satunya adalah sampah kemasan produk berukuran kecil berbahan plastik yang sulit didaur ulang. Sehingga, usaha refill bisa menjadi solusi untuk pengurangan sampah kemasan tersebut. 

“Di buku ini kami memperkenalkan refill ya. Kita menawarkan cara agar para produsen agar tetap bisa mendistribusikan produknya dan konsumen dapat mengkonsumsinya tanpa harus menghasilkan sampah yang sulit diolah dengan pendekatan penjualan tanpa kemasan sama sekali atau dengan kemasan yang digunakan berulang kali,” jelasnya. 

Pelarangan Kemasan Plastik Sekali Pakai

Bella Nathania, peneliti dari Indonesia Center for Environmental Law (ICEL), menyoroti penegakan regulasi menjadi hal penting dalam transformasi kebijakan penglolaan sampah. Salah satunya adalah regulasi dalam menekan perusahaan untuk berubah dan berdaptasi di mana sampah adalah tanggung jawab produsen, produksi plastik virgin untuk plastik sekali pakai dilarang, dan reuse atau refill adalah norma baru. 

“Kami menyusun panduan penyusunan Peraturan Pembatasan Plastik Sekali Pakai, agar dapat memberikan arahan kepada pemerintah daerah terkait bagaimana cara menyusun peraturan pelarangan plastik sekali pakai yang baik. Dimulai dari perencanaan, perumusan, pengawasan hingga evaluasi,” jelas Bella. 

Tidak hanya itu, Bella juga menyebutkan bahwa ICEL merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk meninjau ulang peraturan pembatasan plastik sekali pakai yang telah diundangkan. Selain itu, ia dan pihaknya mendorong agar pemerintah daerah menganalisis instrumen ekonomi yang cocok untuk diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah. Sebab, kondisi dan kebutuhan daerah berbeda-beda. Sehingga penyelarasan instrumen ekonomi dengan kondisi daerah dibutuhkan. 

Tentang AZWI

Aliansi Zero Waste Indonesia atau AZWI merupakan gerakan kolektif dari lembaga-lembaga non-profit di Indonesia yang sudah berpengalaman dalam menyelesaikan masalah sampah dari tingkat hulu hingga hilir. Aliansi ini mengusung alam nusantara yang berkelanjutan dan sehat. 

“Kami bersama-sama mengusung alam nusantara yang berkelanjutan dan sehat, melalui peradaban yang secara adil memanfaatkan sumber daya alam sehemat mungkin, hanya menggunakan material yang aman, dan tidak membuang apapun,” jelas Rahyang Nusantara. 

Menurutnya, ada enam isu stategi utama yang diusung AZWI, yaitu advokasi hulu, plastik sekali pakai, zero waste cities, sampah impir, solusi semu, dan transisi keadilan.

Co-Coordinator AZWI lainnya, Nindhita Proboretno menyebutkan bahwa salah satu capaian AZWI adalah memenangkan uji materi Perpres no. 18 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTS) di tujuh kota. Perpres itu kemudian dicabut.

Namun, Nindhita menyayangkan terkait adanya Perpres baru yaitu Perpres No. 35 tahun 2018 yang berlokasi di 12 kabupaten/kota. Menurut Nindhita ini merupakan tantangan baru. Sebab, kebijakan ini mendorong penggunaan Refuse Derived Fuel (RDF) di cement klien, PLTU batubara, dan boiler industri. 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//