• Kolom
  • MEMORABILIA BUKU (39): Ngabuburit, Pameran Buku, dan Masjid Salman ITB  

MEMORABILIA BUKU (39): Ngabuburit, Pameran Buku, dan Masjid Salman ITB  

Ada momen kebersamaan yang sulit saya lupakan, terutama waktu buka puasa bersama seusai lelah seharian menjadi panitia buku di Salman ITB.

Deni Rachman

Pemilik Lawang Buku, pegiat perbukuan, dan penulis buku Pohon Buku di Bandung.

Foto bersama seusai rapat teknis bersama Ikapi Jabar (Pak Sumbodo) dan Salman ITB (Salim Rusli, Danyawan Haflah), Tim El-Fath (saya, Lingling, Jiman, dan Shafira Maharani), dan kawan-kawan dari penerbit; di GSG Masjid Salman ITB (30/4/2019). (Sumber: Deni Rachman)

14 April 2022


BandungBergerak.idMemasuki bulan puasa Ramadan di Bandung, ada kegiatan khas yang saya lakoni yaitu ‘ngabeubeurang’ atau ‘ngabuburit’ mengunjungi pameran, bursa buku, atau toko-toko buku. Pameran buku biasanya digelar di minggu pertama hingga minggu kedua, sedangkan tempat berburu buku lainnya saya jajan buku di Toko Buku Djawa atau di emperan Cikapundung Barat. Sepulang dari sana, saya lanjutkan dengan berburu takjil.

Jika dirunut sejak tahun 1990-an saya menetap di Bandung, setiap Ramadan selalu saja ada gelaran bursa buku di beberapa masjid atau beberapa tempat lembaga keislaman. Saat itu kios-kios buku agama Islam yang berada di pinggiran jalan Ganesa dan Jalan Ciungwanara – sebelum dipindahkan ke Jalan Gelap Nyawang – menjadi alternatif mencari bahan bacaan, sehabis pulang sekolah.

Kliping agenda bursa buku saat bulan Ramadan di Bandung, Pikiran Rakyat (3/1/2000). (Sumber: Deni Rachman dari Balai Arsip)
Kliping agenda bursa buku saat bulan Ramadan di Bandung, Pikiran Rakyat (3/1/2000). (Sumber: Deni Rachman dari Balai Arsip)

Di tahun-tahun kemudian, seingat saya Masjid Salman ITB-lah yang paling getol mengadakan pameran buku saat bulan puasa. Di sepanjang area parkir depan kantin Salman dengan beratapkan tenda hajatan, di sana berjejer partisi stand penjual buku, Al-Qur’an, Hadits, CD Murottal, madu, peci, tasbih, pakaian muslim/muslimah dan aneka asesoris. Suasana pelataran masjid menjadi lebih ramai dan hangat dibanding hari-hari biasa.

Masjid di Pusdai dan Masjid Raya Cipaganti juga sering menjadi tempat penjualan buku selama Ramadan. Di pelataran parkir Masjid Raya Cipaganti, para pedagang menjajakan bukunya di atas meja-meja kecil. Di Pusdai sendiri setahu saya belum pernah mengadakan pameran buku selama bulan puasa. Tahun 2016 dan 2017, Pusdai bekerja sama dengan Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) cabang Jawa Barat pernah mengadakan pameran buku Islam namun tak bertepatan dengan bulan Ramadan. Lalu di Masjid Raya Bandung, sepanjang ingatan saya belum pernah menyaksikan ada gelaran pameran buku di sana.

Baca Juga: MEMORABILIA BUKU (36): Pengalaman Menyeramkan ketika akan Berpameran Buku di Kaki Gunung Manglayang
MEMORABILIA BUKU (37): Halo Halo Bandung… Napak Tilas Bandung Lautan Api
Ada momen kebersamaan yang sulit saya lupakan, terutama waktu buka puasa bersama seusai lelah seharian menjadi panitia buku

Pagi-pagi saat area pameran buku dibuka. Berlokasi di lapangan timur Masjid Salman ITB, disulap menjadi tenda tertutup yang aman dan nyaman. (Sumber foto: Deni Rachman)
Pagi-pagi saat area pameran buku dibuka. Berlokasi di lapangan timur Masjid Salman ITB, disulap menjadi tenda tertutup yang aman dan nyaman. (Sumber foto: Deni Rachman)

Pameran Buku di Salman ITB Tahun 2000-an hingga 2015

Pada memorabilia buku kali ini saya akan memfokuskan bercerita tentang aktivitas perbukuan di Masjid Salman ITB saat bulan Ramadan. Pengalaman yang berbeda-beda saya alami, sejak saya hadir mulai sebagai pengunjung, lalu menjadi pengisi stand pameran, hingga menjadi event organizer pameran buku.

