• Berita
  • Pemberedelan Majalah Lintas, Mendikbud Seharusnya Menegur Rektor IAIN Ambon

Pemberedelan Majalah Lintas, Mendikbud Seharusnya Menegur Rektor IAIN Ambon

Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung (FKPMB) menyatakan menolak pemberedelan terhadap Majalah Lintas Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) IAIN Ambon.

Jurnalis senior Andreas Harsono menyatakan dukungannya terhadap LPM Lintas yang diberedel IAIN Ambon. (Sumber: Instagram Andreas Harsono)

Penulis Iman Herdiana19 Maret 2022


BandungBergerak.idLembaga pers mahasiswa Bandung yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung (FKPMB) menyatakan menolak pemberedelan terhadap Majalah Lintas Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) IAIN Ambon. Praktik beredel yang disertai kekerasan ini sebagai gangguan serius terhadap kebebasan pers.

“Kita mengecam (pemberedelan dan kekerasan). Ini satu hal refresrif terhadap pers mahasiswa,” kata Raja Ilham, pengurus deminsioner LPM Aksara Telkom University yang juga Sekjen FKPMB, saat dihubungi BandungBergerak.id, Jumat (18/3/2022).

Meski refresivitas tersebut terjadi di luar Bandung, yakni di LPM IAIN Ambon, namun hal itu tak menghalangi FKPMB untuk bersolidaritas. Gangguan terhadap satu LPM adalah ancaman bagi seluruh LPM. Represi yang menimpa LPM IAIN Ambon bisa saja terjadi di kampus lain.

“LPM lembaga pers mahasiswa, kita saudara,” kata Raja.

Untuk merumuskan dukungan konkret dari FKPMB, Raja dan kawan-kawan kini sedang berkonsolidasi. Langkah pertama, FKPMB yang diikuti 48 LPM se-Bandung akan mengadakan pertemuan virtual dengan LPM IAIN Ambon.

Setelah pertemuan itu, mereka akan merumuskan langkah selanjutnya sekaligus menyatakan sikap bersama menolak dan mengecam pemberedelan.

“Kawan-kawan (LPM Bandung) sudah tahu semua kasus ini. Anak-anak lagi ramai dan jurnalis senior menolak pemberedelan ini. Kita konsolidasi untuk menentukan sikap bersama. Kita siap menggerakkan teman-teman,” ungkap Raja.

Informasi yang dihimpun Raja, pemberedelan terjadi setelah Majalah Lintas menurunkan reportase kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di kampus IAIN Ambon. Mula-mula mereka mendapat kekerasan di kantor LPM Lintas dari mahasiswa yang tidak senang dengan liputan Majalah Lintas.

Setelah itu, Rektor IAIN Ambon memutuskan membekukan LPM Lintas karena menganggap berita mereka tidak sejalan visi misi kampus. Pihak kampus bahkan memaksa meminta data narasumber baik yang menjadi pelaku maupu korban pelecehan dan kekerasan seksual. Namun LPM Lintas tidak memberikan data tersebut karena menyangkut kode etik jurnalistik bahwa narasumber harus dilindungi.

“Karena itulah kampus tetap membekukan LPM Lintas sampai sekarang belum ada kelanjutan dari pembekuan itu,” kata Raja.

Pemberedelan LPM Lintas juga menumbuhkan solidaritas luas dari kalangan jurnalis, antara lain jurnalis senior Andreas Harsono. Melalui akun Instagramnya @andreasharsono mengatakan:

"Rektor IAIN Ambon Zainal Abidin Rahawarin bredel lembaga pers mahasiswa @lintasdotcom sesudah liputan soal kekerasan seksual di kampus. Rektor seharusnya bikin team buat selidiki isi laporan, bukan sewenang-wenang bungkam kebebasan pers.

Saya sedang diskusi bersama rekan-rekan @lpmsigma UIN Banten ketika tahu "pembekuan" Lintas. Ini solidaritas kami buat awak redaksi di IAIN Ambon," ungkap Andreas Harsono, seraya mengunggah foto solidaritas untuk LPM Lintas.

Baca Juga:

Merawat Gedung Telantar Bioskop Dian dengan Seni Rupa
Menuntut Transparansi Pembangunan Jalan Layang Ciroyom

Mendikbud seharusnya Menegur Rektor IAIN Ambon

Represi yang menimpa LPM Lintas IAIN Ambon sebagai tamparan bagi Permendikbudristek 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Dengan regulasi ini, seharusnya IAIN Ambon turut merespons penanganan dan pencegahan kasus PPKS. Namun IAIN Ambon justru malah memberedel LPM Lintas yang meliput kasus PPKS.

