• Berita
  • Pembuktian Warga Anyer Dalam di Pengadilan

Pembuktian Warga Anyer Dalam di Pengadilan

Tanda jasa pahlawan dari negara dijadikan bukti tambahan yang diserahkan warga korban penggusuran Anyer Dalam oleh PT. KAI ke PN Bandung.

Seorang anak termenung di atas puing reruntuhan rumah yang tergusur, Jalan Anyer Dalam, Bandung, Senin (31/1/2022). Warga korban penggusuran kini berjuang menuntut keadilan di PN Bandung. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau5 April 2022


BandungBergerak.id - Bukti-bukti kepemilikan rumah dan lahan milik warga Anyer Dalam diserahkan ke pengadilan. Dengan bukti ini diharapkan muncul peluang bagi warga untuk memiliki kembali tanah mereka yang telah tempati berpuluh-puluh tahun namun digusur oleh PT. KAI.

Pembuktian tersebut menjadi agenda sidang lanjutan sengketa penggusuran rumah warga Anyer Dalam oleh PT KAI yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (5/4/2022). Sidang yang sempat beberapa kali tertunda itu kali ini menghadirkan warga sebagai penggugat, dan pihak tergugat satu dan dua, yakni PT KAI dan PT WIKA.

Agenda sidang dengan nomor perkara 322/Pdt.G/2021/PN.Bdg itu juga turut menggugat Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan pihak BPN Kota Bandung.

Sedikitnya ada tiga bukti tambahan yang diberikan oleh warga melalui kuasa hukumnya kepada majelis hakim PN Bandung. Total ada puluhan alat bukti yang diserahkan warga. Di antaranya, pelengkapan cerita dari warga pemilik rumah yang digusur, salah satunya bukti penghargaan terhadap salah satu orang tua warga yang menerima tanda jasa pahlawan karena telah berjuang gerilya membela negara.

Ada juga surat bukti penertiban rumah warga Anyer Dalam dari PT KAI, serta surat pernyataan dari warga yang menyatakan tak pernah mendapat sosialisasi tentang rencana penggusuran.

Sementara pihak PT KAI menyerahkan bukti SPPT dengan alamat obyek Jalan Sukabumi Dalam nomor 55 atas nama Logistic Perum K. Bukti lainnya yang dibawa PT KAI yakni surat pernyataan dari warga yang telah menerima ongkos ganti rugi atau warga yang telah setuju untuk dibongkar. Berikutnya, PT KAI menyerahkan sertifikat hak pengelolaan nomor 58 tahun 2020.

Namun, dalam pembuktiannya pihak PT KAI tidak mampu menunjukkan batas-batas lahan yang masuk menjadi hak pengelolaan PT KAI. Batasnya hanya ditunjukkan dari tampilan Google Maps. Hal ini dinilai belum bisa membuktikan apakah rumah warga yang digusur masuk ke dalam peta tersebut atau tidak.

“Nah batas-batasmya itu hanya ditunjukkan berdasarkan tampilan satelit Google Maps dan diberikan oleh merek sendiri si kotakanya itu,” ungkap kuasa hukum warga Anyer Dalam, Nova Laras Dewi, kepada BandungBergerak.id, di PN Bandung.

Ada satu bukti yang diklaim dipegang PT. KAI namun tidak turut diserahkan dalam persidangan tersebut, yakni bukti hak pengelolaan nomor 6 tahun 1988. Bukti ini juga akan menjadi poin penting bagi warga. Dari bukti ini akan diketahui masuk tidaknya lahan yang ditempati warga ke dalam peta pengelolaan oleh PT. KAI.

“Ya itulah yang mau kita jadikan poin pentingnya pada saat mereka memperlihatkan gambar besar bukti hak pengelolaan nomor 6 tahun 1988,” ungkap Nova.

Pada sidang berikutnya, jika PT. KAI tak mampu menujukkan peta detail tersebut, warga punya harapan besar untuk bisa memenangkan gugatan. Namun jika memang ada, maka langkah hukum lainnya akan dikembalikan kepada warga.

“Kalau misalnya tidak ada, berarti kita harus memohonkan pada kesimpulan nanti. Kan ada agenda ada kesimpulan yang harus kita sampaikan kepada hakim bahwa atas dasar hal tersebut pada bukti yang kesekian, itulah yang harus diperkuat. Agar hakim bisa mengabulkan apa yang menjadi permohonan kita,” ungkapnya.

