• Opini
  • Situ Patenggang dan Segala Romansanya

Situ Patenggang dan Segala Romansanya

Berkunjung ke Situ Patenggang tidak kalah romantisnya dengan nonton film Heart yang diperankan Aca Septriasa dan Irwansyah.

Rafi Indra Jaya Putra

Kuliah di Jatinangor, akun Instagram: Rafijep.

Situ Patenggang, kawasan wisata di Bandung selatan, Jawa Barat. Danau ini dikenal dengan nuansa romantisnya. (Sumber Foto: Rafi Indra Jaya Putra)

5 Mei 2022


BandungBergerak.idAngin kencang telah membanting jendela kamar, disusul suara petir yang merusak suasana hening di kamar kos. Hari itu, saya yang sedang dihantui oleh cuaca seram sehingga memilih untuk menonton sebuah film dengan nuansa romantis, alih-alih ingin menyesuaikan dengan cuaca.

Alhasil, film lawas dengan judul Heart yang terkenal dengan cinta segi tiganya saya nikmati untuk menemani hujan. Film ini sungguh membuat bibir tersenyum tipis-tipis ketika memperlihatkan adegan betapa lucunya Luna yang diperankan oleh Aca Septriasa dan Farel yang diperankan oleh Irwansyah bermesraan di sebuah perahu kecil di tengah danau yang hening. Lokasi shooting yang dipilih oleh film Heart menjadi hal yang selalu diingat, terkhusus sebuah danau yang sangat identik dengan film ini. Berdasarkan hasil pencarian saya di internet, nama danau itu adalah Situ Patenggang yang berlokasi di Bandung selatan, Jawa Barat.

Tiba-tiba muncul perasaan penasaran untuk mengetahui asal usul Situ Patenggang, yang membuat film Heart menjadi terlihat sangat romantis. Lewat situs resmi Situ Patenggang, dijelaskan terdapat sepenggal cerita legenda mengenai Raden Kian Santang dan Dewi Rengganis yang dipertemukan di sebuah batu bernama Batu Cinta. Bermodalkan rasa penasaran, saya berangkat untuk berkunjung ke Situ Patenggang dari lokasi kosan saya di Jatinangor. Tenang, saya tidak datang sendiri, saya ditemani seorang perempuan yang diharap bisa seperti Luna di film Heart, tetapi jangan sampai nyawanya diambil oleh penyakit.

Pagi-pagi buta, saya berangkat dengan sebuah motor pinjaman dari teman dengan alasan mau membeli sarapan di Bandung. Hal ini saya lakukan, sebab Situ Patenggang lokasinya cukup jauh kira-kira 5 liter Pertalite harus siap dikorbankan atau berdasarkan waktu tempuh sekitar 2 jam. Beberapa daerah, seperti Soekarno-Hatta, Margahayu, Soreang, dan Rancabali akan dilewati. Sesampainya di Rancabali, perjalanan akan didominasi dengan tanjakan curam, tetapi tenang jalannya sudah diaspal dengan mulus.

Gapura besar bertuliskan Situ Patenggang menjadi penanda sudah tiba di danau Heart tersebut, tetapi jangan lupa membayar Rp 25 ribu untuk tiket masuk. Usai memarkirkan motor dengan aman, penjual gorengan akan menawarkan jualannya di depan pintu masuk. Jalan setapak di sini cukup licin, bukan karena berlumpur tetapi karena lumut yang diakibatkan hujan dan cuaca dingin.

Jaket tebal perlu dikenakan untuk menahan angin di sini, kira-kira AC 16 derajat celcius bisa menjadi parameter. Tak perlu takut untuk menikmati keindahan Situ Patenggang, sebab terdapat banyak tempat duduk yang bisa digunakan secara gratis. Alih-alih ingin menyatu dengan alam di sini, menyewa tikar seharga Rp 35 ribu saya pilih sebagai solusi.

Tenang, ini belum bagian lengkap dari kisah romantis Situ Patenggang, saya masih menikmati kopi serta berbincang dengan perempuan yang ikut bersama saya. Tentu saya juga ingin berbincang romantis dengan perempuan tersebut, siapa tahu Situ Patenggang merestukan hubungan kami.