Di tahun 2007-an, saat menjadi distributor buku, saya pernah mengikuti beberapa kali pameran tersebut. Selain memiliki beberapa buku bertemakan keislaman, biaya stand yang masih terjangkau pun menjadi alasan kuat saya mengikuti pameran itu. Seingat saya saat itu, biaya sewa stand masih sekitar 800 ribuan selama 7 hari. Seminggu sebelum acara, saya diwajibkan melunasi biaya stand dan bisa memilih posisi stand.

Area pameran dibagi dua, satu bagian khusus buku dan video CD rohani yang posisinya lebih dekat ke pintu masjid, sedangkan satu bagian lainnya untuk nonbuku lainnya seperti pakaian/busana muslim yang lebih mendekat ke portal Jalan Gelap Nyawang. Kawan-kawan perbukuan dari Abbas Agency, Lentera Abadi, maupun para penjual kitab Al-Quran dan VCD berbaur dan menjadi jaringan pertemanan tersendiri. Kami tak hanya bertemu di ajang yang setahun sekali itu, karena kami juga akan bertemu di pameran buku lainnya seperti di pameran buku Islam di Landmark, Pusdai, atau di pameran buku Islam di Istora Senayan Jakarta.

Jam buka pameran dimulai dari jam 9 pagi hingga jam 20. Pemilihan waktu yang panjang menembus waktu berbuka puasa itu, tiada lain diharapkan menunggu Jemaah tarawih bubar. Bubaran jamaah tarawih atau salat Jumat menjadi puncak massa yang saya dan kawan-kawan pedagang nantikan. Di waktu-waktu itulah saya dan kawan-kawan pelapak buku harus siap menyambut konsumen datang.

Jika tiba waktu salat zuhur dan asar, saya dan kawan-kawan pedagang bisa bergantian saling menitipkan barang jualan. Namun ketika salat tarawih, bisanya kami menutup stand lalu membukanya lagi seusai shalat tarawih. Menjelang waktu berbuka puasa, biasanya pengunjung semakin sepi, mereka lebih memilih menyemut mendekati pusat-pusat takjil gratis di area dekat penitipan sepatu.

Yang paling repot tentunya saat cuaca tak bersahabat. Beberapa kali tenda pameran diterpa hujan dan angin kencang. Lantai stand yang langsung beralaskan semen sering tak bisa menahan aliran air hujan. Permukaan lantai sepanjang area parkiran itu memang cenderung menurun. Betapa sibuknya kami, para pedagang yang membuat display dari dus-dus yang mudah rusak oleh air itu, memindahkan buku-buku ke tempat yang lebih aman.

Denah 27 tenant dengan mengelompokkannya berdasarkan penerbit. Jadi tidak dikelompokkan berdasarkan seperti pada Liga Buku Bandung. Hal ini untuk mempermudah pengecekan stok dan pelaporan netto penjualan ke penerbit. (Sumber: Deni Rachman)
Denah 27 tenant dengan mengelompokkannya berdasarkan penerbit. Jadi tidak dikelompokkan berdasarkan seperti pada Liga Buku Bandung. Hal ini untuk mempermudah pengecekan stok dan pelaporan netto penjualan ke penerbit. (Sumber: Deni Rachman)

Di tahun 2008-2010-an, saya mulai berhenti mengikuti pameran tersebut. Hal itu dikarenakan biaya stand yang bertambah naik, sedangkan omzet sudah mulai menurun. Panitia yang tiap tahun berganti personel karena dikelola oleh pengurus satu angkatan mahasiswa tertentu, membuat SOP berubah-ubah setiap tahun. Di tahun berikutnya, saya dengan berat hati menolak tawaran dari Kang Dani selaku koordinator pameran.

Baru di tahun 2015, Salim Rusli, seorang pengurus Masjid Salman yang sudah saya kenal lama sejak saya kerja paruh waktu di Balepustaka, mengajak saya untuk mengisi stand yang kosong dalam acara Semarak Ramadhan Nusantara. Berbeda dengan pameran sebelumnya, saya tak dikenai biaya sewa stand. Salim mengajak saya tak hanya menjual buku tapi juga memamerkan buku dan Tafisr Al-Qur’an antik.

