• Kampus
  • Pandemi Mempercepat Migrasi Peradilan secara Virtual

Pandemi Mempercepat Migrasi Peradilan secara Virtual

Salah satu peradilan virtual paling populer adalah sidang perkosaan santriwati oleh pimpinan pondok pesantren berinisial HW, di Bandung.

Ruang sidang di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (21/12/2021). Sidang kasus kekerasan seksual oleh guru pesantren, HW, digelar di PN Bandung. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana26 Maret 2022


BandungBergerak.idPengaruh pandemi Covid-19 pun menjangkau tatanan peradilan. Lazimnya peradilan di masa normal berlangsung secara langsung. Namun dengan melandanya pagebluk, peradilan virtual atau tanpa tatap muka langsung mulai dilaksanakan.

Salah satu peradilan virtual paling populer adalah sidang perkosaan santriwati oleh pimpinan pondok pesantren berinisial HW, di Bandung. HW telah divonis hukuman seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (15/2/2022) lalu. Guru ngaji ini terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana pemerkosaan pada murid-muridnya yang masih anak di bawah umur.

Sepanjang proses persidangan, beberapa kali kasus ini disidangkan secara virtual di mana hakim dan perangkat hukumnya menjalani sidang di Pengadilan Negeri Bandung sedangkan HW mengikuti sidang secara virtual di tahanannya di luar pengadilan. Persidangan virtual dan tertutup ini dilakukan ketika kasus pandemi Covid-19 di Kota Bandung sedang naik.

Masalah peradilan virtual disampaikan Ketua Mahkamah Agung RI Syarifuddin dalam kuliah umum tentang “E-Litigasi dalam Perkara Pidana, Upaya Mahkamah Agung dalam Merespons Kondisi Pandemi Melalui Transformasi Teknologi”, di Auditorium Pusat Pembelajaran Arntz-Geise Universitas Katolik Parahyangan (PPAG Unpar), seperti dikutip dari laman resmi Unpar, Sabtu (26/3/2022).

Syarifuddin mengatakan, pandemi Covid-19 mendorong lahirnya norma yang dapat mengatur mekanisme persidangan perkara secara virtual. Namun hal ini tidak mudah. Menurutnya dibutuhkan sedikitnya waktu dua tahun untuk melakukan proses migrasi dari sistem peradilan konvensional ke virtual.

Sedangkan institusi peradilan di Indonesia terdiri lebih dari 900 pengadilan, tersebar di kabupaten dan kota. Perlu diketahui, lanjut Syarifuddin, bahwa peradilan elektronik telah dicita-citakan dalam Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035. Elektronisasi dalam perkara perdata, perdata agama, tata usaha negara, dan tata usaha militer telah lebih dulu berjalan sebelum munculnya pandemi Covid-19.

MA lalu menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik yang menjadi payung hukum bagi pelaksanaan sistem peradilan pidana secara elektronik. Persidangan elektronik pun tidak mengubah tatanan hukum acara pidana yang berlaku, yang berbeda hanya terkait dengan pengertian ruang sidang dan kehadiran para pihak di ruang sidang.

“Penegakan hukum di masa pandemi dilakukan dengan mengedepankan keselamatan para penegak hukum dan pencari keadilan tanpa mengabaikan perlindungan hak asasi bagi pihak-pihak yang berperkara. Peradilan elektronik pun tetap relevan bagi proses penegakan hukum di era normal baru dan era setelah pandemi berakhir,” tuturnya.

Baca Juga: Raibnya Bunga-bunga Patrakomala di Stilasi Bandung Lautan Api
Arsip sebagai Medium Pergerakan
Sakti Alamsyah dan Prioritasnya pada Editorial Management Pikiran Rakyat

Sinergi MA dengan Kampus

Ketua Mahkamah Agung Syarifuddin menuturkan bahwa dalam kuliah umum tersebut sebagai transfer knowledge and experience kepada para mahasiswa dan generasi muda hukum yang akan datang.

“Perlu ada sinergi antara dunia peradilan dan dengan pihak kampus agar dunia pendidikan tidak ketinggalan oleh perkembangan praktik peradilan. Begitupun sebaliknya, dunia peradilan juga tidak keluar dari bingkai akademik,” ujarnya.

Menurutnya, sinergi antara pihak kampus dengan lembaga peradilan perlu dibangun sehingga keduanya saling terhubung. Lembaga peradilan membutuhkan referensi dari hasil pemikiran para akademisi. Sebaliknya, kampus juga membutuhkan putusan-putusan untuk bahan kajian dan penelitian bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

“Semakin dekatnya jarak antara dunia pendidikan dan dunia peradilan, maka mendorong lahirnya putusan-putusan hakim yang progresif serta memiliki kandungan ilmiah. Sebaliknya, dunia pendidikan juga akan memiliki banyak bahan kajian berdasarkan kasus-kasus yang up to date,” ucapnya.

Sementara itu, Rektor Unpar Mangadar Situmorang menyampaikan bahwa kuliah umum itu yang tak hanya ditujukan untuk mahasiswa Unpar, namun mahasiswa seluruh Indonesia. Kuliah umum ini menjadi kesempatan baik untuk belajar langsung dari Ketua MA.

“Ini kesempatan untuk mendengar, belajar dari Ketua MA yang dibagikan ke seluruh perguruan tinggi yang bisa diikuti secara online. Tentunya akan banyak pengetahuan dan pembelajaran yang didapatkan dari Ketua MA,” kata Rektor.

Ketua Umum Ikatan Alumni (Ilumni) Fakultas Hukum Unpar Samuel M.P. Hutabarat mengatakan bahwa kuliah umum ini terselenggara atas sinergi bersama Unpar, Ilumni FH Unpar, FH Unpar, dan MA. Samuel menuturkan, kuliah umum ini menjadi bagian dari program Ilumni FH Unpar.

“Sinergi antara dunia kampus dan dunia peradilan merupakan mata uang yang tidak terpisahkan. Ada kajian-kajian ilmiah yang akan memberikan masukan dan wawasan untuk peradilan. Kampus juga membutuhkan putusan-putusan pengadilan yang merupakan hukum yang nyata yang hidup di dalam masyarakat. Di mana dalam putusan-putusan itu kita bisa melihat pertimbangan-pertimbangan yang dibuat,” ucapnya.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//