Arsip sebagai Medium Pergerakan
Arsip bukan sebatas dokumen masa lalu. Arsip seharusnya dapat membuat orang menjadi tergerak untuk melakukan aksi.
Penulis Reza Khoerul Iman26 Maret 2022
BandungBergerak.id – Kesemrawutan sistem arsip di Indonesia masih menjadi pekerjaan panjang yang mesti dibenahi. Upaya pembenahan ini harus dibarengi penanaman kesadaran akan pentingnya pengarsipan suatu dokumen yang memiliki nilai informasi.
Pembahasan terkait persoalan arsip di Indonesia, menjadi bahan diskusi pada penutupan pameran Arsip Jejak Seni Pantomim terkait Hari Pantomim Sedunia di Cudeto Digital Cafe Creative Community Space, Jalan Cilaki No. 34, Kota Bandung, Jumat (26/03/2022) sore. Diskusi tersebut dinarasumberi Andang Iskandar sebagai Founder Indonesia Fotografi Arsip dan Wanggi Hoed, seniman pantomim Bandung.
Andang mengawali diskusi dengan membahas korelasi antara perkembangan zaman dan arsip. Hari ini pada era serba digital, sistem pengarsipan sudah semakin berkembang dan semakin praktis.
“Arsip merupakan apa yang kita cetak, apa yang kita simpan, dan apa yang kita ingin hadirkan kembali. Pada konteks hari ini, arsip dapat hadir dalam bentuk lain, yaitu dapat berbentuk teks visual, audio visual, atau dalam bentuk digital lainnya,” tutur Andang.
Pada era digital, Andang menjelaskan bahwa persoalan terkait ruang, tempat penyimpanan, dan perawatan dokumen tidak perlu dikhawatirkan, ancaman akan rusaknya dokumen oleh rayap atau lainnya tidak akan menjadi tantangan lagi. Pendigitalisasian arsip tersebut dapat menjawab kekhawatiran yang selama ini dihadapi oleh para arsiparis dalam pengarsipan.
Namun, bukan berarti pendigitalisasian arsip tersebut benar-benar menghilangkan permasalahan, justru Andang merasakan ia mendapat tantangan dan persoalan baru pada era digital ini, seperti harus memiliki peralatan dan pendukung lainnya yang membantu proses pendigitalisasian arsip.
Selain itu, pemahaman tentang teknologi dan sistem pengoprasiannya mesti dipahami oleh arsiparis untuk mengantarkan pada kelancaran proses pendigitalisasian arsip yang ia miliki.
Wanggi Hoed menimpali, pembenahan sistem pengarsipan memerlukan waktu yang tidak sebentar dan proses yang panjang. Bahkan Wanggi tidak berpikiran untuk melakukan pengarsipan jejak seni pantomim, ia hanya hobi mengumpulkan sesuatu yang bersangkutan dengan pantomim seperti zine, pemberitaan di koran, foto, baju, poster, dan lain sebagainya.
“Saya sudah giat mengumpulkan dokumen yang bersangkutan dengan pantomim sejak tahun 2009-2010. Dulu gak sengaja karena pengin ngasih tau orang tua kalau saya itu di sini benar. Kemudian menjadi hobi dan ketagihan, akhirnya gak sadar kalau dokumennya udah menumpuk lagi,” kata Wanggi.
Andang sangat menghargai dan mengapresiasi upaya yang dilakukan Wanggi dalam pengumpulan arsip yang berkaitan dengan pantomim. Pameran arsip tersebut menjadi contoh baik untuk memberikan kesadaran terhadap pentingnya perngarsipan.
“Saya turut bahagia melihat koleksi arsip-arsipnya Wanggi pada pameran ini. Saya rasa ini yang diimpikan setiap orang, memiliki rekam jejak dan dapat disajikan kepada publik baik untuk diapresiasi atau menjadi tawaran baru untuk melakukan riset,” ucap Andang.
Baca Juga: Aktivis 98 Unpad: Elite Politik yang Mewacanakan Penundaan Pemilu 2024 sebagai Begal Demokrasi
Peta Sunyi Seni Pantomim Bandung
Warga Kurang Mampu di Bandung Bisa Mendaftar JKN KIS secara Online dan Offline
Medium Pergerakan
Selama ini pemahaman kebanyakan orang terhadap pengarsipan hanyalah sebatas program pemeliharaan dokumen yang memiliki nilai informasi. Padahal apabila dipahami lebih jauh, Andang Iskandar menjelaskan bahwa arsip bukan hanya sebatas dokumen masa lalu, melainkan memiliki nilai penting untuk masa kini.
Sejauh ini, orang menilai dokumen hanya dipandang sebagai benda fisik yang memberikan informasi. Kemudian kegiatan pengarsipan hari ini kebanyakan bertujuan hanya untuk memberi tahu informasi dan menunjukkan koleksi arsip milik pribadinya sendiri saja.
Menurut Andang, arsip seharusnya bisa berperan lebih dari pada sekadar dokumen tua yang hanya memberikan informasi. Arsip seharusnya dapat membuat orang menjadi tergerak untuk melakukan aksi dan memberikan impact kepada orang yang membacanya.
“Arsip itu memiliki dua perspektif, pertama apa ia hanya bernilai sebagai benda fisik? Kalau demikian sudah, bahwa dokumen tersebut hanyalah sebuah kertas. Namun apabila kita melihatnya sebagai bentuk sinyal visual dan teks yang menawarkan untuk diinterpretasikan kembali, mungkin dari sana akan melahirkan wacana baru,” tutur Andang.
Pemahaman untuk menilai arsip sebagai sinyal visual dan teks yang menawarkan untuk diinterpretasikan ulang menjadi hal yang mesti dipahami setiap orang, agar dunia pengarsipan di Indonesia mengalami tumbuh dan berkembang melalui wacana dan riset yang muncul dari pengarsipan tersebut.
Melalui kegiatan dan pameran ini, Wanggi Hoed sendiri sudah merasakan dampak dan manfaat yang luar biasa. Ia menjelaskan bagaimana peran arsip dapat memberikannya informasi dan wacana yang terus berkembang.
“Melalui arsip, saya dapat membaca banyak hal selain pementasan pantomim saya sendiri. Seperti informasi koran ini sudah tidak ada, atau koran ini sudah menjadi media online, kalau penerbit ini telah tiada, tentang komunitas ini dan itu, dan lain sebagainya,” ucap Wanggi.
Oleh karenanya Andang berharap setiap orang sadar dan paham tentang bagaimana peran arsip yang sebenarnya. Pada akhirnya semoga membawa peran arsip yang masih bersifat memberi tahu dan mempertunjukkan dokumen kuno, menjadi sesuatu yang sifatnya mengajak untuk beraksi.