Tafsir Al-Quran jadul yang turut dipajang di stand LawangBuku itu adalah “Tafsir Koeran Indonesia” karya Mahmoed Joenoes (tjetakan kedoea, tahoen 1359 H/ 1940 M, Boekh. Mahmoedijah, Padang). Tafsir yang sudah mengumumkan dirinya berbahasa Indonesia ini rupanya sudah mulai dirintis terjemahannya sejak tahun 1922. Cetakan pertamanya terbit pada Ramadan tahun 1935. Kondisi tafsir cetakan kedua ini masih lengkap dengan sampul muka yang sudah mulai lapuk.

Posisi stand mulai meluas tak hanya di area parkir, namun merambah ke area paving block di depan Gedung Kayu. Di pameran itu juga, komunitas Ulin berbarengan mengadakan jelajah sejarah Ramadan di Bandoeng Tempo Doeloe. Flyernya dan HTM-nya disimpan di meja pameran ini.

Suasana pameran ketika mulai padat pengunjung. (Sumber: Deni Rachman)
Suasana pameran ketika mulai padat pengunjung. (Sumber: Deni Rachman)

Serambi Berkah Ramadhan & Islamic Book Fair Salman ITB 2019

Suatu hari, satu bulan sebelum memasuki bulan Ramadan di tahun 2019, saya diundang oleh Pak Sumbodo dan Salim Rusli dan bertemu di kantor YPM Salman ITB. Dalam perbincangan yang dimulai dengan obrolan serius ini, Pak Sumbodo – wakil dari Ikapi Jabar – meminta saya untuk menjadi pelaksana kegiatan Pameran Buku Islam di Salman. Salim tampak menyimak. Permintaan kedua, konsep pameran disamakan dengan konsep pameran Liga Buku Bandung yang digelar beberapa bulan lalu di GOR Saparua.

Liga Buku Bandung adalah salah satu ajang rintisan pameran buku Ikapi Jabar bekerja sama dengan Ikapi Jakarta dan secara khusus melibatkan Penerbit Sygma sebagai operator sistem teknologinya. Pameran ini seakan mengikuti trend saat itu yang mulai memakai model satu kasir, seperti ajang Big Bad Wolf atau Patjar Merah. Kedua ajang buku itu berkeliling dari kota ke kota, terutama kota-kota besar seperti Tangerang, Yogyakarta, Malang, Surabaya.

Produk buku yang dijual di Liga Buku memberikan diskon spesial 30 persen (all item) kepada konsumen dan melibatkan pelbagai penerbit dengan sistem konsinyasi. Pengunjung mendapatkan nomor ID dan terintegrasi dengan sistem komputer di kasir. Semua data judul buku sudah diinput ke dalam komputer beberapa hari sebelum Liga Buku dimulai, sehingga saat nanti konsumen membayar di kasir, judul buku akan otomatis terpindai oleh mesin barcode, lalu keluar sebagai nota lengkap dengan nomor ID pembeli.

Nomor ID pembeli dan data judul ribuan buku itu akan menjadi database panitia untuk mengelola publikasi maupun untuk mengetahui judul mana saja yang masuk kategori best seller. Keunikan sistem teknologi terintegrasi ini banyak memberikan keuntungan dan informasi akurat. Setiap hari penerbit bisa mendapatkan info penjualan hariannya. Penerbit tidak perlu pusing dengan sewa stand dan penjaga stand, karena di Liga Buku area pameran akan dijaga oleh panitia.  Melihat diskon buku yang menggiurkan, membuat animo pengunjung Liga Buku pun membludak.

Sejurus kemudian, saya bertanya kepada Pak Sumbodo mengapa saya yang dipilih untuk menjadi panitia pelaksana. “Tim Sygma tidak bisa ikut terlibat dalam rencana pameran ini, Kang Deni,” kata Pak Sumbodo. Lalu terbayang oleh saya, tantangan terbesar dengan persiapan yang hanya sebulan lagi, jika pameran dengan model satu kasir ini tanpa sistem terkomputerisasi. Itu berarti, saya akan menggunakan sistem manual yaitu sistem nota dan kalkulator. Dan itu berarti, saya membutuhkan tim yang efektif, sokongan peralatan serta perlengkapan, dan upah yang layak untuk tim kerja nanti. “Tak masalah,” jawab Pak Sumbodo dan diiyakan oleh Salim. Saya pun dengan ketetapan hati menerima tawaran ini dengan beberapa syarat teknis.