Sejauh ini menurut Nova, belum ada bukti dan alasan jelas yang membuat PT. KAI membongkar rumah yang ditempati warga Anyer Dalam.

Baca Juga: Kapan Penyandang Disabilitas Bisa Mudah Mengakses Pelayanan Administrasi Pemkot Bandung?
RAMADAN (MASIH) DI TAHUN PAGEBLUK #1: Menjahit Harapan di Pinggiran Kosambi
Tak Ada Air Bersih di Ciwalengke

Warga korban konflik agraria berunjuk rasa di kantor Kelurahan Kebon Waru, Bandung,  Senin (31/1/2022). Warga menuntut lurah untuk mengeluarkan bukti surat penguasan fisik tanah permukiman di Anyer Dalam. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Warga korban konflik agraria berunjuk rasa di kantor Kelurahan Kebon Waru, Bandung, Senin (31/1/2022). Warga menuntut lurah untuk mengeluarkan bukti surat penguasan fisik tanah permukiman di Anyer Dalam. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Warga Anyer Dalam Berjuang Mati-matian

Tiap kali agenda persidangan digelar, warga Anyer Dalam korban penggusuran terus mengikuti dengan datang langsung ke PN Bandung. Salah satunya Melly Indriani (52) yang tak pernah absen untuk menghadiri persidangan.

Melly datang dengan membawa harapan, haknya bisa kembali didapatkan. Ia ingin menyaksikan secara langsung bagaimana proses persidangan. Berkali-kali ia datang namun berkali-kali itu pula sidang harus ditunda. Hal itu tak menyurutkan semangatnya untuk terus mengikuti persidangan.

“Setiap saya datang sedih saja. Kecewa sedih, kayak minggu kemarin (sidang ditunda) saya kan datang. Kecewa, mau marah, marah sama siapa,” ungkapnya.

Melly bercerita betapa persidangan ini menguras harapan dan semangatnya. Terkadang ia menggebu-gebu datang ke pengadilan. Tetapi saat mengetahui ada bukti-bukti yang kurang, semangatnya layu kembali.

“Ya gitu aja, kadang-kadang optimis pasti pasti (bisa), tapi kadang-kadang lihat warga pada malas-malasan datangnya (ke pengadilan) saya kecewa jadi pesimis gitu,” ucapnya.

Tidak sedikit perjuangan yang harus ia lakukan untuk menghadiri persidangan. Sehari-hari ia berjualan untuk menyambung hidup pascarumahnya tergusur. Begitu masuk jadwal sidang, maka jualannya harus tutup karena ia ingin mengetahui langsung proses persidangan. Tentu ia berharap sidang bisa segera selesai dengan hasil mendapatkan keadilan.

“Cepat selesai, apalagi kalau kemenangan ya pastilah yang diharapkan. Menang atau kalah kita sudah berusaha, sudah mati-matian, ya tergantung yang di atas (Tuhan) saja nanti,” ujarnya.

Warga lainnya, Jeni Suhartati (45), baru berani menghadiri persidangan. Pada persidangan sebelumnya ia tak sempat hadir. Selian berjualan, ia masih belum kuat hati untuk bertemu dengan pihak PT KAI. Luka akibat kehancuran rumahnya belum juga kering. 

Jeni yang sudah 20 tahun lebih menempati rumahnya sendiri di Anyer Dalam, terpaksa kini menumpang di rumah salah satu kerabat yang kosong di daerah Padalarangan, sekitar 20 kilometer dari PN Bandung. Meski jauh, ia dan suami ingin datang mengawal proses persidangan.

“Kita mah berharap dari si jaksanya seadil-adilnya buat kita. Yang kedua salah dan dosa kita apa, sampai rumah-rumah kita dirobohkan. Sampai semua aset-aset kita dileburkan padahalkan ini belum tentu dan belum jelas itu tanah siapa milik siapa,” keluhnya.

Ia berharap haknya dapat dipulihkan, dan ia bersama korban penggusuran lainnya mendapat ganti rugi yang layak. Menurutnya, kerugian warga berlipat-lipat. Sampai kapan pun, Jeni akan terus maju untuk memperjuangkan hak-haknya yang dirugikan itu.

“Kalau dari saya pribadi mah saya maju terus pantang mundur, sampai dapat keadilan yang seadilnya buat kami. Ini pengadilan, hak dasar adil dan beradab, sedangkan ke kitanya adabnya sudah ngak ada, masa keadilannya juga mau ditiadakan,” kata Jeni.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//