Menjadi Seorang Nonbiner di Indonesia
Di Indonesia, sangat beken bagi semua orang untuk mendengar kalimat bahwa laki-laki harus bergaya seperti laki-laki atau perempuan harus bergaya seperti perempuan.
Amany Rafa Tabina
Mahasiswi Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).
4 Juli 2022
BandungBergerak.id - Kebanyakan orang adalah laki-laki atau perempuan. Namun beberapa orang tidak cocok dengan kategori “laki-laki” atau “perempuan” tersebut. Misalnya, ada yang memiliki jenis kelamin yang memadukan unsur-unsur laki-laki dan perempuan. Mereka tidak mengidentifikasikan dirinya dengan gender apa pun dan mereka menggunakan banyak istilah yang berbeda-beda untuk menggambarkan diri mereka dengan istilah nonbiner menjadi salah satu yang paling umum. Adapun istilah lain seperti genderqueer, agender, bigender, dan banyak lagi. Tidak ada satu pun dari istilah-istilah tersebut memiliki arti yang persis sama.
Setiap individu memiliki gender. Namun untuk sebagian orang, gender ini dapat berubah dari waktu ke waktu. Contohnya, beberapa individu nonbiner memutuskan untuk transisi menjadi seorang transmasculine atau menjadi transfeminine. Di Indonesia, konsep gender nonbiner ini masih banyak diperdebatkan karena menyimpang dari paham mayoritas masyarakat Indonesia. Tetapi sebenarnya, setiap masyarakat di Indonesia mempunyai kebebasan dalam merasakan, mengidentifikasi, dan mengekspresikan gender mereka tanpa rasa takut akan pelecehan dan diskriminasi.
Saat membahas konsep dari ambiguitas gender, banyak dari masyarakat Indonesia mengatakan bahwa konsep tersebut berasal dari pengaruh budaya barat akibat dari modernisasi dan pergantian zaman. Mayoritas masyarakat Indonesia memiliki paham gender biner yaitu hanya sebatas laki-laki dan perempuan. Paham tersebut merupakan sebuah paham heteronormative d imana pandangan, pola pikir, dan kerangka tindakan itu berbasis kepada hubungan antara laki-laki dan perempuan saja.
Pada faktanya, Indonesia memiliki sejarah mengenai keragaman gender sebelum adanya kolonialisme oleh budaya barat. Di Indonesia, satu kelompok etnis menunjukkan kepada kita bahwa gagasan identitas gender telah diekspresikan dari berpuluh-puluh tahun yang lalu. Bugis merupakan kelompok etnis terbesar di Sulawesi Selatan, Indonesia. Mereka memiliki konsepsi yang unik tentang lima identitas gender yang berbeda-beda. Selain maskulinitas dan feminitas cisgender yang umum dikenal orang barat, interpretasi Bugis tentang gender mencangkup: (a) calabai (laki-laki feminin); (b) calalai (perempuan maskulin); dan (c) bissu yang oleh antropolog Sharyn Graham digambarkan sebagai “meta-gender” atau kombinasi dari semua jenis kelamin.
Baca Juga: Mengapa Transgender di Indonesia masih Terus Didiskriminasi?
Ruang bagi Transgender dan Penghayat Kepercayaan di Kolom KTP Kota Bandung
Transgender di Bandung Diharap Sempatkan Diri Bikin KTP
Nonbiner di Indonesia
Maka dari itu, sungguh konsep gender nonbiner ini bukanlah suatu hal yang baru muncul di Indonesia. Dengan masyarakat Indonesia telah lupa bahwa konsep nonbiner itu sudah ada sejak lama, maka dari itu muncul paham bahwa di lingkungan masyarakat Indonesia itu terdapat sebuah peran gender atau gender roles. Jika masyarakat Indonesia tidak diberi informasi yang benar mengenai gender karena ‘peran gender’ ini, seorang nonbiner dapat mengalami diskriminasi, kekerasan atau pelecehan seksual, kesehatan mental dan fisik yang buruk, serta prospek akademis atau karier yang tidak memadai hanya karena gender mereka yang tidak sesuai dengan ideologi masyarakat di Indonesia.
Selain ideologi masyarakat Indonesia, banyak dari warga nonbiner didiskriminasi karena mereka berani berekspresi yang lebih dari orang biasanya. Di Indonesia, sangat beken bagi semua orang untuk mendengar kalimat bahwa laki-laki harus bergaya seperti laki-laki atau perempuan harus bergaya seperti perempuan. Banyak dari warga nonbiner juga ditindas hanya karena suara mereka yang tidak sesuai dengan gender yang ditetapkan dan saat mereka mengidentifikasikan mereka sebagai nonbiner, banyak dari orang memaksakan identifikasi gender mereka di luar keinginan mereka. Sering ditemukan warga nonbiner di Indonesia yang dikucilkan oleh banyak warga lainnya karena mereka tidak masuk ke dalam kategori laki-laki maupun perempuan. Itu membuat mereka merasa takut untuk mengekspresikan diri mereka.
Perlu diketahui bahwa seorang nonbiner mengekspresikan gender mereka bukan karena mereka ingin menjadi maskulin atau feminin, tetapi karena mereka hanya ingin menjadi mereka sendiri. Bukan laki-laki maupun perempuan, hanya mereka dan identitas mereka. Seorang non-biner berhak memiliki kebebasan dalam merasakan dan mengidentifikasikan diri mereka sesuai dengan kondisi yang mereka alami, seperti layaknya manusia biasa.
Orang-orang masih banyak mendiskriminasi seorang nonbiner karena mereka berbeda, hal ini dapat memiliki efek negatif terhadap kesehatan mental kaum nonbiner. Karena mayoritas masyarakat Indonesia menjunjung tinggi norma agama, maka dari itu konsep gender selain laki-laki dan perempuan itu dianggap sebagai hal yang menyimpang. Orang-orang menganggap bahwa memiliki gender nonbiner itu merupakan sebuah gangguan jiwa. Namun itu tidak benar.
Menjadi nonbiner itu sendiri bukanlah penyakit mental. Jika seseorang mengalami kesulitan karena ketidaksesuaian yang mereka alami antara jenis kelamin yang ditetapkan saat lahir dengan identitas gender mereka yang sebenarnya, ini dapat menyebabkan disforia gender atau gender dysphoria. Bagi sebagian orang, tekanan ini dapat menyebabkan masalah kesehatan mental yang serius, terutama jika tidak ditangani melalui transisi medis dan/atau sosial.
Menurut Ayu Saraswati, associate professor Women’s Studies di Universitas Hawaii Manoa, ada baiknya kita tidak mengasumsi gender seseorang, termasuk saat seseorang itu tidak terbaca identitas gendernya. Selain itu, kita perlu menghargai keputusan seorang nonbiner dengan tidak melecehkannya. Salah satu cara untuk menghargai mereka adalah dengan menggunakan nama dan panggilan sesuai yang mereka inginkan dan tidak mengabaikan keputusan mereka.
Konsep nonbiner perlu diketahui dan dipelajari oleh banyak orang untuk mewujudkan keadaan masyarakat yang harmonis tanpa diskriminasi dan untuk mencapai kesetaraan gender di Indonesia. Gender yaitu seperti biner dan nonbiner dengan seksualitas seperti gay dan lesbianisme adalah dua hal yang berbeda. Gender itu bagaimana kita mengekspresikan diri kita sendiri, sedangkan orientasi seksual adalah ketertarikan seksual terhadap orang lain. Jadi seseorang yang non-biner dapat memiliki orientasi seksual nya masing-masing.