• Berita
  • Menang Gugatan di Mahkamah Agung, Buruh di Bandung malah Digugat Balik 5 Miliar Rupiah oleh Perusahaan

Menang Gugatan di Mahkamah Agung, Buruh di Bandung malah Digugat Balik 5 Miliar Rupiah oleh Perusahaan

Tiga orang buruh menang gugatan di PHI Bandung hingga dikuatkan di Mahkamah Agung atas perkara PHK sepihak. Kini mereka yang digugat.

Buruh dari Serikat Pekerja Nasional menggelar aksi unjuk rasa di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, terkait pesangon dan THR yang belum dibayarkan oleh sejumlah perusahaan, Kamis (14/7/2022). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul15 Juli 2022


BandungBergerak.id - Hukum seolah permainan bagi pengusaha. Satir ini akan dibuktikan dengan perkara yang merundung tiga buruh perusahaan gas elpiji di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat: Suherlan Budiansyah (38 tahun), Erguna Surbakti (37 tahun), dan Yuli Rahmat Syah (37 tahun).       

Ketiganya sudah menang gugatan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung hingga dikuatkan di tingkat Mahkamah Agung atas perkara PHK sepihak yang menimpa mereka. Pengadilan menghukum perusahaan agar membayar pesangon dengan total sekitar 270 juta Rupiah. Namun perusahaan memilih mengabaikan keputusan pengadilan dan balik melayangkan gugatan dengan besaran 5 miliar Rupiah ke Pengadilan Negeri Bale Bandung. 

Perusahaan menyeret tiga buruh ke meja hijau dengan dalih bahwa mereka melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) berupa memberikan keterangan palsu di pengadilan. Anehnya, baik PHI Bandung maupun Mahkamah Agung dalam putusannya telah menyatakan bahwa keterangan ketiga buruh benar. Kalau keterangan mereka disebut palsu, mengapa pengadilan mengabulkan gugatan mereka?

Kasus tersebut memicu solidaritas dari Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jawa Barat sebagai kuasa hukum dari tiga buruh yang digugat. Massa aksi dari SPN Jawa Barat menyampaikan aspirasinya di depan Pengadilan Negeri Bandung, Jl. L.L.R.E. Martadinata, Kota Bandung, Kamis (14/7/2022).

Sebelumnya, mereka juga berunjuk rasa di Pengadilan Negeri Bale Bandung, Jl. Jaksa Naranata, Baleendah, Kabupaten Bandung untuk mengawal sidang gugatan ini.

Ketua DPD SPN Jawa Barat, Dadan Sudiana menyampaikan kasus ini bermula dari PHK sepihak yang dilakukan PT. Mustika Fortuna Abadi, perusahaan beralamat di Jl. Raya Padalarang dan bergerak di bidang pengisian tabung LPG, terhadap Suherlan, Erguna, dan Yuli Rahmat, pada 2020.     

Meski memutuskan PHK sepihak, perusahaan mengaku tidak bisa membayar pesangon sesuai ketentuan dengan klaim terdampak pandemi Covid-19. Tetapi regulasi tetap mengharuskan perusahaan harus membayar pesangon. Maka untuk menuntut hak pesangon, tiga buruh kemudian mengajukan gugatan ke PHI Bandung pada 2020.

”Jadi mereka [Suherlan, Erguna, dan Yuli Rahmat] menang gugatan di PHI Bandung, harus menang pesangon. Naik banding ke MA. Dikuatkan, perusahaan harus bayar pesangon. Dari MA sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Surat pengadilan telah dikirim ke perusahaan agar melaksanakan putusan [membayar pesangon] tapi perusahaan tak mau bayar,” kata Dadan Sudiana, saat dikonfirmasi, Jumat (15/7/2022).

Alih-alih menaati putusan pengadilan, perusahaan melakukan gugatan. Dadan Sudiana menyebut kasus ini sebagai ironi bagi buruh atau pekerja.       

Pada aksi di Pengadilan Negeri Bandung, massa aksi menuntut penegakan hukum. Selain itu, Dadan mengungkapkan, pihaknya juga telah melaporkan kasus ini secara pidana ke Polda Jabar. Sebab perusahaan tidak mau membayar pesangon yang telah diutuskan pengadilan.

