• Foto
  • Raibnya Bunga-bunga Patrakomala di Stilasi Bandung Lautan Api

Raibnya Bunga-bunga Patrakomala di Stilasi Bandung Lautan Api

Dari 10 Stilasi Bandung Lautan Api yang semuanya dilengkapi dengan ikon bunga patrakomala karya Sunaryo, ada 4 stilasi yang tak lagi memiliki bunga.

Fotografer Prima Mulia26 Maret 2022

BandungBergerak.idKepingan logam yang tak utuh lagi tertinggal di beberapa Tugu Stilasi Bandung Lautan Api (BLA). Seluruhnya ada 10 Tugu Stilasi BLA di Kota Bandung sebagai penanda peristiwa revolusioner 76 tahun lalu, tepatnya 24 Maret 1946. Dalam peristiwa ini taktik bumi hangus Kota Bandung menjadi perlawanan dari kaum republiken melawan Belanda yang datang membonceng pasukan Sekutu.

Tugu pertama Stilasi Bandung Lautan Api itu ada di depan gedung De Driekleur yang kini ditempati Bank BTPN, Jalan Ir H djuanda (Dago). Di sisa batang logam tersebut mestinya tinggal setangkai bunga patrakomala yang terbuat dari logam berwarna tembaga karya seniman Sunaryo, perupa kenamaan yang pemilik Selasar Sunaryo Art Space.

Tetapi sudah lama bunga logam cantik itu raib digondol maling. Pemiliknya kini entah beruntung atau sial karena memiliki karya seni tersebut. Tak ada yang tahu.

Dari 10 Stilasi Bandung Lautan Api yang semuanya dilengkapi dengan ikon bunga patrakomala, ada 4 stilasi yang tak lagi memiliki bunga. Di antaranya, di Braga, simpang Lengkong Dalam Lengkong Tengah, dan Jalan Asia Afrika.

Sama seperti nasib bunga di depan gedung De Driekleur, bunga-bunga logam di empat titik tersebut hilang entah ke mana, bahkan pelat logam berisi keterangan singkat tentang sejarah kejadian lokasi tempat stilasi juga turut lenyap.

Jika diurutkan kesepuluh Stilasi Bandung Lautan Api tersebut, nomor 1 dimulai dari depan gedung De Driekleur, yang kedua berada di Jalan Braga depan Bank bjb ; beriktunya berturut-turut ada di Jalan Asia Afrika depan menara jam Bank Mandiri; di teras rumah Jalan Simpang menghadap ke Jalan Ciguriang; di depan SD Dewi Sartika, Jalan Kautamaan Istri; Jalan Dewi Sartika di trotoar dekat hotel; di persimpangan Jalan Lengkong Tengah-Lengkong Dalam; Jalan Jembatan Baru di gapura pinggir sungai; Jalan Asmi di halaman SDN Asmi; dan terakhir di Jalan Muhammad Toha atau Mohammad Toha (nama ini diambil dari salah satu pemuda pejuang fase Bandung Lautan Api) depan Gereja Gloria.

BandungBergerak.id menelusuri satu-satu Stilasi Bandung Lautan Api, termasuk tugu di depan gedung De Driekleur (Bank BTPN), Dago, yang bunga patrakomalanya hilang. Gedung bank ini dulunya digunakan sebagai Kantor Berita Domei milik Jepang. Di sinilah untuk pertama kalinya teks Proklamasi dibacakan untuk warga Bandung.

Dari Dago menuju ke arah pusat kota. Tepatnya di depan bangunan cagar budaya Bank bjb. Nasib stilasi di kawasan ini sama, tugu tampak kusam tanpa bunga Patrakomala. Di lokasi ini, menurut sejarah pernah terjadi aksi perobekan bendera Belanda oleh pejuang bernama Moeljono dan E Karmas.

Stilasi ke-3 ada di Jalan Asia Afrika, di trotoar di antara gedung Jiwasraya dan menara jam Bank Mandiri. Dulunya gedung ini digunakan sebagai markas resimen ke-8 (Siliwangi). Kondisi stilasi di jantung kawasan Konferensi Asia Afrika ini sangat mengenaskan, terlihat cacat dan tak terawat.

Lebih ke selatan, tepatnya di Jalan Simpang dan Jalan Ciguriang, keberadaan stilasi ke-4 nyaris tak terlihat. Tersempil di sisi teras rumah, fasad bangunan menghadap Jalan Simpang, sedangkan teras samping berada di Jalan Ciguriang. Di rumah inilah keputusan bumi hangus Kota Bandung dan perintah untuk meninggalkan kota dirumuskan.

Stilasi ke-4 ini kerap membingungkan, disebut berada di Ciguriang, cerita satu lagi menyebutnya Jalan Simpang, seolah ada stilasi yang berbeda, padahal stilasinya ada di satu rumah saja yang kebetulan berlokasi di persimpangan Jalan Simpang dan Ciguriang.

Stilasi ke-5 berada tak jauh dari Jalan Simpang, tepatnya di simpang Jalan Ciguriang dan Jalan Kautamaan Istri, persis di depan SD Dewi Sartika. Kondisinya masih sangat terawat, walau agak tersamarkan oleh bangunan kecil fasilitas umum yang agak kurang estetik.