Beberapa acara menjadi daya tarik sendiri bagi pengunjung pameran buku. Tampak musisi Panji Sakti dan Hawa mendendangkan lagu di area teras halaman Salman ITB, sedangkan diskusi buku berlangsung di dalam masjid area akhwat. (Sumber: Deni Rachman)
Beberapa acara menjadi daya tarik sendiri bagi pengunjung pameran buku. Tampak musisi Panji Sakti dan Hawa mendendangkan lagu di area teras halaman Salman ITB, sedangkan diskusi buku berlangsung di dalam masjid area akhwat. (Sumber: Deni Rachman)

Menerapkan 3 Resep Ampuh Menjadi EO Buku

Seakan berlari maraton, saya mempersiapkan segala teknis pameran dalam waktu yang tinggal kurang dari sebulan. Ada 1 resep yang saya pakai untuk mensiasati memproduksi pameran ini berdasarkan dari pengalaman pernah menjadi event organizer beberapa kepanitiaan buku seperti di Pameran Buku Sastra saat tahun emas Paguyuban Pasundan, Hari Buku Sedunia, Konferensi Internasional Budaya Sunda ke-2, dan Pelatihan Menulis untuk Publik di rentang tahun 2009-2011.

Resep itu yaitu perlunya 3 komponen pembagian tugas: konseptor, fasilitator, dan eksekutor. Konseptor adalah pihak yang memegang konsep dan prinsip kegiatan, dalam hal ini dipegang oleh Ikapi Jabar. Fasilitator adalah pihak yang menyediakan seluruh fasilitas dan biaya anggaran kegiatan, yang didapuk oleh Salman ITB. Dan terakhir adalah eksekutor yang menjadi operator/pelaksana teknis mulai dari pra hingga pascakegiatan, yang diemban oleh tim saya yang saat itu memakai bendera El-Fath (merupakan badan usaha penerbitan yang dimiliki oleh almarhum mertua saya). Tiga komponen ini merupakan syarat minimal, kegiatan apa pun bisa dikatakan mampu berjalan.

Kini, setelah saya mendapat pengalaman dan bahan referensi, ada 2 resep lagi yang bisa saya bagikan kepada pembaca yang siapa tahu kelak berminat menyelenggarakan acara pameran buku atau sekadar pengetahuan umum saja. Satu resep lainnya itu saya dapatkan dari pertemuan saya dengan Gus Muh a.k.a Muhidin M. Dahlan, pegiat literasi dan kearsipan dari Ibuku, Yogyakarta. Ia menekankan pentingnya 3 D yaitu Daya, Data, dan Dana. Tiga D itu, jika diproyeksikan sebagai perencanaan dan pelaksanaan sebetulnya nyaris mirip dengan resep saya yang pertama.

Resep ketiga, saya nukil dari buku “I Love to Organize, Panduan Praktis Mengelola Event” (Sofie Beatrix, 2015). Sofie secara umum membagi acara menjadi tiga fase: Before - During - After. Before yaitu prakegiatan dimulai dengan membuat EO blue print yang ia polakan dalam satu diagram khusus. During atau Hari-H pelaksanaan terdiri atas aksi dan kontrol. Lalu After berupa pengumpulan dokumentasi/arsip seluruh before dan during serta evaluasi. Yang menarik bagi saya dari buku ini, konsep papan diagram EO blue print yang diceritakan Sofie dalam bukunya itu. Buku ini saya rekomendasikan bagi para wirausawahan yang bergerak di dunia EO. Sebagai tambahan referensi, bisa juga membaca buku “Cara Pinter Jadi Event Organizer” (KRMT Indro ‘Kimpling’ Suseno, 2006) dan “Wow!!” (Adrie Subono Java Musikindo, 2003).

Beberapa referensi buku mengenai event organizer. (Sumber: Deni Rachman/Pabukon Hanca)
Beberapa referensi buku mengenai event organizer. (Sumber: Deni Rachman/Pabukon Hanca)

Tim Operator Bergerak

Cek list pertama yang saya harus lakukan yaitu membuat tim inti yang solid. Syukurlah, saya memiliki persahabatan dengan 2 orang yang sudah lama berkecimpung di komunitas sejarah Ulin. Mereka: Lingling dan Jiman, menerima tawaran saya untuk bergabung menggarap pameran buku spesial ini. Saya kemukakan juga besaran honor panitia yang sudah di-acc oleh fasilitator.

