• Berita
  • Jangan Lupa, PKL Bandung adalah Anak Sah dari Pertumbuhan Ekonomi

Jangan Lupa, PKL Bandung adalah Anak Sah dari Pertumbuhan Ekonomi

Pendapatan Kota Bandung paling besar bersumber dari sektor perdagangan, termasuk dari para PKL yang muncul karena terbatasnya kesempatan kerja.

Warga di kawasan Alun-alun Bandung, Sabtu (2/1/2021). Kawasan Alun-alun Bandung merupakan zona merah bagi PKL. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana27 Mei 2022


BandungBergerak.idSulitnya akses lapangan kerja dan tingginya laju urbanisai mendorong jumlah pedagang kaki lima (PKL) di Kota Bandung terus meningkat. Hal serupa terjadi pula di kota-kota urban lainnya di Indonesia, Jakarta misalnya. Jumlah para PKL akan semakin meningkat karena pengaruh pagebluk yang menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Tidak boleh dilupakan bahwa peran para PKL yang masuk kategori usaha mikro itu mampu menggerakan ekonomi kerakyatan. Mereka bahkan turut menyumbang pada PAD Kota Bandung melalui pajak dari barang-barang yang mereka perjualbelikan, selain berperan dalam menciptakan lapangan kerja yang seharusnya disediakan pemerintah.

Namun keberadaan para PKL kerap kali berbenturan kebijakan penataan kota. Mereka juga kerap dinilai sebagai biang kerok kemacetan dan tudingan miring lainnya, walaupun sebenarnya banyak faktor yang memicu kemacetan, salah satunya tingginya volume kendaraan pribadi.

Saat ini, Pemerintah Kota Bandung akan melakukan penertiban PKL, seperti disampaikan Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna. Ia memerintahkan Satpol PP untuk segera menertibkan PKL yang berada di sepanjang Jalan Dalem Kaum, Bandung, yang merupakan zona merah.

"Jangan ada PKL liar lagi di Jalan Alun-alun termasuk Kepatihan dan Dalem Kaum. Karena reavitalisasi sudah selesai, jadi Satpol PP harus standby setiap hari," kata Ema, dalam siaran persnya, Jumat (27/5/2022).

Ema mengatakan, sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011, bahwa lokasi yang masuk zona merah tidak diperbolehkan adanya PKL. PKL di alun-alun juga telah ditempatkan di basement Masjid Raya Jawa Barat (Masjid Agung).

Sebelumnya, Pemkot Bandung telah melakukan revitalisasi kawasan alun-alun demi menciptakan ruang-ruang wisata yang nyaman bagi pengunjung. Satu di antaranya melarang adanya aktivitas PKL. Penataan kawasan Alun-Alun Kota Bandung dilakukan di lima titik, meliputi Jalan Kepatihan, Jalan Dalem Kaum, Banceuy, dan Cikapundung Riverspot.

"PKL itu sudah selesai sejak dulu. PKL sudah berada di bawah basement Masjid Agung (Masjid Raya Jawa Barat)" katanya.

Baca Juga: Merawat Kertas Khas Nusantara Daluang yang Terancam Punah
Pengungkapan Kasus Kekerasan Seksual oleh LPM Lintas IAIN Ambon Bukan Kriminal!
Banyak Warga Bandung Tidak Bisa Melanjutkan Sekolah

Pembangunan Ekonomi dan Pendidikan tidak Merata

Merujuk situs Sistem Informasi Pedagang Kaki Lima (SIPKL), diakses Jumat (16/7/2021), tercatat ada sebanyak 22.003 orang pedagang kaki lima (PKL) yang terdaftar di bawah Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kota Bandung.  

Sementara menurut Adam Ramadhan dalam jurnal penelitiannya, jumlah PKL di Kota Bandung pada tahun 2013 tercatat 12.010 PKL, berdasarkan data Perusahaan Daerah Pengelolaan Pasar Kota Bandung. Pertumbuhan PKL di Kota Bandung terlihat sangat pesat jika dibandungkan dengan data PKL dari SIPKL.

Adam menyatakan, Kota Bandung adalah salah satu kota metropolitan di Pulau Jawa telah berkembang pesat dari tahun ke tahun, dengan ditandai berdirinya bangunan-bangunan seperti pasar, mal, hotel dan bangunan-bangunan lainnya. Pertumbuhan ini diikuti dengan menjamurnya PKL.

“PKL ini timbul dari adanya suatu kondisi pembangunan perekonomian dan pendidikan yang tidak merata di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. PKL ini juga timbul dari akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi. Oleh sebab itu, tidak dipungkiri munculnya PKL pada hampir seluruh kawasan kota Bandung memiliki arti penting yang positif bagi pemerintah,” ungkap Adam Ramadhan, yang diakses dari jurnalnya, Jumat (27/5/2022).

Sumber perumbuhan ekonomi Kota Bandung dapat dilihat dari data Produk Domestik Reginoal Bruto (PDRB) dari Perusahaan Daerah  Pengelolaan Pasar (2014). Meski data lama, gambaran yang disampaikan Adam ini masih relevan dengan situasi Kota Bandung sekarang.

PDRB Kota Bandung paling besar bersumber dari sektor perdagangan, hotel dan restauran sebesar 40,06 persen, kedua sektor industri 25,73 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 11,70 persen, sektor jasa 09,15 persen, dan sektor bangunan 04,31 persen. Dari data ini jelas bahwa perdagangan atau jasa menempati urutan teratas. Tak heran jika para PKL di Kota Bandung menjamur.

Adam menyinggung kaitan PKL dengan tidak meratanya akses pendidikan dan urbanisasi, bahwa elemen umum pada sektor informal ini adalah yang berpendidikan kurang, berpengalaman kurang dan pendatang.

Namun peran mereka sangat penting dalam menjalankan roda ekonomi masyarakat bahwa. Adam mengutip penelitian Herlianto (1986), bahwa “Sektor informal merupakan sebuah sektor yang tidak diharapkan, padahal kenyataannya sektor ini merupakan anak sah dari pertumbuhan ekonomi kota dan produk urbanisasi yang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.”

Pertumbuhan sektor informal disebabkan karena ketidakmampuan sektor formal menyerap lebih banyak tenaga kerja. Banyaknya tenaga kerja yang masuk ke sektor ini dikarenakan keterbatasan kesempatan kerja dan pendapatan yang rendah di desa.

Terdapat banyak alasan yang melatarbelakangi mengapa orang memilih sektor in-formal (PKL) sebagai aktivitas pekerjaan untuk menggantungkan hidup, di antaranya yaitu terpaksa tidak ada pekerjaan lain; dampak dari adanya PHK; mencari rejeki yang halal; mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain; menghidupi keluarga; pendidikan rendah dan modal kecil; kesulitan kerja di desa.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//