Stilasi ke-6 berada di Jalan Dewi Sartika. Di trotoar sebelah kiri dekat bangunan sebuah hotel. Stilasi ini juga tersempil di antara toko dan warung. Bangunan di depan stilasi ini dulunya adalah rumah sekaligus markas Komando Divisi III pimpinan Kolonel AH Nasution. Keberadaan stilasi ini juga tersamar oleh lingkungan sekitar yang cukup semrawut.

Persimpangan Jalan Lengkong Dalam dan Lengkong Tengah jadi lokasi ke-7 stilasi di sisi selatan. Lagi-lagi bunga patrakomala dan pelat logam catatan sejarahnya hilang dicuri. Kawasan ini dulunya permukiman warga Indo Belanda dan termasuk area pertempuran Lengkong.

Masih di Jalan Lengkong, agak sedikit ke selatan lagi, persis di sisi jembatan di kawasan Jembatan Baru, terletak stilasi ke-8. Tugu stilasi di sini masih utuh, hanya saja posisinya berada di atas pilar tinggi, nyaris seatap rumah. Tak bisa diakses warga dengan mudah. Lokasi stilasi bisa dibilang tak masuk akal, sama sekali tak mudah untuk dilihat. Stilasi ini jadi penanda garis pertahanan para pejuang di pertempuran Lengkong.

Sebuah bangunan cagar budaya di SDN Asmi jadi lokasi stilasi ke-9. Tugu lengkap masih berdiri tepat  di depan bangunan utama di halaman SD yang berada di Jalan Asmi tersebut. Walau pelat logam bunga mulai patah tetapi masih utuh dan disambung pakai kawat seadanya. Dulunya, bangunan ini digunakan sebagai markas pemuda pejuang dan rumah sakit sementara sebelum terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api.

Stilasi terakhir atau ke-10 berada di Jalan Mohamad Toha, nama pejuang yang diduga kuat berjibaku meledakkan gudang mesiu milik Belanda di Bandung selatan, tepatnya di depan Gereja Gloria. Stilasi masih utuh dan terawat. Di Gereja Gloria ini dulunya pernah berdiri bangunan instalasi pemancar Radio NIROM (Nederlandsch-Indische Radio Omroep Maatschappij) yang menyiarkan proklamasi Indonesia ke seluruh dunia.

Keberadaan tugu Stilasi Bandung Lautan Api makin tenggelam ditelan ingar-bingar pembangunan Kota Bandung. Padahal sejarah mencatat bahwa kota ini pernah menjadi palagan perang para pejuang yang mempertahankan kemerdekaan di masa transisi hengkangnya Jepang dari Indonesia berbarengan dengan upaya Belanda untuk kembali mencaplok bekas koloninya dengan nebeng pasukan Sekutu yang masuk ke Indonesia.

Sekutu masuk ke Indonesia untuk melakukan pengamanan, pelucutan senjata dari Jepang, dan pembebasan internir Belanda yang ditawan Jepang. Pada akhirnya eskalasi terus memanas dengan keluar ultimatum Sekutu (Inggris) yang melarang warga Kota Bandung tinggal di wilayah utara. Pertempuran terus terjadi di garis demarkasi utara dan selatan, sampai akhirnya muncul peristiwa Bandung Lautan Api.

Tak banyak yang peduli dengan 10 stilasi-stilasi yang nyaris tak terlihat itu. Tak banyak juga yang mengerti untuk apa sih tugu stilasi itu dibuat. Saat ini, mungkin sedikit saja yang melek sejarah akan keberadaan stilasi-stilasi tersebut. Buktinya banyak, betapa sulitnya menanyakan keberadaan lokasi-lokasi stilasi yang tersembunyi kepada orang di bawah usia 30 tahunan. Kata kuncinya, bertanyalah pada orang-orang berusia lanjut di lokasi stilasi jika Anda belum juga menemukan tugu tersebut walau sudah berada di alamat yang tepat.

Sudah sewajarnya jika pemerintah bersama dinas terkait untuk segera melakukan revitalisasi keberadaan tugu-tugu stilasi tersebut, sebagai upaya memelihara ingatan kolektif bahwa penanda-penanda dengan bunga patrakomala di atas tugu stilai bukan sekedar prasasti tak bermakna.

Seniman Sunaryo tentu tidak asal memilih bunga patrakomala sebagai ikon di Tugu Stilasi Bandung Lautan Api. Pohon-pohon patrakomala bertebaran di sejumlah titik di Bandung sebagai peneduh yang indah jika sedang berbunga. Daun pohon ini hijau seperti daun pete atau kelor, dengang kulit pohon bersisik seperti trembesi. Di balik keindahan bunga patrakomala yang berwarna merah api itu mengandung hidrogen sianid (gas beracun) yang bisa membunuh serangga. Bandung yang dikenal indah oleh orang-orang Belanda, Eropa, tempo dulu bisa berkobar seperti Bandung Lautan Api.

Teks dan Foto: Prima Mulia

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//