Lalu, kami berbagi tugas. Saya berposisi sebagai koordinator yang akan menjadi jembatan tim produksi dengan fasilitator dan konseptor dan bertanggung jawab terhadap produksi event. Lingling berfokus pada manajemen administrasi dan keuangan. Dan Jiman mengemban tugas pada produksi. Dari sini, tim ‘beranak-pinak’ menjadi 9 orang panitia tambahan (Barli, Astri, Utami, Annisa, Farhan, Rostika, Sabilulhaq, Syahrul Mubarok, R.R. Indry ‘Ecak’, dan Audrey) untuk membantu Lingling dan Jiman. Yang terbanyak ada pada tugas Jiman. Proses rekrutmen panitia tambahan ini berlangsung di Salman Reading Corner.

Tahapan selanjutnya setelah memperinci konsep adalah rapat teknis dengan para penerbit yang akan mengikuti pameran ini. Poster digital awal sudah diluncurkan oleh Ikapi dan Salman ITB dengan nama acara GEBYAR RAMADHAN & ISLAMIC BOOK FAIR SALMAN ITB, 29 Syaban – 7 Ramadhan, 5 -12 Mei 2019. Lokasi pameran seluas 240 m2 bertempat di Lapangan Timur Masjid Salman yang berupa hamparan rumput hijau, nantinya akan ditutup oleh tenda raksasa.  

Alhasil, pameran itu diikuti oleh sekira 27 tenant dari lebih 30 penerbit. Rapat-rapat kolaborasi-koordinasi terus berlangsung dari hari ke hari. Kesibukan mulai terasa saat 2 minggu sebelum hari H hingga puncaknya saat pameran berlangsung.

Nama acara berubah menjadi SERAMBI BERKAH RAMADHAN & ISLAMIC BOOK FAIR SALMAN ITB 2019. Acara itu yang merupakan rangkaian dari kegiatan rutin Salman saat bulan Ramadan menjadi produk yang baru, berevolusi dan memberi warna baru dari kegiatan pameran yang biasanya digelar di depan kantin Salman atau di depan Gedung Kayu. Suatu pencapaian dan kerja sama yang apik dari 3 komponen tadi.

Singkat cerita, pameran ini menjadi pengalaman yang berharga baik bagi saya pribadi yang puji syukur bisa melewati tantangan model Liga Buku dengan model yang sederhana/manual, maupun berkah mendapatkan tim kerja yang solid dan kompak.

Ada momen kebersamaan yang sulit saya lupakan, terutama waktu buka puasa bersama seusai lelah seharian menjadi panitia buku, di kala puasa. Ada juga kejadian-kejadian kecil yang membuat lucu dan kesal, seperti kami harus membersihkan kotoran kucing di area lantai tenda acara atau ada saja tenant yang cukup rewel perihal teknis pasokan buku. Pameran itu seakan menjadi jeda Ramadan di tahun selanjutnya, karena negeri ini di tahun depannya dihantam badai pandemi, saya harus rela ‘puasa’ berpameran buku lagi. Salambuku!

Awal dan akhir. Seluruh tim panitia pelaksana harus hadir sejak jam 7 pagi untuk rapat kecil dan berakhir jam 17.00. Sambil menunggu buka puasa, seluruh nota sistem 1 kasir direkap. Waktu berbuka puasa bersama dimanfaatkan untuk evaluasi harian. (Sumber: Deni Rachman)
Awal dan akhir. Seluruh tim panitia pelaksana harus hadir sejak jam 7 pagi untuk rapat kecil dan berakhir jam 17.00. Sambil menunggu buka puasa, seluruh nota sistem 1 kasir direkap. Waktu berbuka puasa bersama dimanfaatkan untuk evaluasi harian. (Sumber: Deni Rachman)

Daftar nama penerbit/agen peserta Islamic Book Fair Salman ITB 2019:

  1. Gulali Books & Penerbit Salman ITB
  2. Tsaqifa Publishing
  3. Erlangga
  4. Tazkia
  5. Kebul
  6. Keira Publishing
  7. Khazanah Intelektual
  8. Hutamedia
  9. Qur’an Cordoba
  10. Gramedia Group
  11. Penerbit MCM
  12. Layung, El-Fath, Zizalia
  13. Sega Arsy
  14. Bumi Aksara Group
  15. Diva Press
  16. ITB Press
  17. Fokusmedia
  18. Bukabuku Pustaka
  19. Pustaka Jaya
  20. Zikrul Hakim Bestari
  21. Penerbit Jabal
  22. Mizan
  23. Irsyad Baitussalam
  24. J-Books
  25. Nuansa Group
  26. Simbiosis Rekatama Media
  27. Tiga Serangkai.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//