Kicauan burung, angin berhembus, suara air bergerak, serta daun bergoyang menjadi bukti pertama kalau Situ Patenggang itu romantis. Bayangkan saja Anda di sana bersama seseorang yang Anda sayangi, romantis bukan?

Baca Juga: NGALEUT BANDUNG: Penerbit Al-Ma’arif, dari Yaman ke Ibu Kota Priangan
NGULIK BANDUNG: Tradisi Ramadan Kaum Pribumi di Mata Masyarakat Eropa Zaman Kolonial
SURAT DARI TAIWAN #2: Menjadi Muslim yang Minoritas

Batu Cinta

Bila tidak percaya, penjelasan dari Pak Enjang seorang penjual kopi akan menjadi bukti selanjutnya kalau Situ Patenggang itu romantis. Saya bertanya ke Pak Enjang, apakah benar adanya cerita legenda romantis di Situ Patenggang. Kemudian Pak Enjang menjawab, “Ya, betul dulu ada yang namanya Raden Kian Santang dan Dewi Rengganis yang kala itu dipertemukan di atas batu cinta, sampai sekarang sudah tertulis namanya batu cinta.”

Kembali saya teringat dengan bacaan dari situs resmi Situ Patenggang, yang mengatakan Batu Cinta jadi bukti bertemunya kembali Raden Kian Santang dan Dewi Rengganis. Tak hanya itu, danau ini tercipta atas permintaan Dewi Rengganis kepada Raden Kian Santang. Sungguh danau ini berdiri atas sebuah pengorbanan cinta. Raden Kian Santang sendiri merupakan putra Prabu Siliwangi yang kala itu sempat berpisah dengan Dewi Rengganis dan dipertemukan kembali di sebuah pulau bernama Pulau Asmara dan Batu Cintalah yang menjadi buktinya.

Pak Enjang juga memberikan informasi tambahan, di mana pateang-pateangan dalam bahasa Sunda memiliki arti dipertemukan. Oleh karena itu, muncullah nama Situ Patenggang, situ artinya danau dan patenggang adalah dipertemukan. Nampaknya pemilihan lokasi shooting Heart di Situ Patenggang sudah sangat pas, bilamana melihat dari legenda asal muasal Situ Patenggang.

Suasana asri dan damai menjadi bukti ketiga bagi saya kalau Situ Patenggang itu memang romantis. Bayangkan saja perempuan yang saya bawa ini tampak bahagia saat dibawa ke Situ Patenggang, padahal perjalanan ke sini tidaklah mudah. Untungnya saya masih berstatus mahasiswa, di mana masih menggunakan uang orang tua untuk kehidupan sehari-hari. Andai saja saya punya uang Rp 100 juta, tentu perempuan ini sudah saya ajak menikah. Lucu bukan bila perempuan ini ditanya oleh orang tua atau kerabatnya, “Kamu memang dilamar di mana sama pasanganmu?” tentu dia akan menjawab, “Di Situ Patenggang, di atas Batu Cinta, bersama seorang lelaki yang mirip Irwansyah.”

Mohon maaf, ini semua karena Situ Patenggang yang terlalu romantis, jadi tak salah untuk bermimpi barangkali terwujud. Sempat terlihat penyewaan sepeda air di sana dengan kocek Rp 40 ribu, tetapi maaf saya ini mahasiswa jadi perlu menghemat uang mengingat token listrik kos yang akan berbunyi esok hari.

Saat dirasa cukup menikmati Situ Patenggang, saya melihat sebuah bukti terakhir kalau Situ Patenggang itu romantis. Terdapat dua pasangan yang sedang melangsungkan sesi foto pre wedding di Situ Patenggang, asumsi saya mereka telah lebih dulu mendengar cerita Situ Patenggang.

Kira-kira seperti itulah Situ Patenggang dan segala romansanya, saya harap saya akan kembali lagi ke sana dan tentu harapannya masih dengan perempuan yang sama. Sebelum menyalakan motor, perempuan yang bersama-sama dengan saya berkata, “I love youuu…” Aduhai, hatur nuhun pisan Situ Patenggang, kamu memang romantis.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//