”Kita melaporkan ke Polda Jabar. Karena kalau tidak bayar pesangon ada pidananya di UU Cipta Kerja. Laporan sudah direspons Polda. Kita telah lengkapi bukti-bukti,” kata Dadan.       

Baca Juga: Buruh Bandung Tuntut Keberpihakan Pemerintah
Bertahan Hidup dan Diabaikan, Pengalaman 10 Buruh Ibu dalam Pusaran Pandemi
Peringatan May Day di Bandung, Buruh Jawa Barat Menuntut Kenaikan Upah

Buruh dari Serikat Pekerja Nasional menggelar aksi unjuk rasa di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, terkait pesangon dan THR yang belum dibayarkan oleh sejumlah perusahaan, Kamis (14/7/2022). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Buruh dari Serikat Pekerja Nasional menggelar aksi unjuk rasa di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, terkait pesangon dan THR yang belum dibayarkan oleh sejumlah perusahaan, Kamis (14/7/2022). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Kronologi Kasus

Dari Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, disebutkan perkara ini bermula pada bulan Mei 2020, ketika para penggugat [tiga buruh] dirumahkan oleh tergugat [perusahaan PT Mustika Fortuna Abadi] dengan tanpa batas waktu dan upahnya tidak dibayar. Hal ini dilakukan perusahaan tanpa terlebih dahulu diadakan musyawarah baik dengan buruh ataupun dengan serikat pekerja selaku wakil dari para buruh.   

Proses perundingan bipartit yang buruh dan perusahaan lakukan tidak mencapai kesepakatan. Diketahui bahwa omset perusahaan mulai turun dari awal pandemi Covid-19 sehingga perusahaan sudah tidak bisa membayar hak-hak pekerja. Perusahaan juga hanya bisa memberikan uang pesanggon kepada plekerja sebesar 1 kali upah saja dan dibayarkan dengan cara dicicil tiga kali.

Perusahaan menolak untuk membayarkan hak-hak pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan hubungan kerja antara para pekerja dan perusahaan sudah berlangsung sejak tahun 2009 dengan status Pekerja Tetap atau Pekerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Pengadilan kemudian menyatakan menghukum perusahaan untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak secara tunai dan sekaligus kepada para penggugat keseluruhan sebesar 238.737.984 rupiah dengan rincian:

Penggugat Suherlan Budiansyah sebesar 79.579.328 rupiah, penggugat Erguna Surbakti sebesar 79.579.328 rupiah, Yuli Rahmatsyah 79.579.328 rupiah.            

Pengadilan juga menghukum perusahaan untuk membayar upah dan hak lainnya yang biasa diterima para buruh masing-masing sebesar 18.872.568 rupiah, menghukum perusahaan untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar 550.000 rupiah.

Korban PHK Sepihak         

Buruh dari Serikat Pekerja Nasional juga menggelar aksi unjuk rasa terkait pesangon dan THR yang belum dibayarkan oleh PT Lawe Spinning Mills untuk 188 orang pekerjanya, sesuai putusan Pengadilan Hubungan Industrial,14 Juli 2022.

Buruh meminta Pengadilan Negeri untuk menolak gugatan perlawan dari perusahaan. Salah seorang buruh yang mengalami PHK sepihak ialah Rohimah. Rohimah sudah bekerja di selama 31 tahun di PT. Lawe Adyaprima.

Buruh perempuan ini bercerita bahwa pihaknya sudah mengajukan persyaratan sesuai prosedur, namun tetap saja perusahaan ingin melakukan pembayaran pesangon dengan cara dicicil selama 60 bulan.

Ia bahkan mengaku dengan berat hati menerima ketentuan baru Omnibus Law, walaupun sakit. Namun ia sangat menyayangkan pihak perusahaan yang tetap membayar pesangon dengan dicicil selama 60 bulan padahal pembayaran pesangon harus dibayar tunai.   Sementara jumlah pesangon sendiri tidak besar, apalagi dengan perhitungan yang mengacu pada UU Cipta Kerja.  

“Itu kan sedikit [jumlah pesangon], karena Omnibus Law juga jadi kita terima walaupun 0,5 persen dari yang ada. Kan biasanya dua Undang-Undang, sekarang 0,5 persen tapi tetap dicicil. Nah di mana itu perikemanusiaannya sebagai pengusaha, tolong. Ini kita udah berjalan 16 bulan,” ungkap Rohimah.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//