Kepala Divisi Riset dan Kampanye LBH Bandung Heri Pramono mengatakan, seharusnya IAIN Ambon menerbitkan peraturan sebagai turunan dari Permendikbudristek 30/2021 tentang PPKS. Munculnya kasus pemberedelan terhadap LPM Lintas menunjukkan bahwa IAIN Ambon tidak sejalan dengan upaya pencegahan PPKS seperti diatur Permendikbudristek.

“Mendikbud seharusnya menegur (Rektor IAIN Ambon) karena dengan tidak menerapkan Permendikbud saja ini jadi problem. Apalagi kampus telah melakukan kontranasrasi terhadap Permendikbud itu,” kata Heri Pramono.

Kesalahan lain yang dilakukan kampus IAIN Ambon adalah tidak menghargai dan menghormati kerja jurnalistik. Pemberedelan dan kekerasan yang menimpa LPM Lintas jelas sebagai gangguan terhadap kebebasan pers.

Kekerasan Seksual vs Nama Baik Kampus

Munculnya Permendikbudristek PPKS sebenarnya angin segar bagi pencegahan dan penanganan kasus kejahatan seksual di lingkungan kampus. Tetapi Permendikbudristek PPKS menuai pro dan kontra dari internal kampus sendiri. Ada kampus yang langsung membentuk peraturan rektor sebagai turunan dari Permendikbudristek PPKS. Ada pula kampus yang justru memunculkan kontranarasi terhadap Permendikbudristek PPKS.

Catatan LBH Bandung, kata Heri Pramono, di Bandung baru beberapa kampus saja yang sudah membuat aturan turunan dari Permendikbudristek PPKS.

“Kampus Unpad sudah mengeluarkan peraturan rektor yang mengacu ke Permendikbud, kampus lain masih ada yang belum punya peraturan rektor tersebut. ITB masih pada tahapan pengdodokan. Termasuk di UPI,” urai Heri.

Kabar baiknya, lanjut Heri, gerakan mahasiswa di Bandung terkait PPKS tumbuh cukup subur pascalahirnya Permendikbudristek PPKS. Mahasiswa di masing-masing kampus menjalin jejaring dengan para pendamping kasus PPKS yang sebelumnya lebih dulu terjun di isu tersebut.

Begitu juga dengan pers-pers kampus yang kini giat memberitakan kasus-kasus PPKS di kampusnya, walaupun kerja mereka tidak selamanya mulus. Mereka menghadapi kontranarasi dari dalam kampus sendiri, seperti yang pernah dialami LPM UIN SGD Bandung.

Menurutnya, pers kampus yang memberitakan PPKS akan menghadapi tekanan dari kampus yang berusaha melindungi nama baiknya.

“Itu jadi tantangan pers kampus. Pola atau motif masalah nama baik kampus selalu menjadi kontranarasi. Walaupun ada juga kampus yang benar-benar mendukung pencegahan kekerasan seksual,” katanya.

Demi nama baik itulah kampus masih memandang tabu terhadap kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungannya. Mereka berusaha melindungi nama baik dengan menutup-nutupi kasus kekerasan seksual yang terjadi.

Puncak dari upaya mempertahankan nama baik oleh kampus dapat dilihat dari kasus yang menimpa LPM Lintas IAIN Ambon. Dan hal ini bisa terjadi pada pers-pers kampus lainnya.

“Saya juga melihat ada relasi kuasa di sini. Bahwa kekerasan seksual selalu berhubungan dengan relasi kuasa. Bukan hanya pada korban tetapi berimbas pada pemberitaan yang dilakukan pers kampus,” katanya.

Heri juga heran dengan sikap depensif kampus. Padahal, jika kampusnya terbuka dan cepat tanggap terhadap kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungannya, maka nama baik mereka sebenarnya akan terselamatkan.

Menghadapi upaya mati-matian kampus dalam mempertahankan nama baik dengan relasi kuasa mereka, menurut Heri pers-pers kampus harus bersatu. Persatuan ini tak hanya berlaku bagi pers-pers kampus di Bandung, melainkan harus meluas se-Indonesia.

Ia menyebut pers kampus di Bandung sudah tergabung dalam Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung. Ia berharap FKPMB bisa dimanfaatkan betul sebagai ajang konsolidasi mengumpulkan untuk menghadapi kemungkinan represi seperti yang dialami LPM Lintas.

”Di Bandung sudah tumbuh jejaring ini. FKPMB cukup aktif. Jadi berjejaring ini sangat penting untuk membangun kekuatan bersama,” katanya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//